AYAT TENTANG KESAKSIAN PALSU DALAM PERADILAN

 

AYAT TENTANG KESAKSIAN PALSU DALAM PERADILAN


BAB I

PEMBAHASAN

 

A.   Perintah memberikan kesaksian dan Bersegera dalam memberikan kesaksian Q.S Al-Baqarah Ayat 282

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

            Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

(Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu mengadakan utang piutang), maksudnya muamalah seperti jua beli, sewa-menyewa, utang-piutang dan lain-lain (secara tidak tunai), misalnya pinjaman atau pesanan (untuk waktu yang ditentukan) atau diketahui, (maka hendaklah kamu catat) untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya. (Dan hendaklah ditulis) surat utang itu (di antara kamu oleh seorang penulis dengan adil) maksudnya benar tanpa menambah atau mengurangi jumlah utang atau jumlah temponya. (Dan janganlah merasa enggan) atau berkeberatan (penulis itu) untuk (menuliskannya) jika ia diminta, (sebagaimana telah diajarkan Allah kepadanya), artinya telah diberi-Nya karunia pandai menulis, maka janganlah dia kikir menyumbangkannya. 'Kaf' di sini berkaitan dengan 'ya'ba' (Maka hendaklah dituliskannya) sebagai penguat (dan hendaklah diimlakkan) surat itu (oleh orang yang berutang) karena dialah yang dipersaksikan, maka hendaklah diakuinya agar diketahuinya kewajibannya, (dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya) dalam mengimlakkan itu (dan janganlah dikurangi darinya), maksudnya dari utangnya itu (sedikit pun juga. Dan sekiranya orang yang berutang itu bodoh) atau boros (atau lemah keadaannya) untuk mengimlakkan disebabkan terlalu muda atau terlalu tua (atau ia sendiri tidak mampu untuk mengimlakkannya) disebabkan bisu atau tidak menguasai bahasa dan sebagainya, (maka hendaklah diimlakkan oleh walinya), misalnya bapak, orang yang diberi amanat, yang mengasuh atau penerjemahnya (dengan jujur. Dan hendaklah persaksikan) utang itu kepada (dua orang saksi di antara laki-lakimu) artinya dua orang Islam yang telah balig lagi merdeka (Jika keduanya mereka itu bukan), yakni kedua saksi itu (dua orang laki-laki, maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan) boleh menjadi saksi (di antara saksi-saksi yang kamu sukai) disebabkan agama dan kejujurannya. Saksi-saksi wanita jadi berganda ialah (supaya jika yang seorang lupa) akan kesaksian disebabkan kurangnya akal dan lemahnya ingatan mereka, (maka yang lain (yang ingat) akan mengingatkan kawannya), yakni yang lupa. Ada yang membaca 'tudzkir' dan ada yang dengan tasydid 'tudzakkir'. Jumlah dari idzkar menempati kedudukan sebagai illat, artinya untuk mengingatkannya jika ia lupa atau berada di ambang kelupaan, karena itulah yang menjadi sebabnya. Menurut satu qiraat 'in' syarthiyah dengan baris di bawah, sementara 'tudzakkiru' dengan baris di depan sebagai jawabannya. (Dan janganlah saksi-saksi itu enggan jika) 'ma' sebagai tambahan (mereka dipanggil) untuk memikul dan memberikan kesaksian (dan janganlah kamu jemu) atau bosan (untuk menuliskannya), artinya utang-utang yang kamu saksikan, karena memang banyak orang yang merasa jemu atau bosan (biar kecil atau besar) sedikit atau banyak (sampai waktunya), artinya sampai batas waktu membayarnya, menjadi 'hal' dari dhamir yang terdapat pada 'taktubuh' (Demikian itu) maksudnya surat-surat tersebut (lebih adil di sisi Allah dan lebih mengokohkan persaksian), artinya lebih menolong meluruskannya, karena adanya bukti yang mengingatkannya (dan lebih dekat), artinya lebih kecil kemungkinan (untuk tidak menimbulkan keraguanmu), yakni mengenai besarnya utang atau jatuh temponya. (Kecuali jika) terjadi muamalah itu (berupa perdagangan tunai) menurut satu qiraat dengan baris di atas hingga menjadi khabar dari 'takuuna' sedangkan isimnya adalah kata ganti at-tijaarah (yang kamu jalankan di antara kamu), artinya yang kamu pegang dan tidak mempunyai waktu berjangka, (maka tidak ada dosa lagi kamu jika kamu tidak menulisnya), artinya barang yang diperdagangkan itu (hanya persaksikanlah jika kamu berjual beli) karena demikian itu lebih dapat menghindarkan percekcokan. Maka soal ini dan yang sebelumnya merupakan soal sunah (dan janganlah penulis dan saksi -maksudnya yang punya utang dan yang berutang- menyulitkan atau mempersulit), misalnya dengan mengubah surat tadi atau tak hendak menjadi saksi atau menuliskannya, begitu pula orang yang punya utang, tidak boleh membebani si penulis dengan hal-hal yang tidak patut untuk ditulis atau dipersaksikan. (Dan jika kamu berbuat) apa yang dilarang itu, (maka sesungguhnya itu suatu kefasikan), artinya keluar dari taat yang sekali-kali tidak layak (bagi kamu dan bertakwalah kamu kepada Allah) dalam perintah dan larangan-Nya (Allah mengajarimu) tentang kepentingan urusanmu. Lafal ini menjadi hal dari fi`il yang diperkirakan keberadaannya atau sebagai kalimat baru. (Dan Allah mengetahui segala sesuatu).

·         Tafsir mufrodat surat Al-Baqarah ayat 282

1.      Kata إِذَا تَدَايَنتُمْ berarti “apabila kalian melakukan utang piutang”. Melakukan hutang piutang termasuk salah satu kegian bermuamalah. Hukum hutang piutang pada asalnya diperbolehkan dalam syariat Islam. Bahkan orang yang memberikan hutang atau pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang disukai dan dianjurkan, karena di dalamnya terdapat pahala yang besar. Allah memerintahkan kita, para mukmin agar setiap mengadakan perjanjian utang piutang dilengkapi dengan perjanjian tertulis serta wajib menyebutkan tempo dalam seluruh hutang-piutang dan pelunasan penyewaan, karena apabila tempo itu tidak diketahui maka itu tidak dibolehkan karena itu sangat rentan dengan tipu daya dan berbahaya, maka hal itu termasuk perjudian[1]

2.      Kata فَٱكْتُبُوهُ berarti "maka hendaklah kamu menuliskannya”. Kata “menuliskan” disini berarti menuliskan atau membuat surat perjanjian dalam suatu transaksi. Surat perjanjian utang piutang adalah suatu perintah yang difardukan dengan nash, tidak diserahkan sepenuhnya kepada yang bersangkutan. Jumhur ulama berpendapat bahwa perintah menulis surat perjanjian utang piutang adalah nadab (imbauan) dan irsyad (sunnah). Atha’, asy-sya’bi, dan Ibn Jarir berpendapat perintah disini berupa perintah yang wajib sesuai dengan hukum asal perintah yang dipegang jumhur. Penulisan transaksi tersebut mestinya di lakukan oleh seorang juru tulis yang disebut katib. Sebagai pemenuhan sikap hati-hati supaya mendekati kebenaran atau keadilan maka katib bisa didatangkan sebagai pihak ketiga. Harapannya tidak mempunyai kepentingan atas transaksi sehingga bisa menuliskan secara proposional[2]. Saksi harus orang yang dapat bersikap adil dan tidak memihak pada pihak manapun, harapannya agar tidak merugikan salah satu pihak. Selain harus adil, penulis surat perjanjian juga di syaratkan mengetahui hukum-hukum yang bersangkut paut dengan pembuatan surat utang, karena surat utang tidak menjadi jaminan yang kuat, kecuali penulisannya mengetahui hukum-hukum syara’ yang diperlukan, baik uruf ataupun menurut undang-undang. Inilah maknanya “penulis harus menulis seperti yang ajarkan allah”.

3.      Kata وَلْيُمْلِلِ berarti “dan hendaklah membacakan”. Secara praktik, orang yang berhutang hendaklah membacakan kepada katib mengenai utang yang diakuinya meliputi berapa besarnya, apa syaratnya dan jatuh temponya. Kenapa yang membacakan mesti orang yang berutang ?. Karena dikhawatirkan apabila yang mendiktikan/membacakan orang yang memberi utang, maka akan terjadi ketidakadilan karena orang yang berutang pada posisi yang lemah. Seperti menghindari terjadinya penambahan nilau utang, memperpendek jatuh tempo atau memberikan syarat-syarat yang hanya menguntungkan orang yang memberi utang. Dengan membacakan sendiri hutangnya didepan penulis, maka tidak ada alasan bagi yang berhutang untuk mengingkari isi perjanjian. Sambil mengimlakkan segala sesuatu yang diperlukan untuk kejelasan transaksi, Allah mengingatkan yang berhutang agar hendaklah dia bertakwa kepada Allah Tuhannya. Kemudian ayat selanjutnya adalah menyatakan nasihat, janganlah ia mengurangi sedikitpun dari hutangnya, baik yang berkaitan dengan kadar hutang, waktu, cara pembayaran dan lain-lain, yang dicakup kesepakatan bersama[3].

4.      Kata سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْلاَ يَسْتَطِيعُ berarti “lemah akal atau lemah (keadaan) atau tidak mampu”. Maknanya adalah jika yang berhutang itu orang yang lemah akal, anak yang belum cukup umur, sudah sangat tua atau tidak sanggup membacakan karena tunarungu atau tunawicara, hendaklah dibacakan oleh orang yang menangani urusannya. Hendaklah dia berlaku adil dan berhati-hati dalam membacakan[4].

5.      Kata شَهِيدَيْنِ berarti "dua orang saksi". Dalam suatu pencatatan mengenai utang piutang, maka minimal di datangkan dua orang saksi yang disetujui kesaksiannya berdasarkan agama dan keadilannya. Ayat ini menekankan bahwa dua saksi itu adalah laki-laki. Al-Imam Ibn Qayyin dalam I’lamul Muwaqqi’in ‘bayyinah dalam pandangan syara’ lebih umum daripada kesaksian. Maka, tiap apa yang bisa dipergunakan untuk membenarkan suatu keterangan dinamakan bayyinah seperti bukti yang tidak bisa dibantah. Karena itu, mungkin orang yang bukan Islam dapat menjadi saksi berdasarkan makna yang diterangkan dalam al-Qur’an, as-Sunnah, dan lughah yaitu apabila hakim bisa mempercayainya dalam menentukan hak (kebenaran).

6.      Kata وَامْرَأَتَانِ مِمَّن berarti “dua orang perempuan”. Apabila tidak ada dua orang laki-laki yang bisa bertindak sebagai saksi, maka bolehlah seorang laki-laki dan dua orang permpuan. Karena di khawatirkan salah seorang perempuan yang menjadi saksi lupa akibat kurang memperhatikan terhadap hal-hal yang disaksikan, maka dia dapat diingatkan oleh orang yang satunya. Allah menyamakan satu orang laki-laki dan dua orang perempuan. Karna itulah allah menyerahkan masalah kesaksian ini kepada kerelaan (kesepakatan) dari pihak-pihak yang membuat surat perjanjian

7.      Kata تَرْضَوْنَ berarti “kamu ridhoi”. Setalah dihadirkannya saksi, selanjutnya pemilihan saksi harus di sepakati sehingga saksi tersebut diridhoi, dan penentuan jumlah yang lebih dari satu sebagai pertimbangan untuk saling mengingatkan ketika ada yang lupa atas persaksia transaksi yang telah dilakukan. Saksi tidak boleh enggan dalam memberi keterangan apabila mereka di panggil. Bagi seorang saksi, akan diridhoi apabila suatu ketika harus dimintai keterangan atas persaksian apabila terjadi sengketa antara pihak yang berkepentingan.

8.      Kata وَلاَ تَسْئَمُوا berarti “dan janganlah kalian jemu/bosan”. Allah mengisyaratkan kepada umat muslim agar tidak jemu menulis utang itu, karena penulisan atau pencatatan dalam suatu transaksi utang piutang sangat penting agar tidak terjadi kesalah pahaman pada saat jatuh tempo pembayaran.

9.      Kata صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا berarti “baik utang itu kecil atau besar”. Firman ini menjadi dalil bahwa surat keterangan (perjanjian) sebagai bukti yang sah jika syarat-syaratnya cukup, baik utang itu kecil atau besar dan kita tidak boleh sembarangan masalah harta. Inilah suatu dasar dari dasar-dasar ekonomi pada masa kini yaitu “tiap-tipa muamalat (mengadakan transaksi) dan tiap-tipa muawadhah (perjanjian) harta haruslah dibuat surat keterangan tertentu dan pengadilan memandangnya sebagai bukti. Kita tidak boleh malas mencatatkan nominal utang piutang tersebut, baik itu nominal kecil atau pun besar.

10.  Kata أَقْسَطُ berarti "lebih adil". Maksud adil disini adalah dalam penulisan suatu utang piutang baik kecil maupun besar sampai batas waktu pembayarannya lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak menimbulkan keraguan. Biasanya kebanyakan orang merasa malas dan jemu menuliskan transaksi utang piutang dan mendatangkan saksi karena alasan merepotkan dan sudah saling mengenal. Pada prinsipnya Allah telah mengajarkan tahapan tersebut sebagai prinsip keadilan. Bagaimana mungkin norma keadilan bisa terungkap apabila pihak yang bertransaksi tidak mempunyai bukti apapun. Tidak adanya penulisan yang yang mengikat hanya boleh dilakukan pada transaksi tunai.

11.  Kata فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ berarti “maka tidak ada atas kalian dosa”. Hal ini dapat dipahami bahwa apabila kita melakukan suatu transaksi tunai maka tidak ada dosa apabila tidak menulisnya atau mencatatnya dalam suatu surat perjanjian. Namun apabila kita melakukan transaksi utang piutang maka harus di tulis agar tidak terjadi kesalah pahaman yang menyebabkan perselisihan dan berbuah dosa.

 

·         Asbab An Nuzul Ayat 282

Perintah menulis utang piutang dipahami oleh banyak ulama sbagai anjuran, bukan kewajiban. Demikian praktek para sahabat Nabi ketika itu demikian juga yang terbaca pada ayat berikut, memang sungguh sulit. Perintah itu diterapkan oleh kaum muslim ketika turunya ayat ini. Jika perintah menulis hutang piutang bersifat wajib karena kepandaian tulis menulis ketika itu sangat langka. Namun ayat ini mengisyaratkan perlunya belajar tulis menulis karena dalam hidup ini setiap orang dapat mengalami kebutuhan pinjam dan meminja, ini diisyaratkan oleh penggunaan kata idza apabila pada awal pengalan ayat ini yang lazim digunakan untuk menunjukkan kepastin akan terjadinya sesuatu. Dalam pandangan mazhab Maliki, kesaksian wanita dibenarkan dalam hal-hal yang berkaitan dengan harta benda, tidak dalam kriminal, pernikahan, perceraian dan rujuk. Mazhab Hanafi lebuih luas dan lebih sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kodrat wanita, mereka membenarkan kesaksian wanita dalam hal-hal yang berkaitan dengan harta, persoalan rumah tangga kecuali dalam soal kriminal.

 

 

B.     Kesaksian palsu Q.S Al-Hajj Ayat 30 & Q.S Al- Furqon Ayat 72

 

ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۗ وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الْأَنْعَامُ إِلَّا مَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ ۖ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ

            Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.

(Demikianlah) menjadi Khabar dari Mubtada yang keberadaannya diperkirakan sebelumnya, yakni perintah Allah itu sebagaimana yang telah disebutkan (dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah) yaitu hal-hal yang tidak boleh dirusak (maka itu adalah) mengagungkannya (lebih baik baginya di sisi Rabbnya) di akhirat kelak. (Dan telah dihalalkan bagi kamu sekalian binatang ternak) untuk memakannya sesudah disembelih terlebih dahulu (kecuali yang diterangkan kepada kalian) keharamannya di dalam firman yang lainnya yaitu, "Diharamkan bagi kalian memakan bangkai..." (Q.S. Al-Maidah, 3). Dengan demikian berarti Istitsna di sini bersifat Munqathi'. Dan dapat pula dikatakan Muttashil, sedangkan barang yang diharamkan adalah ditujukan kepada hewan yang mati dengan sendirinya dan oleh penyebab-penyebab lainnya (maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu) huruf Min di sini menunjukkan arti Bayan atau keterangan, maksudnya barang yang najis itu adalah berhala-berhala (dan jauhilah perkataan-perkataan dusta) perkataan yang mengandung kemusyrikan terhadap Allah di dalam bacaan Talbiyah kalian, atau yang dimaksud adalah kesaksian palsu.

 

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

            Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.

 

(Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu) yakni kesaksian yang dusta dan batil (dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah) seperti perkataan-perkataan yang buruk dan perbuatan-perbuatan yang lainnya (mereka lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya) mereka berpaling daripadanya.

C.    Menyembunyikan kesaksian Q.S Al-Baqarah Ayat 283 & Q.S Al-Maarij Ayat 33

وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ ۚ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

            Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

 

(Jika kamu dalam perjalanan), yakni sementara itu mengadakan utang-piutang (sedangkan kamu tidak beroleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan) ada yang membaca 'ruhunun' bentuk jamak dari rahnun (yang dipegang) yang diperkuat dengan kepercayaanmu. Sunah menyatakan diperbolehkannya jaminan itu di waktu mukim dan adanya penulis. Maka mengaitkannya dengan jaminan, karena kepercayaan terhadapnya menjadi lebih kuat, sedangkan firman-Nya, "... dan jaminan yang dipegang", menunjukkan jaminan disyaratkan harus dipegang dan dianggap memadai walaupun si peminjam atau wakilnya tidak hadir. (Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai yang lainnya), maksudnya yang berpiutang kepada orang yang berutang dan ia tidak dapat menyediakan jaminan (maka hendaklah orang yang dipercayainya itu memenuhi), maksudnya orang yang berutang (amanatnya), artinya hendaklah ia membayar utangnya (dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya) dalam membayar utangnya itu. (Dan barang siapa yang menyembunyikan kesaksian, maka ia adalah orang yang berdosa hatinya). Dikhususkan menyebutkannya di sini, karena hati itulah yang menjadi tempat kesaksian dan juga karena apabila hati berdosa, maka akan diikuti oleh lainnya, hingga akan menerima hukuman sebagaimana dialami oleh semua anggota tubuhnya. (Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) hingga tiada satu pun yang tersembunyi bagi-Nya.

 

·         Tafsir Mufradat

1. Kata مَّقْبُوضَةٌ فَرِهَٰنٌ berarti “maka hendaklah memberi barang jaminan yang dapat dipegang”. hal ini menjelaskan suatu transaksi yang tidak tunai yang dilakukan dalam perjalanan dan tidak ada seorang juru tulis (katib) yang menuliskannya, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang. Barang tanggungan itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya dan mempercayai juga sebagai pemenuhan prinsip kehati-hatian. Kecuali masing-masing pihak saling percaya dan menyerahkan diri kepada allah, maka transaksi itu boleh dilakukan tanpa adanya barang tanggungan karena yang berhutang akan membayarnya.

 

2. Kata تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ berarti “kalian sembunyikan kesaksian”. Haramnya menyembunyikan persaksian dan bahwa orang yang melakukan itu hatinya benar-benar telah berdosa yang merupakan raja dari seluruh anggota tubuh. Hal itu dikarenakan menyembunyikan hal tersebut adalah seperti persaksian dengan yang batil dan dusta, yang mengakibatkan hilangnya hak-hak, rusaknya muamalah, dan dosa yang berulang-ulang bagi orang tersebut. Allah mengetahui atas segala apa yang diperbuat oleh para hamba sebagai dorongan bagi mereka untuk bermuamalah yang baik dan peringatan dari muamalah yang buruk.[5]

 

·         Asbab An Nuzul Ayat 283

Menurut asy-Syubi bahwa, jika saling merasa aman antara satu dengan yang lain, maka tidak apa-apa tidak dicatat dan tidak diberi sanksi.

وَالَّذِينَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُونَ

            Dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya.

 

(Dan orang-orang yang terhadap kesaksiannya) menurut suatu qiraat dibaca dalam bentuk jamak, sehingga bacaannya menjadi syahaadaatihim (mereka menunaikannya) mereka menegakkannya dan tidak menyembunyikannya.


BAB II

KESIMPULAN

            Perintah memberikan kesaksian dan Bersegera dalam memberikan kesaksian Q.S Al-Baqarah Ayat 282 dapat disimpulkan tafsirnya yaitu (Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu mengadakan utang piutang), maksudnya muamalah seperti jua beli, sewa-menyewa, utang-piutang dan lain-lain (secara tidak tunai), misalnya pinjaman atau pesanan (untuk waktu yang ditentukan) atau diketahui, (maka hendaklah kamu catat) untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya. (Dan hendaklah ditulis) surat utang itu (di antara kamu oleh seorang penulis dengan adil) maksudnya benar tanpa menambah atau mengurangi jumlah utang atau jumlah temponya. Barang yang diperdagangkan itu (hanya persaksikanlah jika kamu berjual beli) karena demikian itu lebih dapat menghindarkan percekcokan. Maka soal ini dan yang sebelumnya merupakan soal sunah (dan janganlah penulis dan saksi -maksudnya yang punya utang dan yang berutang- menyulitkan atau mempersulit), misalnya dengan mengubah surat tadi atau tak hendak menjadi saksi atau menuliskannya, begitu pula orang yang punya utang, tidak boleh membebani si penulis dengan hal-hal yang tidak patut untuk ditulis atau dipersaksikan. Kesaksian palsu Q.S Al-Hajj Ayat 30 & Q.S Al- Furqon Ayat 72 dapat disimpulkan tafsirnya yaitu barang yang diharamkan adalah ditujukan kepada hewan yang mati dengan sendirinya dan oleh penyebab-penyebab lainnya (maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu) huruf Min di sini menunjukkan arti Bayan atau keterangan, maksudnya barang yang najis itu adalah berhala-berhala (dan jauhilah perkataan-perkataan dusta) perkataan yang mengandung kemusyrikan terhadap Allah di dalam bacaan Talbiyah kalian, atau yang dimaksud adalah kesaksian palsu. Menyembunyikan kesaksian Q.S Al-Baqarah Ayat 283 & Q.S Al-Maarij Ayat 33 dapat disimpulkan tafsirnya yaitu orang yang berutang (amanatnya), artinya hendaklah ia membayar utangnya (dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya) dalam membayar utangnya itu. (Dan barang siapa yang menyembunyikan kesaksian, maka ia adalah orang yang berdosa hatinya). Dikhususkan menyebutkannya di sini, karena hati itulah yang menjadi tempat kesaksian dan juga karena apabila hati berdosa, maka akan diikuti oleh lainnya, hingga akan menerima hukuman sebagaimana dialami oleh semua anggota tubuhnya. (Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) hingga tiada satu pun yang tersembunyi bagi-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

            Teuku Muhammad Hasbi ash-ahiddieqy, Prof. 2000. Tafsir Al-Quran Majid An-Nur. Semarang:PT. Pustaka Riski Putra

            Dwi Suwikyo,SEI., MSI. 2010. I Kompilasi tafsir ayat ayat ekonomi islam. Yogyakarta : Pustaka pelajar

            M. Quraish Shihab. 2008. Tafsir Al misbah jilid 1. Jakarta : Lentera Hati

            Al- Asyari H. Abdurohman, 2014. Al-Quran dan terjemahnya. Wonosobo : Yayasan Al-Asyariyyah

            Syeikh Abdurahman, 2003 Tafsir As-saidi. Darul Haq



[1] Teuku Muhammad Hasbi ash-ahiddieqy, Prof. 2000. Tafsir Al-Quran Majid An-Nur. Semarang:PT. Pustaka Riski Putra

[2] Dwi Suwikyo,SEI., MSI. 2010. I Kompilasi tafsir ayat ayat ekonomi islam. Yogyakarta : Pustaka pelajar hal 07

[3] M. Quraish Shihab. 2008. Tafsir Al misbah jilid 1. Jakarta : Lentera Hati

[4] Teuku Muhammad Hasbi ash-shiddieqy, op.cit. hal 49

[5] Syeikh Abdurahman, Tafsir As-saidi. Darul Haq

Lebih baru Lebih lama