BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum waris merupakan salah satu bagian
dari hukum perdata secara keseluruhan, dan merupakan bagian dari hukum
keluarga. Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan
manusia, sebab setiap manusia pasti akan
mengalami peristiwa hukum yang dinamai kematian. Akibat hukum selanjutnya ialah
masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
seseorang yang meninggal dunia. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban
sebagai akibat meninggalnya seseorang , diatur oleh hukum waris.
Dalam rangka memahami kaidah-kaidah
serta seluk beluk hukum waris, terlebih dahulu harus difahami beberapa istilah
yang lazim dijumpai dan dikenal. Istilah-istilah tersebut merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pengertian hukum waris itu sendiri, antara lain adalah
waris (Istilah ini berarti orang yang berhak menerima pusaka (peninggalan)
orang yang telah meninggal dunia), warisan (berarti harta peninggalan, pusaka,
dan surat wasiat), pewaris (adalah orang yang memberi pusaka, yakni orang yang
meninggal dunia dan meninggalkan sejumlah kekayaan, pusaka maupun surat
wasiat), sedangkan ahli waris merupakan salah satu syarat untuk seseorang yang
dikatakan sebagai pewaris. Hal ini didasarkan karena proses waris-mewarisi
dapat terjadi apabila ada yang meneriama warisan. Tanpa ada ahli waris, maka
harta peninggalan pewaris tidak dapat didistribusikan karena ahli warislah yang
akan menerima harta peninggalan tersebut.
Dengan demikian dapat difahami bahwa
untuk mengetahui seluruh masalah waris, banyak istilah yang harus difahami
sedetail mungkin. Tetapi untuk kali ini penulis lebih memfokuskan pembahasan
kepada satu istilah saja, yaitu mengenai macam-macam ahli waris, jalur
kekerabatan dalam kewarisan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
macam-macam ahli waris?
2. Bagiamana
jalur kekerabatan dalam kewarisan?
C.
Tujuan
1. Untuk
memahami mcam-macam ahli waris
2. Untuk
memahami jalur kekerabatan dalam kewarisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Macam-Macam Ahli Waris
Ahli waris dalam bahasa arab di kenal
dengan al-warith, yaitu orang yang berhak menerima harta warisan yang
ditinggalkan oleh seseorang yang mneingal dunia.[1]
Ahli waris adalah orang-orang yang akan menerima hak pemilikan harta (tirkah)
peninggalan pewaris. Pada diri pewaris harus didasari oleh adanya kematian.
Sedangkan pada diri ahli waris sebaliknya yaitu benar-benar hidup disaat
kematian pewaris. Pasal 171 huruf c dirumuskan
sebagai berikut : Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia
mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama
Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Pasal 171
huruf c dijelaskan pada kalimat
“orang yang pada saat meninggal dunia”, kalimat ini jelas
memberikan pemahaman bahwa kematian harus terjadi pada diri pewaris. Sedangkan
benarbenar hidupnya ahli waris disaat kematian pewaris, secara tersurat tidak
dapat dipahami pada pasal 171 huruf c tersebut. Yang dapat dipahami segera
secara tersurat tersebut pada pasal 171 huruf c terebut, adalah sebab-sebab dan
syaratsyarat waris-mewarisi.[2]
Seperti yang telah dijelaskan diatas,
bahwa seseorang yang termasuk dalam daftar ahli waris karena adanya hubungan
pernikahan, dan hubungan kekerabatan. Adanya faktor hubungan kekerabatan tersebut
belum cukup menjadikanseseorang berhak mnerima warisan jika belum terpenuhi
syarat-syarat menjadi ahli waris.
Syarat-syarat tersebut adalah :
1. Ahli
waris tersebut dalam keadaan hidup saat kematian pewaris.
2. Tidak
dalam kondisi terhalang untuk menerima warisan
3. Tidak
tertutup (mahjub) kedudukannya oleh
ahli waris lain yang lebih dekat
Untuk penjelasan yang lebih rinci
mengenai ahli waris pada bagian ini akan dikelompokkan beberapa macam ahli
waris dari berbagai sudut pandang, agar mempermudah dalam memahami dan
mengingatnya. Secara garis besar akan dikelompokkan berdasarkan segi sebab
menjadi ahli waris, segi jenis, dan segi perolehan bagian.[3]
1. Jika dilihat dari segi sebab-sebab
seseorag dapat saling warismewarisi, maka ahli waris menurut islam dapat
digolongkan menjadi:
a) Ahli waris sababiyah
Sesuai dengan namanya, ahli waris sababiyah adalah para ahli waris yang kewarisannya didapat karena
ada sebab-sebab tertentu yang sesuai dengan ketentuan syariat. Sebagaimana
diketahui bahwa salah satu yang menyebab kan seseorang saling mewarisi adalah
karena adanya perkawinan yang sah.[4]
Oleh karena itu ahli waris sababiyah adalah ahli waris yang berhak memperoleh
bagian dari harta warisan disebabkan terjadinya hubungan perkawinan dengan
orang yang meninggal dunia. Hubungan perkawinan terjadi karena adanya suatu
akad yang menjadikan seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami
isteri. Jadi yang termasuk ahli waris sababiyah adalah suami dan isteri. Jika
salah seorang diantara mereka meninggal dunia, masing-masing diantara mereka
dapat saling mewarisi.[5]
Oleh sebab itu ahli waris sababiyah itu tidak terlalu banyak, yaitu :
• Ahli
waris sebab perkawinan, terdiri dari suami atau istri saja.
• Ahli
waris sebab memerdekakan hamba sahaya, yaitu tuan (laki-laki atau perempuan)
• Dan
menurut madzhab Hanafiah, adalah ahli waris yang menerima warisan yang
disebabkan adanya perjanjian dan tolong menolong antara dua belah pihak.
Seorang ahli waris sababiyah harus
memiliki bukti-bukti tertulis sebagai suami isteri yang sah menurut agama dan
hukum yang berlaku setempat agar dapat menerima bagia, karena jika tidak, dapat
gugur haknya untuk menjadi bagian ahli waris dari salah satu pihak.[6]
Suami istri apat saling mewarisi apabila perkawinan mereka
memenuhi syarat-syarat, yaitu :
• Perkawinan
mereka sah menurut syara’, akad perkawinan tersebut terpenuhi rukun-rukun dan
syaratsyaratnya. Jika perkawinan mereka dinyatakan batal atau fasid, maka
mereka tidak dapat saling mewarisi, sebab perkawinan yang fasid tidak sah
menurut syara’.
• Hubungan
perkawinan mereka masih berlangsung.7
Begitu juga dengan ahli waris yang disebabkan oleh
terjadinya kemerdekaan hamba atau perjanjian dan tolong menolong, tentunya
sangat dibutuhkan bukti-bukti hukum dalam bentuk tertulis bahwa telah terjadi
perbuatan hukum diantara kedua belah pihak, sehingga untuk memutuskan
perolehannya tidak terlalu rumit.[7]
b) Ahli waris nasabiyah
Ahli Waris Nasabiyah adalah ahli waris yang berhak memperoleh
bagian harta warisan karena ada hubungan nasab ( keturunan ) dengan orang yang
meninggal dunia. Dilihat dari arah hubungan nasab, ada garis kebawah, keatas
dan kesamping.9 Ahli waris nasabiyah semuanya berjumlah 20 orang
jika diperinci baik dari kelompok laki-laki maupun kelompok perempuan.[8]
Agar lebih mudah memahami maka ahli waris nasabiyah terbagi kepada tiga macam,
yaitu :
• Furu’
al-Mayit, yaitu anak keturunan dari orang yang meninggal (pewaris). Hubungan
nasab antara si pewaris dengan anak keturunannya disebut hubungan nasab menurut
garis lurus kebawah, maka yang termasuk furu’ almayit adalah
Anak laki-laki dan anak perempuan, Cucu laki-laki dari keturunan
laki-laki, atau anak laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya sampai
kebawah tanpa diselingi oleh anak perempuan, dan cucu perempuan dari keturunan
laki-laki, atau anak perempuan dari anak laki-laki.
• Ushul
al-Mayit. Yaitu orang-orang yang menyebabkan adanya atau lahirnya orang yang
meninggal dunia (sipewaris), atau orang-orang yang menurunkan orang yang
meninggal dunia. Hubungan nasab ini menurut garis keturunan lurus keatas. Ahli
warisnya adalah Ayah dan Ibu, Kakek shahih (datuk), Yaitu ayah dari ayah, ayah
dari ayah dari ayah seterusnya sampai keatas dengan tidak diselingi oleh
perempuan. Bila diselingi dengan perempuan maka ahli waris ini disebut kakek
ghairu shahih, dan nenek Shahihah, nenek yang dalam hubungan nasabnya tidak
diselingi oleh kakek.Sedangkan nenek yang dalam hubungan nasabnya diselingi
oleh kakek ghairu shahih, disebut nenek ghairu shahih.
• Al-Hawasyi
( keluarga menyamping ).
§ Sa`
`udara laki-laki sekandung,
§ Saudara
perempuan sekandung,
§ Saudara
laki-laki seayah,
§ Saudara
perempuan seayah
§ Saudara
laki-laki seibu
§ Saudara
perempuan seibu
§ Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung dan anak laki-laki seterusnya sampai
kebawah, tanpa diselingi oleh anak perempuannya,
§ Anak
laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan anak laki-laki seterusnya sampai
kebawah, tanpa diseling oleh anak perempuannya,
§ Paman
sekandung, yaitu saudara laki-laki ayah dan anak laki-laki kakek shahih yang
sekandung sampai keatas
§ Paman
seayah, saudara laki-laki dari ayah atau saudara laki-laki kakek shahih yang
seayah betapapun jauhnya keatas
§ Anak
laki-laki dari paman sekandung dan anak laki-laki keturunannya seterusnya
sampai kebawah, tanpa diselingi oleh anak perempuan.
§ Anak
laki-laki dari paman seayah, dan anak laki-laki keturunannya sampai betapapun
jauhnya lebawah, tanpa diselingi anak perempuan[9]
Urutan pada nomor daftar ahli waris nasabiyah diatas
menandakan jauh dekatnya hubungan kekerabatan ahli waris terhadap si
mayit.
Jika kedua kelompok ahli waris nasabiyah dan sababiyah di
gabungkan berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, maka akan
terkumpul sejumlah 25 ahli waris dengan perincian 15 ahli waris laki-laki dan
10 ahli waris perempuan. Oleh karena itu masing-masing kelompok ahli waris
nasabiyah dan sababiyah harus diperhatikan jauh dekatnya ahli waris dengan al
marhum, maka jika 15 ahli waris laki-laki berkumpul dan semua ada tanpa
kehadiran ahli waris perempuan, yang mendapatkan bagian hanyalah 3 orang saja,
yaitu bapak, ank laki-laki, dan suami.
Jika 10 ahli waris perempuan berkumpul dan semuanya ada
tanpa dicampuro ahli waris laki-laki, maka yang mendapatkan bagian harta
hanyalah 5 ahli waris saja, yaitu anak perempuan, cucu perempuan garis
laki-laki, ibu, saudara perempuan kandung, dan istri.
Jika 25 ahli waris laki-laki dan perempuan berkumpul dan
semuanya ada, maka yang mendapatkan bagian hanyalah 5 orang ahli waris saja,
mereka adalah, anak laki-laki, anak perempuan, bapak, ibu dan suami/istri.
Bergugurnya para ahli waris dan hak menerima bagian harta
waris jika semuanya berkumpul dalam satu keluarga tidak lain karena keadilan
hukum kewarisan islam yang lebih mengutamakan kerabat yang lebih dekat daripada
yang lain, disamping juga melihat masa depan ahli waris dimana mereka yang masa
depannya masih panjanglah yang diutamakan.[10]
2. Macam-macam ahli waris dari segi jenis
kelamin maka terbagi menjadi 2 yaitu:
a) Ahli waris laki-laki
Jika dikelompokan ahli waris yang laki-laki saja, maka
mereka tersebut berjumlah 15 macam, yaitu
:
•
Ayah
•
Kakek, yaitu ayah dari ayah sekalipun yang
teratas,seperti ayah dari ayah dari ayah
•
Anak laki-laki,
•
Cucu laki-laki, yaitu anak laki-laki dari anak
laki-laki sekalipun yang terbawah, seperti anak laki-laki dari anak laki-laki
dari anak laki-laki,
•
Saudara laki-laki sekandung
•
Saudara laki-laki seayah,
•
Saudara laki-laki seibu
•
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
sekalipun yang terjauh, seperti anak laki-laki dari anak laki-laki dari saudara
lakilaki sekandung
•
Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
sekalipun yang terjauh, seperti anak laki-laki dari anak laki-laki dari saudara
laki-laki seayah
•
Paman kandung, yaitu saudara laki-laki yang
kandung oleh ayah, sekalipun yang teratas, seperti paman dari ayah,
•
Paman seayah, yaitu saudara laki-laki yang seayah oleh ayah, sekalipun yang teratas,
seperti paman seayah oleh ayah
•
Anak laki-laki dari paman yang kandung sekalipun
yang terbawah, seperti anak laki-laki dari anak laki-laki dari paman
kandung,
•
Anak laki-laki dari paman
•
Suami
•
Tuan laki-laki (penghulu) yang telah
memerdekakan simayat dari kebudakannya. Tapi dizaman sekarang ini tidak ada
lagi budak, berarti juga tidak ada lagi orang yang memerdekakan budak
b) Ahli waris perempuan
Jika dikelompokan ahli waris yang perempuan saja, maka
mereka tersebut berjumlah 10 macam yaitu :
•
Ibu,
•
Nenek yaitu ibu dari ibu, sekalipun yang
teratas, yaitu ibu dari ibu dari ibu
•
Nenek yang lain, yaitu ibu dari ayah, sekalipun
yang teratas, seperti ibu dari ayah dari ayah
•
Anak perempuan
•
Anak perempuan dari anak laki-laki sekalipun
yang terbawah, seperti anak perempuan dari anak laki-laki dari anak laki-laki
•
Saudara perempuan yang kandung
•
Saudara perempuan seayah
•
Saudara perempuan yang seibu
•
Isteri, sekalipun isteri tersebut masih dalam
iddah yang boleh dirujuki
•
Penghulu perempuan yang memerdekakan simayat
dari kebudakannya. Tapi dizaman sekarang ini tidak ada lagi budak, berarti
tidak ada lagi orang yang memerdekakan budak[11]
3. Ahli waris dari segi perolehan bagian
atau kadar perolehan harta
a.
Ahli waris penerima bagian tertentu dan hak-haknya
(dhaw al furud)
Ahli waris kelompok ini adalah ahli waris yang berhak
mendapatkan bagian-bagian yang sudah ditentukan (furudh al muqaddarah). Karena
itu sebelum merinci semua daftar ahli waris
yang masuk kategori kelompok ini perlu dijabarkan terlebih dahulu furudh al
muqaddarah yang berasal dari dua kata yaitu al-furud kata jama’ dari lafadzh
fard dan kata muqaddarah yang kemudia dua kata itu di gabung dalam susunan
kalimat sifat menyifati, dengan makna bagian-bagian yang sudah ditentukan
sesuai kitab Allah dan rosulnya.
Bagian-bagian
tersebut ada 6 macam yaitu :
§ Bagian
setengah (al nisf)
§ Bagian
sepertiga (al thuluth)
§ Bagian
seperempat (al rub’u)
§ Bagian
seperenam (al sudus)
§ Bagian
seperdelapan (thumun)
§ Bagian
duapertiga (thuluthani)
Posisi ahli waris kelompok ini rata-rata ditempati oleh
kalangan ahli waris perempuan, meskipun ada juga yang sebagian yang laki-laki.
Agar lebih sistematis mengenai siapa saja ahli waris yang termasuk kelompok
dhaw al furud akan diperinci sesuai dengan bagian-bagian yang sudah ditentukan,
yaitu :
§ Para
ahli waris peneriman setengah
1) Anak
perempuan jika seseorang
2) Cucu
perempuan garis laki-laki jika seorang dan tidakbersam anak perempuan
3) Suami
jika tidak ada anak
4) Saudara
perempuan sekandung jika seorang
5) Saudara
perempuan sebapak jika seorang
§ Para
ahli waris penerima sepertiga
1) Ibu,
jika pewaris tidak punya anak/cucu, tidak bersama 2 atau lebih saudara
laki-laki dan perempuan
2) Saudara-saudara
seibu laki-laki dan perempuan ata kedua-duanya
3) Kakek
jika bersma seorang saudara atau lebih
§ Para
ahli waris penerima seperempat
1)
Suami jika ada anak
2)
Istri jika tidak ada anak atau cucu
§
Para ahli waris penerima seperenam
1) Bapak
jika ada anak atau cucu garis laki-laki
2) Kakek
jika ada anak atau cucu garis laki-laki
3) Ibu
jika ada anak atau 2 saudara lakilaki/perempuan atau lebih
4) Nenek
garis ibu
5) Nenek
garis bapak
6) Cucu
perempuan jika bersama anak perempuan
7) Saudara
perempuan sebapak jika besama saudara perempuan sekandung
§ Para
ahli waris penerima bagian seperdelapan
Ahli waris penerima bagian sperdelapan ada seorang ahlli
waris saja, yaitu istri yang ditinggal mati suaminya dan meninggalkan anak atau
cucu dan seterusnya kebawah. Bagian seperdelapan untuk istri tersebut berlaku
bagi seorang istri atau beberapa istri mulai 2 sampai 4 istri, bagiannya tetap
seperdelapan lalu dibagi smeua sama rata sesuai jumlah istrinya. Dalam syarat
si istri masih dalam tanggungan si mayit, atau setidaknya msih dalam masa iddah
untuk talak raji’
§ Para
ahli waris penerima bagian duapertirga
1) Dua
anak perempuan atau lebih jika tidakbersama anak laki-laki
2) Dua
orang atau lebih cucu perempuan garis lakilaki jika tidak bersama dengan cucu
Laki-laki garis laki-laki
3) Dua
saudara perempuan sebapak atau lebih jika tidak bersama saudara laki-laki sebapak.
b.
Ahli waris penerima sisa (dhaw al-‘asabah) dan
hak-haknya
Urutan pembagiannya dalah setelah hartadibagi kepada ahli
waris penerima bagian tertentu dan masih ada sisa harta, maka sisa harta
tersebut merupakan hak ahli waris penerima sisa.
dhaw al-‘asabah disini adalah dhaw al-‘asabah nasabiyah
yang merupakan kerabat tedekat pewaris dari kalangan laki-laki dan beberapa
dari perempuan yang ditengahi antara mereka dengan si mayit oleh perempuan
misalnya, anak laki-laki, cucu lakilaki garis laki-laki, bapak, kakek garis
bapak, saudara laki-laki kandung dan keturunannya yang laki-laki, saudara
laki-laki sebapak, paman sekandung dan keturunan yang laki-laki, dsb.
Ahli waris dhaw al-‘asabah dibagi menjadi 3 macam yang
dilihat dari siis kedudukannya yaitu :
§ Asabah
bi al-nafs
Adalah ahli waris yang mendapatkan bagian sisa karena
dirinya sendiri dan kedudukannya memmang asli sebagai penerima sisa. Artinya
mereka menerima bagian siisa tidak karena ahli waris lain. Mereka semuanya ahli
waris kerabat laki-laki yang tidak dicelahi oleh perempuan. Para ahli waris
penerima bagian sisa yang asli tersebut adalah
1) Anak
laki-laki, baik seorag atau lebih
2) Cucu
laki-laki keturunan anak laki-laki
3) Bapak,
berhak menerima jika tidak ada cucu laki-laki dan anak.
4) Kakek
5) Saudara
laki-laki sekandung
6) Saudara
laki-laki sebapak
7) Anak
laki-laki saudara lai-laki sekandung
(ponakan asli)
8) Anak
laki-laki saudara lai-laki sebapak (ponakan sebapak)
9) Paman
kandung garis bapak
10) Paman
sebapak
11) Anak
laki-laki sekandung
12) Anak
laki-laki paman sebapak
§ Asabah
bi al-ghair
Adalah para ahli waris perempuan yang berhak menerima
bagian tertentu disebbakna bersama denga mereka ahli waris yang sederajat dari
kalangan laki-laki penerima bagian sisa dengan kata lain, ahli waris ini mneerima
bagian sisa disebabkan ahli waris lain. Unutk menerapkan Asabah bi al-ghair
dibutuhkan 2 syarat yaitu pertama
para ahli waris perempuan adalah berasal dari peneriman bagian tertentu, jika
tidak maka tidak berlaku. Kedua harus
ahli waris yang sederajat dan sama-sama kuat kekrabatannya. Adapaun ahli waris
penerima Asabah bi al-ghair dapat dirinci sbegai berikut: 1) Anak
peremppuan jika bersama anak lkai-laki
2) Cucu
perempuan garis lkai-laki jika bersama dnegan cuuc laki-laki garis laki-laki
3) Saudara
permepuan sekandung jika bersama dengan saudara laki-laki seknadung
4) Saudara
perempuan sebapak jika bersama dnegan saudara laki-laki sebapak
§ Asabah
ma’a al-ghair
Adalah penerima bagian sisa yang disebabkan ahli waris
lain yang bukan penerima bagian sisa. Artinya ahli waris yang mneyebabkan
mereka menerima sisa tetap menerima bagian furud. Ahli awaris inihanya terdiri
dari saudara perempuan sekandung atau sebapak ketika salah satu mereka mewarisi
bersama anak perempuan dan cucu perempuan garis laki-laki. Ketika terjadi hal
seperti ini maka saudara perempuan sekandung atau sebapak harus menerima bagian
sisa sementara anak perempuan tetap mendapat bagian tertentu.
c.
Ahli waris dhaw al-arham dan hak-haknya
Setiap orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan
seornag yang meninggal dan tidak termasuk dalam dua kelompok ahli waris
sebelumnya yaitu furud dan asabah berarti mereka termasuk kedalam kelompok ahli
waris dhaw alarham. Kerabat yang berpeluang menjadi ahli waris dhaw alarham
adalah :
§ Kelompok
keturunan pewaris
1) Cucu
garis keturunan perempuan dan seerusnya kenbawah, baik laki-laki maupun
perempuan, seperti cucu laki-laki dari anak perempuan, cucu perempuan garis
perempuan, dan ciccit laki-laki garis perempuan
2) Anak
laki/perempuan dari cucu perempuan garis laki-laki dan seterusnya.
§ Kelompok
leluhur pewaris
Kelompok
orang tua pewaris dari garis perempuan
§ Kelompok
keturunan saudara-saudara pewaris
§ Kelompok
keturunan paman pewaris.[12]
B. Jalur Kekerabatan Dalam Kewarisan
sistem
kekerabtan dalam masyarakat dapat dilihat dengan sistem
keturunan,
hal ini berasal dari sisem perkainan sebagai pembentuknya.
Kekerabtan atau kelompok keturunan adalah
satuan sosial yang diakui oleh masyarakat sedemikian rupa sehingga garis
keturunan dari seorang leluhur tertentu baik yang sungguh-sungguh ada maupun
yang ada dalam mitologi, menjadi kriteria keanggotaan. Dalam masyarakat
kekerabatan dibagi menjadi 3 macam yaitu, sebagai berikut :
1) Keturunan
(kekerabtan) bilateral dan parental, yaitu keturunan yang keanggotananya di
tetapkan melalui berdasarkan garis ibu atau garis ayah saja.
2) Keturunan
(kekrabatan) patrilineal, garis keturunan yang ditelusuri secara eksekutif
melalui garis laki-alki untuk menentukan keanggotaannya.
3) Keturunan
(kekerabatan) matrilineal, garis keturunan yang ditelusuri secara ekseklusif
melaui garis keturunan perempuan untuk menentukan keanggotannya.[13]
Jalur kekerabatan dalam kewarisan
sebenanya telah di jelaskan lebih terperinci pada makalah ini di bagian ahli
waris yang di kelompokkan berdasarkan sebabnya yaitu ahli waris nasabiyah dan
sababiyah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ahli
waris dalam bahasa arab di kenal dengan al-warith, yaitu orang yang berhak
menerima harta warisan yang ditinggalkan oleh seseorang yang mneingal dunia
2. Secara
garis besar ahli waris di kelompokkan berdasarkan segi sebab menjadi ahli
waris, segi jenis, dan segi perolehan bagian.
3. Jika
dilihat dari segi sebab-sebab seseorag dapat saling warismewarisi, maka ahli
waris menurut islam dapat digolongkan menjadi : nasabiyah dan sababiyah
4. ahli
waris sababiyah adalah para ahli
waris yang kewarisannya didapat karena ada sebab-sebab tertentu yang sesuai
dengan ketentuan syariat. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang menyebab
kan seseorang saling mewarisi adalah karena adanya perkawinan yang sah.
5. Ahli
waris sababiyah adalah Ahli waris sebab perkawinan, terdiri dari suami atau
istri saja, Ahli waris sebab memerdekakan hamba sahaya, yaitu tuan (laki-laki
atau perempuan), Dan menurut madzhab Hanafiah, adalah ahli waris yang menerima
warisan yang disebabkan adanya perjanjian dan tolong menolong antara dua belah
pihak.
6. Ahli
Waris Nasabiyah adalah ahli waris yang berhak memperoleh bagian harta warisan
karena ada hubungan nasab ( keturunan ) dengan orang yang meninggal dunia.
Dilihat dari arah hubungan nasab, ada garis kebawah, keatas dan kesamping.
7. Macam-macam
ahli waris dari segi jenis kelamin maka terbagi menjadi 2 yaitu laki-laki dan
perempuan.
8. Ahli
waris dari segi perolehan bagian atau kadar perolehan harta terbagi menjadi 3
yaitu Ahli waris penerima bagian tertentu dan hak-haknya (dhaw al furud), Ahli
waris penerima sisa (dhaw al-‘asabah) dan hak-haknya, Ahli waris dhaw alarham
dan hak-haknya
9. Dalam
masyarakat kekerabatan dibagi menjadi 3 macam yaitu, Keturunan (kekerabtan)
bilateral dan parental, Keturunan (kekrabatan) patrilineal, dan Keturunan
(kekerabatan) matrilineal
DAFTAR PUSTAKA
Nawawi Maimun.2016. pengantar hukum kewarisan Islam. Surabaya:Pustaka Radja.
Fathur Rahman. 1994. Ilmu Waris. Bandung: Al-Ma’arif.
Muslich Maruzi. 1981. Pokok-Pokok Ilmu Waris. Semarang: Mujahidun.
Firdaweri. 2015. ‘’konsep ahli waris menurut islam dan adat’’. Lampung. UIN Raden Intan. Vol. 7.
[1]
Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan
Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.118
[2]
Fathur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung,
Al-Ma’arif,1994), Hal. 80
[3]
Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan
Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.118
[4]
Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan
Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.122
[5] Firdaweri, 2015, konsep ahli waris menurut islam dan adat, Vol. 7, Hal. 3, Lampung, UIN Raden Intan
[6] Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.122 7 Firdaweri, 2015, konsep ahli waris menurut islam dan adat, Vol. 7, Hal. 3, Lampung, UIN Raden Intan
[7] Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.123 9 Firdaweri, 2015, konsep ahli waris menurut islam dan adat, Vol. 7, Hal. 3, Lampung, UIN Raden Intan
[8] Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.119
[9] Firdaweri, 2015, konsep ahli waris menurut islam dan adat, Vol.
7, Hal. 5-6, Lampung, UIN Raden Intan
[10]
Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan
Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.124-125
[11]
Muslich Maruzi, Pokok-Pokok Ilmu Waris,
(Semarang ,Mujahidun, 1981 ), hal. 24
[12]
Nawawi Maimun, pengantar hukum kewarisan
Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), Hal.125-144
[13]
Ibid, halaman, 107, lihat Al-Yasa’ op.Cit. halaman 16-17