FIKIH MAWARIS MACAM-MACAM HAJB
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hukum kewarisan merupakan
terjemahan dari fiqh
mawaris yang berarti
berpindahnya harta orang
yang wafat kepada
orang yang masih
hidup. Pembagian itu lazim
disebut ilmu faraidh (dalam bahasa arab) yaitu semua yang berhak menerima
bagian tertentu yang dibagi menurut agama islam.
Hijab waris/ mani’ merupakan gugurnya hak seseorang untuk
mewarisi peninggalan harta
dikarenakan keberadaan penghalang.
Namun, tidak adanya
penghalang tidak berarti
seseorang diberikan hak
waris. Dengan maksud
lain, terhalangnya waris adalah perbuatan
setelah adanya sebab-sebab
diwaris yang digunakan
diwariskannya harta peninggalan. Untuk memperoleh
harta warisan tersebut,
harus ada sebab-sebab seseorang berhak menerima warisan yaitu adanya pertalian nasab baik
bersifat lurus ke
bawah, ke atas,
ataupun menyamping. Selain
itu, hubungan perkawinan
juga menjadi sebab seseorang menerima warisan.
Namun, seorang ahli
waris tidak akan
memperoleh harta warisan
apabila dalam dirinya
terdapat hal-hal yang
menjadi penghalang dalam
menerima harta warisan. Dalam faraidh, penghalang tersebut
dinamakan dengan mawani’
al-irtsi. Kata mawani’
adalah bentuk jamak
dari mani’ yang
menurut etimologi berarti
pengahalang di antara
dua hal dan
terminology berarti sesuatu
yang mengharuskan ketiadaan sesuatu
yang lain.
Orang yang terhalang
mewarisi disebut dengan
mamnu’ atau mahrum.
Istilah tersebut harus
dibedakan dengan istilah
mahjub yang juga
mempunyai arti sama dengan mamnu’
atau mahrum. Perbedaan keduanya terletak pada kemutlakan tidak memperoleh harta warisan. Mahjub adalah ahli
waris yang terhalang
mendapat warisan karena
adanya ahli waris
lain yang lebih
dekat kekerabatannya dengan
pewaris.
Ahli waris yang
mahjub sifatnya hanya
sementara karena apabila
ahli waris yang
menghalanginya sudah tidak
ada maka ia
akan tampil sebagai
ahli waris. Adapun
mamnu’ atau mahrum
adalah ahli waris
yang terhalang karena
kedudukannya yang diharamkan oleh Islam dan ini berlaku selamanya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa definisi dari hajb?
2.
Apa saja macam-macam hajb ?
3.
Siapa saja ahli waris yang
mengahalangi dan penghalang?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui definisi hajb.
2.
Untuk mengetahui macam-macam hajb.
3. Untuk memahami ahli waris yang menghalangi dan penghalang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Hajb
Hajb atau hijab menurut
bahasa berarti tabir,
dinding, dalam pengertian lainnya secara hijab juga
dapat di artikan al-man’u
(larangan) dan as-satr (menutupi). Al-hajb dalam bahasa Arab bermakna
penghalang atau penggugur. Selain itu,
dalam bahasa Arab juga
kita kenal kata
hajib yang bermakna
“tukang atau penjaga
pintu”, disebabkan ia
menghalangi orang untuk memasuki tempat tertentu tanpa izin guna menemui
para penguasa atau pemimpin[1].
Hijab menurut syara’ yaitu halangan warisan baik keseluruhan atau sebagian. Maksudnya
dikarenakan adanya hijab maka seseorang tersebut dapat terhalang untuk mendapatkan warisan
baik itu secara keseluruhan atau sebagian. Di
samping itu, kalimat ”menghalangi
orang yang mempunyai sebab mewarisi maksudnya adalah orang yang memiliki salah
satu dari tiga sebab mendapatkan warisan
yang telah disepakati para Ulama,
yaitu nasab (keturunan).
Jadi, bahwa hajb adalah orang yang menutup orang lain untuk
mendapat harta warisan dari si mayyit, hajb yang dimaksud adalah dinding yang
menjadi penghalang untuk mendapat warisan bagi sebagian ahli waris. Karena ada
ahli waris yang lebih dekat pertaliannya
(hubungannya) dengan orang yang meninggal itu. Lebih sederhana, hajb
adalah terhalangnya ahli waris
dalam mendapatkan harta waris
yang ditinggal si mayyit karena sebab-sebab tertentu[2].
B.
Macam – macam hajb
1.
Hajb dengan sifat
Yaitu seorang
ahli waris disifati dengan salah satu penghalang waris yang lalu yaitu : hamba
sahaya, pembunuhan, dan perbedaan agama. Hal ini berlaku bagi semua ahli waris
karena telah jelas ketetapan adanya salah satu sifat ini maka ia terhalang dari
waris. Hukumna orang yang terhaang keberadaanya tidak dianggap dan tidak dapat
menta’shib (menjadikan ashobah).
2.
Hajb dengan orang
Yaitu ahli
waris yang terhalang warisannya baik seluruhnya atau sebagian karean ada orang
lain. Hajb dengan orang terbagi menjadi dua yaitu:
a.
Hajb nuqshan
Berkurangnya bagian tetap ahli waris
dari yang lebih tinggi ke yang rendah lantaran orang lain. Hajb nuqshan terjadi
pada lima dari ashabul furudh yaitu suami, istri, cucu perempuan dari anak
laki-laki, saudara perempuan sebapak, dan ibu. Bentuk hajb nuqshan yang
disebabkan karena perpindahan (perubahan)[3]:
1)
Perpindahan dari fardhu lain ke
fardhu yang lebih rendah, berlaku bagi suami, istri, ibu, cucu perempuan, dan
audari seayah. contohnya perpindahan fardhu suami dari ½ menjadi ¼ ketika
cabang waris, istri dari ¼ menjadi 1/8 karean cabang waris, ibu dari 1/3
menjadi 1/6.
2)
Perpindahan dari fardhu ke ta’shub
yang lebih rendah, seperti perpindahan para pemilik fardhu ½ atau 2/3 menjadi
ta’shib bilghair ketika ada mu’asshib (orang yang menta’shib). Contohnya anak
perempuan dari warisan ½ fardhu menjadi ta’shib karena ada saudara laki-lakinya.
3)
Perpindahan dari ta’shib ke fardhu
yag lebih rendah seperti perpindahan ayah atau kakek dari hak ta’shib menjadi
fardhu 1/6 ketika ada cabang waris laki-laki.
4)
Perpindahan dari ta’shib ke ta’shib
lain yang lebih rendah seperti perpindahan saudari kandung atau seayah dari
kedudukan ashobah ma’al ghoir yaitu sisa setelah semua ashabul furudh menjadi
ashobah bilghair untuk perempuan separuh bagian laki-laki.
Bentuk-bentuk hajb nuqshan disebabkan
karena desakan pengurangan yaitu:
1)
Adanya desakan dalam fardhu :
seperti berkumpulnya dari 2 anak perempuan dalam 2/3, karena 2/3 adalah jatah
untuk 2 anak perempuan atau lebih. Maka semakin banyak mereka, semakin sedikit
pula jatah masing-masing orang.
2)
Adanya desakan dalam ta’shib :
seperti banyak nya anak laki-laki dalam warisan ayah mereka, maka semakin
sedikit pula jatah masing-masing orang.
3)
Adanya desakan karena sebab aul :
masalah ini karena aul adalah kelebihan saham dan kekurangan dalan bagiannya.
b.
Hajb Hirman
Dihalanginya seseorang yang memiliki
sebab waris dari bagian warisan seluruhnya, maka orang yang terhalang (mahjub)
tidak mewarisi apa-apa karena ada orang yang menghalangi (hajib). Ini berlaku
bagi semua ahli waris kecualii orang yang nasabnya sampai ke mayit tanpa
perantara, yaitu suami, istri, ibu, ayah, anak laki-laki, dan anak perempuan.
Yang terhalangi hajib hirman adalah[4] :
1)
Kakek, nenek saudara-saudara
perempuan kandung, saudara perempuan sebapak, anak-anak ibu, cucu-cucu
perempuan dari anak laki-laki dan cucu laki-laki dari anak laki-laki.
2)
Kakek terhalangi dengan adanya bapak,
nenek terhalangi dengan adanya ibu, saudara-saudara perempuan kandung
terhalangi dengan adanya anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki
dan dengan adanya bapak menurut ijma, dan dengan adanya kakek menurut Abu Hanifah.
3)
Saudara-saudara perempuan sebapak
terhalangi dengan adanya dua saudara perempuan kandung jika bersama mereka
tidak ada orang yang mendapatkan ashabah.
4)
Saudara-saudara laki-laki seibu
terhalangi dengan adanya bepak, dan kakek, serta ahli waris cabang (laki-laki
atau perempuan)
5)
Cucu-cucu perempuan dari anak
laki-laki terhalangi dengan adanya dua anak perempuan atau lebih jika bersama
mereka ada tidak yang mendapatkan bagian ashabah dan cucu laki-laki dari anal
laki-laki terhalangi dengan adanya anak laki-laki.
Kaidah-kaidah hajb yaitu[5]:
1.
Yang dekat menghalangi yang jauh.
Yang dekat ada 2 macam, yaitu dalam posisi dan kedekatan dalam tingkatan.
Contohnya kedekatan dalam tingkatan
Seseorang
wafat |
Meninggalkan
anak perempuan, cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan cicit laki-laki dari
anak laki-laki. |
Anak
perempuan |
Memperoleh
½ bagian berdasarkan ketentuan furudh |
Cucu
laki-laki |
Memperoleh
sisanya |
Cicit
laki-laki |
Tidak
memperoleh apapun karena terhalang cucu laki-laki. Dimana tingkatanya lebih
dekat dengan mayit. |
Contoh kedekatan dalam posisi
Seseorang
wafat |
Meninggalkan
anak perempuan, cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan seorang saudara
laki-laki |
Seorang
anak perempuan |
Mendapatkan
½ bagian berdasarkan ketentuan furudh |
Seorang
cucu laki-laki |
Mendapatkan
sisanya |
Seorang
saudara laki-laki |
Tidak
memperoleh apapun karena ia terhalang cucu. Posisi anak lebih dekat daripada
saudara. |
2.
Yang lebih kuat menghalangi yang
lebih lemah. Maksudnya, yang memiliki dua hubungan kekerabatan menghalangi
sescorang yang hanya memiliki satu hubungan kekerabatan. Maknanya adalah
saudara kandung menghalangi saudara seayah karena saudara kandung memiliki dua
hubungan kekerabatan, yaitu kedekatanny dengan yang meninggal dari sisi ayah
dan kedekatannya dari sisi ibu. Sedangkan, saudara seayah hanya memiliki satu
hubungan kekerabatan, yaitu kedekatannya dengan yang meninggal dari sisi ayah
saja
C.
Ahli
waris yang terhijab
dalam harta waris
adalah sebagai berikut:
1.
Anak
laki-laki atau anak
perempuan, ibu, bapak,
suami atau isteri,
tidak pernah terhijab sama sekali, artinya dalam keadaan bagaimanapun
mereka tetap mendapatkan bagian dari harta warisan.
2.
Suami atau
isteri, saudara perempuan
seibu dan saudara
laki-laki seibu tidak pernah
menghijab ahli waris yang lain.
3.
Datuk tidak
mendinding atau menghalangi
saudara seibu bapak
dan saudara saudara sebapak,
baik yang laki-laki
maupun perempuan, sebab datuk dianggap sederajat dengan mereka.
4.
Ahli
waris yang dekat jaraknya kepada
si mayyit mendinding
atau menghalangi ahli waris yang jauh.
5.
Datuk atau
kakek mulai menghijab
dari saudara laki-laki
seibu; artinya kalau datuk
atau kakek masih
ada, maka saudara
seibu, baik laki-laki maupun perempuan
dan anak laki-laki dari saudara
laki-laki dan seterusnya (kecuali
suami) akan terdinding atau terhalang.
6.
Saudara perempuan
seibu sebapak apabila ashobah ma’al
ghair akan mulai mendinding atau
menghalangi semenjak saudara
laki-laki sebapak sampai dengan
laki-laki yang memerdekakan
(terkecuali suami), dan saudara laki-laki seibu
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Hajb atau hijab menurut
bahasa berarti tabir,
dinding, dalam pengertian lainnya secara
hijab juga dapat di artikan al-man’u (larangan) dan as-satr
(menutupi) jadi hajb adalah terhalangnya ahli waris dalam mendapatkan harta
waris yang ditinggal si mayyit karena sebab-sebab tertentu.
Macam – macam hajb yaitu
1.
Hajb dengan sifat
2.
Hajb dengan orang
a.
Hajb nuqshan
Berkurangnya bagian tetap ahli waris
dari yang lebih tinggi ke yang rendah lantaran orang lain. Hajb nuqshan terjadi
pada lima dari ashabul furudh yaitu suami, istri, cucu perempuan dari anak
laki-laki, saudara perempuan sebapak, dan ibu.
b.
Hajb Hirman
Dihalanginya seseorang yang memiliki sebab waris dari bagian warisan seluruhnya, maka orang yang terhalang (mahjub) tidak mewarisi apa-apa karena ada orang yang menghalangi (hajib). Ini berlaku bagi semua ahli waris kecualii orang yang nasabnya sampai ke mayit tanpa perantara, yaitu suami, istri, ibu, ayah, anak laki-laki, dan anak perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal, Muhammad. 2018. “Hijab dalam Kewarisan Prespektif Al-Quran
dan Hadis (analisis perbedaan Fiqh as-sunnah dan KHI)”. Jurnal At-Tafkir,
Vol.11, No. 1 https://journal.iainlangsa.ac.id (diakses pada
tanggal 27 Oktober 2020 pukul 10.20)
As-salafiyah, Aisyah.
2018. Pedoman Praktis Ilmu Mawaris :
Faraidh dan Mawaris. Cet. I. Bogor : Pustaka Amma Alamia.
El-Madani,Tim. 2014. Tatacara Pembagian Waris dan Wakaf. Cet I. Yogyakarta: Medpress
Digital.
Thaha,Muhammad,Abul Ela Khalifah. 2007. Hukum Waris Pembagian Waris Berdasarkan
Syariat Islam. Cet. I. Solo : Tiga Serangkai
Asikin,Nur. 2011. “Hijab dalam Hukum Kewarisan Islam (studi
perbandingan Imam Syafi’I dan Hazairin), 2011, hlm. 25-26 http://journal.uinsyariefkasim.ac.id (diakses pada tanggal 29 Otober 2020 pukul 21.16).
[1] Muhammad Iqbal, “Hijab dalam
Kewarisan Prespektif Al-quran dan Hadis
(analisis terhadap perbedaan Fiqh as-sunnah dan KHI )”, Jurnal At-Tafkir, Vol.
11, No. 1 hlm. 142 https://journal.iainlangsa.ac.id
(diakses pada tanggal 27 Oktober 2020 pukul 10.20)
[2] Nur Asikin, “Hijab dalam Hukum
Kewarisan Islam (studi perbandingan Imam Syafi’I dan Hazairin), 2011, hlm.
25-26 http://journal.uinsyariefkasim.ac.id (diakses pada tanggal 29 Oktober
2020 pukul 21.16)
[3] Aisyah As-salafiyah, Pedoman
Praktis Ilmu Mawaris : Faraidh dan Mawaris, (Bogor : Pustaka Amma Alamia,2018),
hlm 89-91
[4] Tim El-Madani, Tatacara Pembagian
Waris dan Wakaf, (Yogyakarta: Medpress Digital, 2014), hlm 60
[5] Muhammad Thaha Abul Ela Khalifah,
Hukum Waris Pembagian Waris Berdasarkan Syariat Islam (Solo : Tiga Serangkai,
2007) hlm 471-475