Makalah Macam-macam Ahli Waris

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan, dan merupakan bagian dari hukum keluarga. Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia  pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamai kematian. Akibat hukum selanjutnya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang , diatur oleh hukum waris.

Dalam rangka memahami kaidah-kaidah serta seluk beluk hukum waris, terlebih dahulu harus difahami beberapa istilah yang lazim dijumpai dan dikenal. Istilah-istilah tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengertian hukum waris itu sendiri, antara lain adalah waris (Istilah ini berarti orang yang berhak menerima pusaka (peninggalan) orang yang telah meninggal dunia), warisan (berarti harta peninggalan, pusaka, dan surat wasiat), pewaris (adalah orang yang memberi pusaka, yakni orang yang meninggal dunia dan meninggalkan sejumlah kekayaan, pusaka maupun surat wasiat), sedangkan ahli waris merupakan salah satu syarat untuk seseorang yang dikatakan sebagai pewaris. Hal ini didasarkan karena proses waris-mewarisi dapat terjadi apabila ada yang meneriama warisan. Tanpa ada ahli waris, maka harta peninggalan pewaris tidak dapat didistribusikan karena ahli warislah yang akan menerima harta peninggalan tersebut.

Dengan demikian dapat difahami bahwa untuk mengetahui seluruh masalah waris, banyak istilah yang harus difahami sedetail mungkin. Tetapi untuk kali ini penulis lebih memfokuskan pembahasan kepada satu istilah saja, yaitu mengenai macam-macam ahli waris, jalur kekerabatan dalam kewarisan.

 

 

B. Rumusan Masalah   

1.      Bagaimana macam-macam ahli waris?

2.      Bagiamana jalur kekerabatan dalam kewarisan?

C.    Tujuan

1.      Untuk memahami mcam-macam ahli waris

2.      Untuk memahami jalur kekerabatan dalam kewarisan

             

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Macam-Macam Ahli Waris

Ahli waris dalam bahasa arab di kenal dengan al-warith, yaitu orang yang berhak menerima harta warisan yang ditinggalkan oleh seseorang yang mneingal dunia.[1] Ahli waris adalah orang-orang yang akan menerima hak pemilikan harta (tirkah) peninggalan pewaris. Pada diri pewaris harus didasari oleh adanya kematian. Sedangkan pada diri ahli waris sebaliknya yaitu benar-benar hidup disaat kematian pewaris. Pasal 171 huruf c dirumuskan  sebagai berikut : Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Pasal 171 huruf c dijelaskan pada kalimat

“orang yang pada saat meninggal dunia”, kalimat ini jelas memberikan pemahaman bahwa kematian harus terjadi pada diri pewaris. Sedangkan benarbenar hidupnya ahli waris disaat kematian pewaris, secara tersurat tidak dapat dipahami pada pasal 171 huruf c tersebut. Yang dapat dipahami segera secara tersurat tersebut pada pasal 171 huruf c terebut, adalah sebab-sebab dan syaratsyarat waris-mewarisi.[2]

Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa seseorang yang termasuk dalam daftar ahli waris karena adanya hubungan pernikahan, dan hubungan kekerabatan. Adanya faktor hubungan kekerabatan tersebut belum cukup menjadikanseseorang berhak mnerima warisan jika belum terpenuhi syarat-syarat menjadi ahli waris.  Syarat-syarat tersebut adalah :

1.      Ahli waris tersebut dalam keadaan hidup saat kematian pewaris.

2.      Tidak dalam kondisi terhalang untuk menerima warisan

3.      Tidak tertutup (mahjub) kedudukannya oleh ahli waris lain yang lebih dekat

Untuk penjelasan yang lebih rinci mengenai ahli waris pada bagian ini akan dikelompokkan beberapa macam ahli waris dari berbagai sudut pandang, agar mempermudah dalam memahami dan mengingatnya. Secara garis besar akan dikelompokkan berdasarkan segi sebab menjadi ahli waris, segi jenis, dan segi perolehan bagian.[3]

1. Jika dilihat dari segi sebab-sebab seseorag dapat saling warismewarisi, maka ahli waris menurut islam dapat digolongkan menjadi:

a) Ahli waris sababiyah

Sesuai dengan namanya, ahli waris sababiyah adalah para ahli waris yang kewarisannya didapat karena ada sebab-sebab tertentu yang sesuai dengan ketentuan syariat. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang menyebab kan seseorang saling mewarisi adalah karena adanya perkawinan yang sah.[4] Oleh karena itu ahli waris sababiyah adalah ahli waris yang berhak memperoleh bagian dari harta warisan disebabkan terjadinya hubungan perkawinan dengan orang yang meninggal dunia. Hubungan perkawinan terjadi karena adanya suatu akad yang menjadikan seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri. Jadi yang termasuk ahli waris sababiyah adalah suami dan isteri. Jika salah seorang diantara mereka meninggal dunia, masing-masing diantara mereka dapat saling mewarisi.[5]

Oleh sebab itu ahli waris sababiyah itu tidak terlalu banyak, yaitu :

      Ahli waris sebab perkawinan, terdiri dari suami atau istri saja. 

      Ahli waris sebab memerdekakan hamba sahaya, yaitu tuan (laki-laki atau perempuan)

      Dan menurut madzhab Hanafiah, adalah ahli waris yang menerima warisan yang disebabkan adanya perjanjian dan tolong menolong antara dua belah pihak. Seorang ahli waris sababiyah harus memiliki bukti-bukti tertulis sebagai suami isteri yang sah menurut agama dan hukum yang berlaku setempat agar dapat menerima bagia, karena jika tidak, dapat gugur haknya untuk menjadi bagian ahli waris dari salah satu pihak.[6]

Suami istri apat saling mewarisi apabila perkawinan mereka memenuhi syarat-syarat, yaitu :

      Perkawinan mereka sah menurut syara’, akad perkawinan tersebut terpenuhi rukun-rukun dan syaratsyaratnya. Jika perkawinan mereka dinyatakan batal atau fasid, maka mereka tidak dapat saling mewarisi, sebab perkawinan yang fasid tidak sah menurut syara’.

      Hubungan perkawinan mereka masih berlangsung.7

Begitu juga dengan ahli waris yang disebabkan oleh terjadinya kemerdekaan hamba atau perjanjian dan tolong menolong, tentunya sangat dibutuhkan bukti-bukti hukum dalam bentuk tertulis bahwa telah terjadi perbuatan hukum diantara kedua belah pihak, sehingga untuk memutuskan perolehannya tidak terlalu rumit.[7]

b) Ahli waris nasabiyah

Ahli Waris Nasabiyah adalah ahli waris yang berhak memperoleh bagian harta warisan karena ada hubungan nasab ( keturunan ) dengan orang yang meninggal dunia. Dilihat dari arah hubungan nasab, ada garis kebawah, keatas dan kesamping.9 Ahli waris nasabiyah semuanya berjumlah 20 orang jika diperinci baik dari kelompok laki-laki maupun kelompok perempuan.[8] Agar lebih mudah memahami maka ahli waris nasabiyah terbagi kepada tiga macam, yaitu :

      Furu’ al-Mayit, yaitu anak keturunan dari orang yang meninggal (pewaris). Hubungan nasab antara si pewaris dengan anak keturunannya disebut hubungan nasab menurut garis lurus kebawah, maka yang termasuk furu’ almayit  adalah  Anak laki-laki dan anak perempuan, Cucu laki-laki dari keturunan laki-laki, atau anak laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya sampai kebawah tanpa diselingi oleh anak perempuan, dan cucu perempuan dari keturunan laki-laki, atau anak perempuan dari anak laki-laki.

      Ushul al-Mayit. Yaitu orang-orang yang menyebabkan adanya atau lahirnya orang yang meninggal dunia (sipewaris), atau orang-orang yang menurunkan orang yang meninggal dunia. Hubungan nasab ini menurut garis keturunan lurus keatas. Ahli warisnya adalah Ayah dan Ibu, Kakek shahih (datuk), Yaitu ayah dari ayah, ayah dari ayah dari ayah seterusnya sampai keatas dengan tidak diselingi oleh perempuan. Bila diselingi dengan perempuan maka ahli waris ini disebut kakek ghairu shahih, dan nenek Shahihah, nenek yang dalam hubungan nasabnya tidak diselingi oleh kakek.Sedangkan nenek yang dalam hubungan nasabnya diselingi oleh kakek ghairu shahih, disebut nenek ghairu shahih.

      Al-Hawasyi ( keluarga menyamping ).

§  Sa` `udara laki-laki sekandung,  

§  Saudara perempuan sekandung,  

§  Saudara laki-laki seayah,  

§  Saudara perempuan seayah

§  Saudara laki-laki seibu

§  Saudara perempuan seibu

§  Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung dan anak laki-laki seterusnya sampai kebawah, tanpa diselingi oleh anak perempuannya,

§  Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan anak laki-laki seterusnya sampai kebawah, tanpa diseling oleh anak perempuannya,   

§  Paman sekandung, yaitu saudara laki-laki ayah dan anak laki-laki kakek shahih yang sekandung sampai keatas

§  Paman seayah, saudara laki-laki dari ayah atau saudara laki-laki kakek shahih yang seayah betapapun jauhnya keatas

§  Anak laki-laki dari paman sekandung dan anak laki-laki keturunannya seterusnya sampai kebawah, tanpa diselingi oleh anak perempuan.  

§  Anak laki-laki dari paman seayah, dan anak laki-laki keturunannya sampai betapapun jauhnya lebawah, tanpa diselingi anak perempuan[9]

Urutan pada nomor daftar ahli waris nasabiyah diatas menandakan jauh dekatnya hubungan kekerabatan ahli waris terhadap si mayit. 

Jika kedua kelompok ahli waris nasabiyah dan sababiyah di gabungkan berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, maka akan terkumpul sejumlah 25 ahli waris dengan perincian 15 ahli waris laki-laki dan 10 ahli waris perempuan. Oleh karena itu masing-masing kelompok ahli waris nasabiyah dan sababiyah harus diperhatikan jauh dekatnya ahli waris dengan al marhum, maka jika 15 ahli waris laki-laki berkumpul dan semua ada tanpa kehadiran ahli waris perempuan, yang mendapatkan bagian hanyalah 3 orang saja, yaitu bapak, ank laki-laki, dan suami. 

Jika 10 ahli waris perempuan berkumpul dan semuanya ada tanpa dicampuro ahli waris laki-laki, maka yang mendapatkan bagian harta hanyalah 5 ahli waris saja, yaitu anak perempuan, cucu perempuan garis laki-laki, ibu, saudara perempuan kandung, dan istri.

Jika 25 ahli waris laki-laki dan perempuan berkumpul dan semuanya ada, maka yang mendapatkan bagian hanyalah 5 orang ahli waris saja, mereka adalah, anak laki-laki, anak perempuan, bapak, ibu dan suami/istri. 

Bergugurnya para ahli waris dan hak menerima bagian harta waris jika semuanya berkumpul dalam satu keluarga tidak lain karena keadilan hukum kewarisan islam yang lebih mengutamakan kerabat yang lebih dekat daripada yang lain, disamping juga melihat masa depan ahli waris dimana mereka yang masa depannya masih panjanglah yang diutamakan.[10]

2. Macam-macam ahli waris dari segi jenis kelamin maka terbagi menjadi 2 yaitu:

a) Ahli waris laki-laki

Jika dikelompokan ahli waris yang laki-laki saja, maka mereka tersebut berjumlah 15 macam, yaitu  :

        Ayah

        Kakek, yaitu ayah dari ayah sekalipun yang teratas,seperti ayah dari ayah dari ayah

        Anak laki-laki, 

        Cucu laki-laki, yaitu anak laki-laki dari anak laki-laki sekalipun yang terbawah, seperti anak laki-laki dari anak laki-laki dari anak laki-laki,

        Saudara laki-laki sekandung

        Saudara laki-laki seayah, 

        Saudara laki-laki seibu

        Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung sekalipun yang terjauh, seperti anak laki-laki dari anak laki-laki dari saudara lakilaki sekandung

        Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah sekalipun yang terjauh, seperti anak laki-laki dari anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah

        Paman kandung, yaitu saudara laki-laki yang kandung oleh ayah, sekalipun yang teratas, seperti paman dari ayah, 

        Paman seayah, yaitu saudara laki-laki yang  seayah oleh ayah, sekalipun yang teratas, seperti paman seayah oleh ayah

        Anak laki-laki dari paman yang kandung sekalipun yang terbawah, seperti anak laki-laki dari anak laki-laki dari paman kandung, 

        Anak laki-laki dari paman

        Suami

        Tuan laki-laki (penghulu) yang telah memerdekakan simayat dari kebudakannya. Tapi dizaman sekarang ini tidak ada lagi budak, berarti juga tidak ada lagi orang yang memerdekakan budak

b) Ahli waris perempuan

Jika dikelompokan ahli waris yang perempuan saja, maka mereka tersebut berjumlah 10 macam yaitu :

        Ibu, 

        Nenek yaitu ibu dari ibu, sekalipun yang teratas, yaitu ibu dari ibu dari ibu

        Nenek yang lain, yaitu ibu dari ayah, sekalipun yang teratas, seperti ibu dari ayah dari ayah

        Anak perempuan

        Anak perempuan dari anak laki-laki sekalipun yang terbawah, seperti anak perempuan dari anak laki-laki dari anak laki-laki

        Saudara perempuan yang kandung

        Saudara perempuan seayah

        Saudara perempuan yang seibu

        Isteri, sekalipun isteri tersebut masih dalam iddah yang boleh dirujuki

        Penghulu perempuan yang memerdekakan simayat dari kebudakannya. Tapi dizaman sekarang ini tidak ada lagi budak, berarti tidak ada lagi orang yang memerdekakan budak[11]

 

3. Ahli waris dari segi perolehan bagian atau kadar perolehan harta 

a.       Ahli waris penerima bagian tertentu dan hak-haknya (dhaw al furud)

Ahli waris kelompok ini adalah ahli waris yang berhak mendapatkan bagian-bagian yang sudah ditentukan (furudh al muqaddarah). Karena itu sebelum merinci semua daftar  ahli waris yang masuk kategori kelompok ini perlu dijabarkan terlebih dahulu furudh al muqaddarah yang berasal dari dua kata yaitu al-furud kata jama’ dari lafadzh fard dan kata muqaddarah yang kemudia dua kata itu di gabung dalam susunan kalimat sifat menyifati, dengan makna bagian-bagian yang sudah ditentukan sesuai kitab Allah dan rosulnya.

Bagian-bagian tersebut ada 6 macam yaitu :

§  Bagian setengah (al nisf)

§  Bagian sepertiga (al thuluth)

§  Bagian seperempat (al rub’u)

§  Bagian seperenam (al sudus)

§  Bagian seperdelapan (thumun)

§  Bagian duapertiga (thuluthani)

Posisi ahli waris kelompok ini rata-rata ditempati oleh kalangan ahli waris perempuan, meskipun ada juga yang sebagian yang laki-laki. Agar lebih sistematis mengenai siapa saja ahli waris yang termasuk kelompok dhaw al furud akan diperinci sesuai dengan bagian-bagian yang sudah ditentukan, yaitu :

§  Para ahli waris peneriman setengah 

1)      Anak perempuan jika seseorang 

2)      Cucu perempuan garis laki-laki jika seorang dan tidakbersam anak perempuan

3)      Suami jika tidak ada anak

4)      Saudara perempuan sekandung jika seorang

5)      Saudara perempuan sebapak jika seorang

§  Para ahli waris penerima sepertiga 

1)      Ibu, jika pewaris tidak punya anak/cucu, tidak bersama 2 atau lebih saudara laki-laki dan perempuan

2)      Saudara-saudara seibu laki-laki dan perempuan ata kedua-duanya

3)      Kakek jika bersma seorang saudara atau lebih

§  Para ahli waris penerima seperempat

1)          Suami jika ada anak

2)          Istri jika tidak ada anak atau cucu

§   Para ahli waris penerima seperenam

1)      Bapak jika ada anak atau cucu garis laki-laki

2)      Kakek jika ada anak atau cucu garis laki-laki

3)      Ibu jika ada anak atau 2 saudara lakilaki/perempuan atau lebih

4)      Nenek garis ibu

5)      Nenek garis bapak

6)      Cucu perempuan jika bersama anak perempuan

7)      Saudara perempuan sebapak jika besama saudara perempuan sekandung

§  Para ahli waris penerima bagian seperdelapan 

Ahli waris penerima bagian sperdelapan ada seorang ahlli waris saja, yaitu istri yang ditinggal mati suaminya dan meninggalkan anak atau cucu dan seterusnya kebawah. Bagian seperdelapan untuk istri tersebut berlaku bagi seorang istri atau beberapa istri mulai 2 sampai 4 istri, bagiannya tetap seperdelapan lalu dibagi smeua sama rata sesuai jumlah istrinya. Dalam syarat si istri masih dalam tanggungan si mayit, atau setidaknya msih dalam masa iddah untuk talak raji’

§  Para ahli waris penerima bagian duapertirga

1)      Dua anak perempuan atau lebih jika tidakbersama anak laki-laki

2)      Dua orang atau lebih cucu perempuan garis lakilaki jika tidak bersama dengan cucu Laki-laki garis laki-laki

3)      Dua saudara perempuan sebapak atau lebih jika tidak bersama saudara laki-laki sebapak. 

 

b.      Ahli waris penerima sisa (dhaw al-‘asabah) dan hak-haknya

Urutan pembagiannya dalah setelah hartadibagi kepada ahli waris penerima bagian tertentu dan masih ada sisa harta, maka sisa harta tersebut merupakan hak ahli waris penerima sisa.

dhaw al-‘asabah disini adalah dhaw al-‘asabah nasabiyah yang merupakan kerabat tedekat pewaris dari kalangan laki-laki dan beberapa dari perempuan yang ditengahi antara mereka dengan si mayit oleh perempuan misalnya, anak laki-laki, cucu lakilaki garis laki-laki, bapak, kakek garis bapak, saudara laki-laki kandung dan keturunannya yang laki-laki, saudara laki-laki sebapak, paman sekandung dan keturunan yang laki-laki, dsb.

Ahli waris dhaw al-‘asabah dibagi menjadi 3 macam yang dilihat dari siis kedudukannya yaitu :

§  Asabah bi al-nafs 

Adalah ahli waris yang mendapatkan bagian sisa karena dirinya sendiri dan kedudukannya memmang asli sebagai penerima sisa. Artinya mereka menerima bagian siisa tidak karena ahli waris lain. Mereka semuanya ahli waris kerabat laki-laki yang tidak dicelahi oleh perempuan. Para ahli waris penerima bagian sisa yang asli tersebut adalah 

1)      Anak laki-laki, baik seorag atau lebih

2)      Cucu laki-laki keturunan anak laki-laki 

3)      Bapak, berhak menerima jika tidak ada cucu laki-laki dan anak.

4)      Kakek

5)      Saudara laki-laki sekandung

6)      Saudara laki-laki sebapak 

7)      Anak laki-laki saudara lai-laki sekandung

(ponakan asli)

8)      Anak laki-laki saudara lai-laki sebapak (ponakan sebapak)

9)      Paman kandung garis bapak

10)  Paman sebapak

11)  Anak laki-laki sekandung

12)  Anak laki-laki paman sebapak

§  Asabah bi al-ghair

Adalah para ahli waris perempuan yang berhak menerima bagian tertentu disebbakna bersama denga mereka ahli waris yang sederajat dari kalangan laki-laki penerima bagian sisa dengan kata lain, ahli waris ini mneerima bagian sisa disebabkan ahli waris lain. Unutk menerapkan Asabah bi al-ghair dibutuhkan 2 syarat yaitu pertama para ahli waris perempuan adalah berasal dari peneriman bagian tertentu, jika tidak maka tidak berlaku. Kedua harus ahli waris yang sederajat dan sama-sama kuat kekrabatannya. Adapaun ahli waris penerima Asabah bi al-ghair dapat dirinci sbegai berikut: 1) Anak peremppuan jika bersama anak lkai-laki

2)      Cucu perempuan garis lkai-laki jika bersama dnegan cuuc laki-laki garis laki-laki

3)      Saudara permepuan sekandung jika bersama dengan saudara laki-laki seknadung

4)      Saudara perempuan sebapak jika bersama dnegan saudara laki-laki sebapak

§  Asabah ma’a al-ghair

Adalah penerima bagian sisa yang disebabkan ahli waris lain yang bukan penerima bagian sisa. Artinya ahli waris yang mneyebabkan mereka menerima sisa tetap menerima bagian furud. Ahli awaris inihanya terdiri dari saudara perempuan sekandung atau sebapak ketika salah satu mereka mewarisi bersama anak perempuan dan cucu perempuan garis laki-laki. Ketika terjadi hal seperti ini maka saudara perempuan sekandung atau sebapak harus menerima bagian sisa sementara anak perempuan tetap mendapat bagian tertentu. 

c.       Ahli waris dhaw al-arham dan hak-haknya

Setiap orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan seornag yang meninggal dan tidak termasuk dalam dua kelompok ahli waris sebelumnya yaitu furud dan asabah berarti mereka termasuk kedalam kelompok ahli waris dhaw alarham. Kerabat yang berpeluang menjadi ahli waris dhaw alarham adalah :

§ Kelompok keturunan pewaris

1)      Cucu garis keturunan perempuan dan seerusnya kenbawah, baik laki-laki maupun perempuan, seperti cucu laki-laki dari anak perempuan, cucu perempuan garis perempuan, dan ciccit laki-laki garis perempuan

2)      Anak laki/perempuan dari cucu perempuan garis laki-laki dan seterusnya.

§  Kelompok leluhur pewaris

Kelompok orang tua pewaris dari garis perempuan

§  Kelompok keturunan saudara-saudara pewaris 

§  Kelompok keturunan paman pewaris.[12]

B. Jalur Kekerabatan Dalam Kewarisan

sistem kekerabtan dalam masyarakat dapat dilihat dengan sistem

keturunan, hal ini berasal dari sisem perkainan sebagai pembentuknya.

Kekerabtan atau kelompok keturunan adalah satuan sosial yang diakui oleh masyarakat sedemikian rupa sehingga garis keturunan dari seorang leluhur tertentu baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang ada dalam mitologi, menjadi kriteria keanggotaan. Dalam masyarakat kekerabatan dibagi menjadi 3 macam yaitu, sebagai berikut :

1)      Keturunan (kekerabtan) bilateral dan parental, yaitu keturunan yang keanggotananya di tetapkan melalui berdasarkan garis ibu atau garis ayah saja.

2)      Keturunan (kekrabatan) patrilineal, garis keturunan yang ditelusuri secara eksekutif melalui garis laki-alki untuk menentukan keanggotaannya. 

3)      Keturunan (kekerabatan) matrilineal, garis keturunan yang ditelusuri secara ekseklusif melaui garis keturunan perempuan untuk menentukan keanggotannya.[13]

Jalur kekerabatan dalam kewarisan sebenanya telah di jelaskan lebih terperinci pada makalah ini di bagian ahli waris yang di kelompokkan berdasarkan sebabnya yaitu ahli waris nasabiyah dan sababiyah.

 

             

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1.      Ahli waris dalam bahasa arab di kenal dengan al-warith, yaitu orang yang berhak menerima harta warisan yang ditinggalkan oleh seseorang yang mneingal dunia

2.      Secara garis besar ahli waris di kelompokkan berdasarkan segi sebab menjadi ahli waris, segi jenis, dan segi perolehan bagian.

3.      Jika dilihat dari segi sebab-sebab seseorag dapat saling warismewarisi, maka ahli waris menurut islam dapat digolongkan menjadi : nasabiyah dan sababiyah

4.      ahli waris sababiyah adalah para ahli waris yang kewarisannya didapat karena ada sebab-sebab tertentu yang sesuai dengan ketentuan syariat. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang menyebab kan seseorang saling mewarisi adalah karena adanya perkawinan yang sah.

5.      Ahli waris sababiyah adalah Ahli waris sebab perkawinan, terdiri dari suami atau istri saja, Ahli waris sebab memerdekakan hamba sahaya, yaitu tuan (laki-laki atau perempuan), Dan menurut madzhab Hanafiah, adalah ahli waris yang menerima warisan yang disebabkan adanya perjanjian dan tolong menolong antara dua belah pihak.

6.      Ahli Waris Nasabiyah adalah ahli waris yang berhak memperoleh bagian harta warisan karena ada hubungan nasab ( keturunan ) dengan orang yang meninggal dunia. Dilihat dari arah hubungan nasab, ada garis kebawah, keatas dan kesamping.

7.      Macam-macam ahli waris dari segi jenis kelamin maka terbagi menjadi 2 yaitu laki-laki dan perempuan.

8.      Ahli waris dari segi perolehan bagian atau kadar perolehan harta terbagi menjadi 3 yaitu Ahli waris penerima bagian tertentu dan hak-haknya (dhaw al furud), Ahli waris penerima sisa (dhaw al-‘asabah) dan hak-haknya, Ahli waris dhaw alarham dan hak-haknya

9.      Dalam masyarakat kekerabatan dibagi menjadi 3 macam yaitu, Keturunan (kekerabtan) bilateral dan parental, Keturunan (kekrabatan) patrilineal, dan Keturunan (kekerabatan) matrilineal

 

DAFTAR PUSTAKA

Nawawi Maimun.2016. pengantar hukum kewarisan Islam. Surabaya:Pustaka Radja.

Fathur Rahman. 1994. Ilmu Waris. Bandung: Al-Ma’arif.

Muslich Maruzi. 1981. Pokok-Pokok Ilmu Waris. Semarang: Mujahidun.

Firdaweri.  2015. ‘’konsep ahli waris menurut islam dan adat’’. Lampung. UIN Raden Intan. Vol. 7. 


[1] Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.118

[2] Fathur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung, Al-Ma’arif,1994), Hal. 80

[3] Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.118

 

[4] Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.122

 

[5] Firdaweri, 2015, konsep ahli waris menurut islam dan adat, Vol. 7, Hal. 3,  Lampung, UIN Raden Intan

[6] Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.122 7 Firdaweri, 2015, konsep ahli waris menurut islam dan adat, Vol. 7, Hal. 3,  Lampung, UIN Raden Intan

[7] Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.123 9 Firdaweri, 2015, konsep ahli waris menurut islam dan adat, Vol. 7, Hal. 3,  Lampung, UIN Raden Intan

[8] Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.119

[9] Firdaweri, 2015, konsep ahli waris menurut islam dan adat, Vol. 7, Hal. 5-6,  Lampung, UIN Raden Intan

[10] Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.124-125

[11] Muslich Maruzi, Pokok-Pokok Ilmu Waris, (Semarang ,Mujahidun, 1981 ), hal. 24

[12] Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.125-144

[13] Ibid, halaman, 107, lihat Al-Yasa’ op.Cit. halaman 16-17

Lebih baru Lebih lama