MAKALAH KONGSI KEMITRAAN
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyaknya umat muslim yang belum mengetahui bagaimana seharusnya menjalankan syirkah atau perkongsian dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini yang sesuai dengan tuntunan syari’at. Hal ini menyebabkan kami untuk membuat sebuah makalah yang berjudul tentang “syirkah” guna untuk memberikan sebuah pemahaman kepada para pembaca makalah ini. Pada zaman sekarang ini banyak orang-orang muslim yang menjalankan sistem syirkah atau perkongsian dengan mengikuti tata cara orang eropa atu barat yang belum tentu sesuai dengan apa yang diajarkan oleh syari’at.
Secara umum, prinsip syirkah atau bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyârakah, al-mudhârabah, al-muzâra’ah dan al-musâqah. Namun dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai al-musyârakah saja. Sedangkan yang lainnya dalam pembahasan yang lain.
Sungguhpun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-musyârakah dan al-mudhârabah, sedangkan al- muzâra’ah dan al-musâqah di pergunakan khusus untuk pembiyayaan pertanian oleh beberapa bank islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari akad syirkah?
2. Apa dalil dari akad syirkah?
3. Apa saja rukun dan syarat akad syirkah?
4. Bagaimana konsekuensi hukum akad syirkah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi akad syirkah.
2. Untuk mengetahui dalil akad syirkah.
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat akad syirkah.
4. Untuk mengetahui konsekuensi hukum akad syirkah.
BAB IIPEMBAHASAN
1. Definisi Akad Syirkah.
Secara etimologis syirkah berarti ikhtilath (percampuran), yakni bercampurnya satu harta dengan harta yang lain, sehingga tidak bisa dibedakan antara keduanya. Kata syirkah digunakan oleh umat Islam untuk sebuah transaksi perkongsian dalam dunia bisnis (Al-Zuhaili, 1989 : 387). Dalam mendefinisikan syirkah secara istilah sayr’I, para ulama berbeda penekanan yang mengakibatkan perbedaann rumusan redaksi.
Syirkah menurut Kompilasi Hukum Syariah (KHES) pasal 20 (3) adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.
Syirkah termasuk salah satu bentuk kerjasama dagang dengan rukun dan syarat tertentu. Ulama fiqih mendefinisikan Syirkah dalam redaksi yang berbeda-beda, diantaranya:
a. Menurut Malikiyah
Syirkah lebih menitik beratkan pada perserikatan kepemilikan harta kekayaan (syirkah al-amwal) yang dimiliki dua orang atau lebih dengan masing-masing pihak memiliki hak yang sama dalam hal melakukan perbuatan hukum terhadap harta tersebut atas izin pihak lain.
b. Menurut Syafi’iyah
Syirkah adalah akad atau perikatan perserikatan yang memiliki akibat hukum adanya hak yang sama kepada kedua belah pihak atau lebih, baik hal perserikatan harta kekayaan atau perserikatan pekerjaan ata dua-duanya.
c. Menurut Hanafiyah
Syirkah adalah perserikatan antara dua pihak yang berserikat dalam pokok harta (modal) dan keuntungan. Definisi tersebut memberikan terminology syirkah sebagai salah satu bentuk akad (perikatan) kerjasama antara dua orng atau lebih, dalam menghimpun harta untuk suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.
d. Menurut Hanabilah
Syirkah adalah perhimpunan hak-hak atau pengolahan (harta kekayaan). Maksdunya adalah badan usaha yang dikelola oleh banyak orang, setiap orang memiliki hak-hak tertentu sesuai peran dan fungsinya dalam mengolah dan mengelola harta yang dimiliki badan usaha itu.
Dapat disimpulkan bahwa syirkah adalah suatu perkongsian antara dua orang atau lebih baik dalam hal kepemilikan atau dalam hal usaha bersama yang bertujuan untuk keuntungan bersama.
Musyarakah merupakan bentuk umum dari usaha bagi hasil yang didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (‘amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Sedangakan mudharabah adalah bentuk musyarakah khusus. Jadi perbedaan antara musyarakah dan mudharabah adalah pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan salah satu pihak. Dalam mudharabah modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan musyarakah modalnya berasal dari dua pihak atau lebih.
Syirkah secara umum dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Syirkah Milk yaitu kepemilikan bersama antara pihak yang berserikat dan keberadaannya muncul pada saat dua orang atau lebih secara kebetulan memperoleh kepemilikan bersama atas suatu kekayaan tanpa adanya perjanjian kemitraan yang resmi. Syirkah Milk dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1) Ijbariyah, yaitu terjadi tanpa adanya kehendak masing-masing pihak. Seperti persekutuan antara ahli waris terhadap warisan sebelum dilakukan pembagian.
2) Ikhtiyariyah, yaitu dua orang yang dihibahkan atau diwariskan sesuatu lalu menerima, maka barang yang dihibahkan menjadi milik mereka.
b. Syirkah ‘Uqud, yaitu transaksi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk berserikat dalam permodalan dan keuntungan. Syirkah ‘Uqud dibagi menjadi 6 macam yaitu:
1) Syirkah al-Amwal, yaitu perserikatan anatar dua pihak atau lebih dalam mengumpulkan modal bersama dan membagi keuntungan dan resiko kerugian berdasar kesepakatan.
2) Syirkah al-Inan, yaitu perserikatan dimana posisi dan komposisi sama, dalam modal, pekerjaan maupun keuntungan dan resiko kerugian.
3) Syirkah al-A’mal (Abdan), yaitu perserikatan dua orang atau lebih untuk mengerjakan suatu pekerjaan.
4) Syirkah al-Mufawadhah, yaitu perserikatan dimana posisi dan komposisi sama baik hal modal, pekerjaan, keuntungan dan resiko kerugian.
5) Syirkah al-Mudharabah, yaitu perserikatan antara pihak pemilik modal dengan pihak yang ahli berdagang atau pengusaha, pemodal menyediakan seluruh modal kerja.
6) Syirkah Wujuh, yaitu perserikatan antara dua orang atau lebih dalam membeli sesuatu dengan tanggungjawab keduanya.
2. Dalil Akad Syirkah
Para ulama fiqh sepakat terhadap kebolehan akad syirkah, hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat al-Nisa’ (Q.S. 4:12) yang berbunyi:
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَٰجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ ٱلثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم ۚ مِّنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِن كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَٰلَةً أَوِ ٱمْرَأَةٌ وَلَهُۥٓ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ ۚ فَإِن كَانُوٓا۟ أَكْثَرَ مِن ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَآءُ فِى ٱلثُّلُثِ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَآرٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
Artinya: “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”
Selain itu ada juga sabda Rasulullah saw yang membolehkan akad syirkah. Dalam sebuah hadits kudsi rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah “Azza wa Jalla berfirman, Aku pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya”. H.R Abu Daud dan Hkim dan mereka menshahihkan hadist ini.
Maksud hadis tersebut adalah bahwa Allah akan menjaga dan membantu mereka yang bersyarikat dengan memberikan tambahan pada harta mereka dan melimpahkan berkah pada perdagangan mereka. Jika ada yang berkhianat, maka berkah dan bantuan tersebut dicabut Allah swt. Rasulullah saw juga bersabda:
“Tangan Allah berada pada dua orang yang bersyarikat selama tidak berkhianat” (Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni:5/1)
Para ulama telah consensus (ijma’) membolehkan syirkah, meskipun ada perbedaan pendapat dalam persoalan-persoalan. Atas dasar ayat, hadist, dan ijma’ di atas para ulama fiqh menyatakan bahwa akad syirkah mempunyai landasan yang kuat dalam hukum Islam, sehingga sebagimana yang dinyatakan Ibn Al-Mundzir bahwa kebolehan syirkah telah disepakati ulama.
3. Rukun dan Syarat Akad Syirkah.
Dalam melaksanakan suatu perserikatan Islam harus memenuhi rukun dan syarat yang sesuai dengan hukum Islam. Rukun adalah “suatu unsur yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari suatu perbuatan atau Lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu”.
Secara umum, rukun syirkah ada tiga, yaitu:
a. Pihak yang berkontrak (‘aqidani)
Disyariatkan bahwa mitra harus kom[peten (cakap secara hukum) dalam bertransaksi dan tentunya berkompeten dalam memberikan atau menerima kekuasaan perwakilan.
b. Obyek yang diakadkan (ma’qud ‘alaih)
Obyek yang diakadkan dalam syirkah adalah dana (modal), yang diberikan dengan tunai. Namun, beberapa ulam berpendapat modal bisa berwujud asset perdagangan seperti barang, properti bisa juga tidak berwujud seperti lisensi dan hak paten.
c. Sighat (ijab dan qabul)
Dalam ijab qabul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, ulama fiqih menuliskannya sebagai berikut:
1) Adanya kejelasan maksud antara kedua belah pihak.
2) Adanya kesesuaia anatara ijab dan qabul.
3) Adanya pertemuan antara ijab dan qabul (berurutan dan menyambung).
4) Adanya satu majlis akad dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, tidak menunjukkan penolakan dan pembatalan dari keduanya.
Rukun sah menurut Sayyid Sabiq adalah adanya ijab dan qabul, maka sah dan tidaknya syirkah tergantung pada ijab dan qabulnya. Menurut Hanafiyah rukun syirkah hanya ada satu yaitu sighat ijab dan qabul karena sighat lah yang mewujudkan adanya transaksi syirkah.
Sedangkan syarat sahnya syirkah, perlu diketahui syarat adalah “sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada diluar hukum itu sendiri, yang ketiadannya menyebabkan hukum tidak ada”.
Syarikah memiliki lima syarat, yaitu:
a. Ada barang yang berharga yang berupa dirham dan dinar.
b. Modal dari kedua pihak yang terlibat harus sama jenis dan macamnya.
c. Menggabungkan kedua harta yang dijadikan modal.
d. Masing-masing pihak mengizinkan rekannya untuk menggunakan harta tersebut.
e. Untung dan rugi menjadi tanggungan bersama.
4. Konsekuensi Hukum Akad Syirkah
Menurut ulama fikih, setiap akad mempunyai akibat hukum, yaitu tercapainya sasaran yang ingin dicapai sejak semula. Seperti perpindahan hak milik dari penjual kepada pembeli. Dan akad itu bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang berakad, tidak boleh dibatalkan kecuali disebabkan hal-hal yang dibenarkan syara’. Seperti terdapat cacat pada objek akad, atau akad itu tidak memenuhi salah satu rukun atau syarat akad.
Akibat hukum dalam perjanjian berlaku hanya pada pihak-pihak yang membuatnya, seperti dijelaskan dalam Pasal 1338 (1). Hal ini juga ditegaskan dalam pasal 1315 KUHPerdata dan ditegaskan juga dalam Pasal 1340 (1). Selain itu, dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, bagian tujuh pasal 46, senada dengan KUHPerdata, yang menyatakan bahwa suatu akad hanya berlaku antara pihak-pihak yang mengadakan akad.
Namun demikian, seperti diatur dalam Pasal 1317 KUHPerdata, diperbolehkannya untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yang dibuat seseorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang dilakukannya memuat suatu janji semacam itu. Ini berarti bahwa, meskipun perjanjian itu berasaskan personalia di mana akibat-akibat hanya berlaku terhadap para pihak yang membuatnya, namun akibat itu dapat pula berlaku terhadap pihak ketiga dalam bentuk janji untuk pihak ketiga. Pasal 1318 memperluas asas personalia hingga meliputi ahli waris dan para pengoper hak.
Dalam hukum perjanjian Islam seperti halnya dalam hukum lainnya, pada asasnya, akibat yang timbul dari suatu perjanjian (akad) hanya berlaku pada para pihak yang membuatnya dan tidak berlaku terhadap para pihak yang membuatnya dan tidak berlaku terhadap pihak lain diluar mereka. Hal ini ditegaskan dalam kitab mursyid al-Hairan: Pasal 306 (1): Akibat-akibat hukum akad hanya berlaku terhadap para pihak yang membuatnya, dan tidak berlaku terhadap pihak lain selain mereka. Pasal 278: Orang yang baligh dan berakal sehat serta tidak berada di bawah pengampuan dapat membuat akad apapun secara sendiri maupun mewakilkannya kepada orang lain, barangsiapa membuat akad secara sendiri dan untuk dirinya sendiri, maka dialah, dan bukan orang lain, yang terikat oleh hak-hak dan akibatakibat hukum yang timbul dari akad tersebut.
Pihak-pihak yang membuat akad itu, adakalanya membuat akad atas namanya sendiri dan adakalanya membuat akad untuk dan atas nama orang lain, artinya ia mewakili kepentingan orang lain.
Syirkah al-Amwal diatur dalam Pasal 146 dan 147 KHES. Syirkah al-Inan diatur dalam Pasal 173 sampai dengan 177 KHES. Syirkah al-A’mal diatur dalam Pasal 148 sampai 164 KHES. Syirkah al-Mufawadhah diatur dalam Pasal 165 sampai dengan 172 KHES. Syirkah Wujuh diatur dalam Pasal 140 sampai 145 KHES. Syirkah al-Mudharabah diatur dalam Pasal 139 KHES.
BAB IIIPENUTUP
A. Simpulan
Syirkah adalah suatu perkongsian antara dua orang atau lebih baik dalam hal kepemilikan atau dalam hal usaha bersama yang bertujuan untuk keuntungan bersama. Syirkah secara umum dibagi menjadi 2 macam Syirkah Milk dan Syirkah ‘Uqud. Syirkah Milk dibagi menjadi 2 yaitu Ijbariyah dan Ikhtiyariyah. Sedangkan Syirkah ‘Uqud dibagi menjadi 6 yaitu Syirkah al-Amwal, Syirkah al-Inan, Syirkah al- A’mal, Syirkah Mufawadhah, Syirkah Mudharabah, Syirkah Wujuh. Dasar hukum Akad Syirkah adalah Q.S An-Nisa’ ayat 12. Rukun sah akad syirkah menurut para ulama adalah ijab dan qabul. Syarat sahnya syirkah, perlu diketahui syarat adalah “sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada diluar hukum itu sendiri, yang ketiadannya menyebabkan hukum tidak ada”. Syirkah al-Amwal diatur dalam Pasal 146 dan 147 KHES. Syirkah al-Inan diatur dalam Pasal 173 sampai dengan 177 KHES. Syirkah al-A’mal diatur dalam Pasal 148 sampai 164 KHES. Syirkah al-Mufawadhah diatur dalam Pasal 165 sampai dengan 172 KHES. Syirkah Wujuh diatur dalam Pasal 140 sampai 145 KHES. Syirkah al-Mudharabah diatur dalam Pasal 139 KHES.
DAFTAR PUSTAKA
Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana.
Ghufron A Mas’adi. 2002. Fiqih Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wasilatur Rohmaniyah. 2019. FIQIH MUAMALAH KONTEMPORER. Pamekasan: Duta Media.
Alif. Ensiklopedi Hukum Islam: Akad, dalam http://www.repbulika.co.id/berita/duniaislam/khazanah/12/03/01/m071sx-ennsikloped-hukum-islam-akad. Diakses tanggal 26 November 2020
Abdul, Azhim bin Badawi al-Kalafi. 2007. Al Wajaiz Panduan Fiqih Lengkap. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.
Ad-Din, Zakiyu, Asy-Sya‟ban. 1965. Ushul al-Fiqh al-Islami Ma’t baah wa At-Taklif.Mesir.
Al-Fauzan, Saleh. 2005. Al-Mulakhkhasul Fiqhi/. Alih Bahasa Abdul Hayyie al-Kattani, Ahmad Ikhwani dan Budiman Mushtofa. Jakarta: Gema Insani Pers. Cetakan I.
Antonio, Muhammad Syafi'I, 2001. Bank Syari'ah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.