MAKALAH CIRI KHAS HUKUM ISLAM FILSAFAT HUKUM ISLAM

 

MAKALAH CIRI KHAS HUKUM ISLAM
FILSAFAT HUKUM ISLAM 


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

    Allah menurunkan syari‟at melalui Rasulallah SAW untuk disampaikan kepada umatnya. Dalam syari‟at terkandung hukum-hukum yang mengatur kehidupan manusia. Tanpa adanya aturan hukum, kehidupan manusia akan rusak karena mengikuti hawa nafsunya masing-masing. Keberadaan syari‟at adalah untuk kemaslahatan hidup manusia di muka bumi. Syari‟at dalam perkembangannya mengalami peleburan makna, yaitu syari‟at dalam arti luas dan syari‟at dalam arti sempit, syari‟at dalam arti sempit inilah yang dikehendaki dengan istilah fiqih atau kita kenal dengan istilah hukum Islam. Hukum Islam memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan dengan hukum lainnya. Hukum Islam sangat memperhatikan kondisi manusia dan kemaslahatannya dengan tetap memelihara nilai moralitas dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Implikasi hukum Islam tidak terbatas hanya pada urusan duniawi melainkan juga akhirat. 

    Adapun sifat, ciri atau karakteristik hukum Islam adalah sempurna, elastis universal dan dinamis karena semua kembali kepada Alquran dan yang selanjutnya adalah sistematis dari pernyataan bahwa hukum Islam itu bersifat sistematis adalah hukum Islam itu mencerminkan sejumlah ajaran yang berjalan secara logis dalam pikiran manusia. Oleh karena itu hukum Islam Mempunyai sifat, ciri dan karakteristik yang sempurna sehingga dapat sesuai dengan akal dan Fitrah Manusia. Karena itu hukum Islam perlu diketahui dan dikaji mengenai sifat, ciri dan karakteristiknya sehingga dapat dipahami arah dan tujuannya serta implementasinya.

B. Rumusan Masalah

1.      Bagaimana sifat dan karakteristik hukum Islam?

2.      Bagaimana implementasi hukum Islam dalam kehidupan?

C.       Tujuan

1.      Untuk mengidentifikasi sifat dan karakteristik hukum Islam.

2.      Untuk mengetahui implementasi hukum Islam dalam kehidupan.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sifat dan Karakteristik Hukum Islam

Pada dasarnya bahwa hukum Islam merupakan bagian totalitas ajaran Islam yang bersumber dari wahyu. Jelas bahwa hukum Islam itu qadim, artinya telah ada sejak sebelum manusia (masyarakat) ada, karena ia adalah firman Allah atau kalam Allah yang nafsi azali yang tidak berhuruf dan tidak bersuara. Oleh karena hukum itu dibuat untuk manusia, Allah menurunkan sesuatu yang berfungsi mengetahui hukum tersebut yang dalam ushul fikih dikenal dengan istilah dalil. Dalil hukum ini ada yang bersifat qath‟iy dan ada yang bersifat zhanniy.

Oleh karena itu, hukum Islam yang ditetapkan secara langsung dari tugas oleh Allah, maksudnya ialah hukum-hukum yang diturunkan dari dalil yang Qath‟iy.[1]  Hukum semacam ini jumlahnya tidak banyak, dan hukum itulah yang dalam perkembangannya dikenal dengan istilah syariah, kedua hukum yang ditetapkan pokok-pokoknya saja maksudnya ialah hukum yang ditetapkan oleh dalil yang zhanniy. Hukum ini jelas jumlahnya sangat banyak dan dapat atau perlu dikembangkan dengan istilah ijtihad. Hasil pengembangannya itulah yang kemudian dikenal dengan fikih. Adapun sifat hukum Islam itu sebagai berikut:

1.        Sempurna

Hukum Islam membentuk umat dalam suatu kesatuan yang bulat, walaupun mereka berbeda-beda bangsa dan berlain-lainan suku. Di dalam menghadapi asas-asas yang umum mereka bersatu padu, meskipun dalam suku kebudayaan yang berbeda-beda. sifat dan karakter sempurna maksudnya adalah lengkap, berkumpul aneka pandangan hidup.[2]

Hukum Islam diturunkan dalam bentuk yang umum dan dalam bentuk garis besar permasalahan. Oleh karena itu, hukum-hukumnya bersifat tetap, tidak berubah-ubah lantaran berubahnya masa dan berlainan tempat. Untuk hukum-hukum yang lebih rinci, Hukum Islam hanya menetapkan kaidah dan memberikan patokan umum. Penjelasan dan rinciannya diserahkan pada ijtihad pemuka masyarakat. Dengan menetapkan patokan-patokan umum tersebut hukum Islam dapat benar- benar menjadi petunjuk yang universal, dapat diterima di semua tempat dan setiap saat. Setiap saat umat manusia dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan garis-garis kebijaksanaan al-Quran, sehingga mereka tidak melenceng. Penetapan al-Quran tentang hukum dalam bentuk yang global dan simple itu dimaksudkan untuk memberikan kebebasan pada umat manusia untuk melakukan ijtihad sesuai dengan situasi dan kondisi zaman. Dengan sifatnya yang global ini diharapkan hukum Islam dapat berlaku sepanjang masa.

Islam menghimpun segala sudut dan segi yang berbeda-beda di dalam suatu kesatuan. karenanya hukum Islam tidak menghendaki adanya pertentangan antara ushul dan furu‟, tetapi satu sama lain lengkap melengkapi, kuat menguatkankan.[3]

2.        Elastis

Hukum Islam juga bersifat elastis. Hukum islam meliputi segala bidang dan lapangan kehidupan manusia. Permasalahan kemanusiaan, kehidupan jasmani dan rohani, hubungan sesama mahluk, hubungan makhluk dengan pencipta-Nya, serta tuntunan hidup dunia dan akhirat terkandung dalam ajarannya. Hukum Islam juga memperhatikan berbagai segi kehidupan, baik bidang mu'amalah, ibadah, jinayah, dan sebagainya. Meski demikian, ia tidak memiliki dogma yang kaku, keras dan memaksa.

Ia hanya memberikan kaidah-kaidah umum yang mesti dijalankan oleh umat manusia.

 Dengan demikian, yang diharapkan dari umat Islam adalah tumbuh dan berkembangnya proses ijtihad. Ijtihad merupakan suatu teori yang aktif, produktif, dan konstruktif. Hak ijtihad diberikan kepada setiap muslim yang mampu berijtihad dan berpedoman kepada dasar-dasar kaidah yang telah ditetapkan. Ijtihad bukan hanya hak imam-imam mujtahid, seperti asy-Syafi‟i, Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad bin Hanbal. Setiap muslim dituntut untuk terus berusaha meningkatkan kualitas diri untuk menaiki jenjang “mujtahid”.[4]

Sebagai bukti bahwa hukum Islam bersifat elastis dapat dilihat dalam hal jual beli. Dalam al-Qur‟an hanya terdapat 4 ayat hukum jual beli yaitu surat Baqarah ayat 198 dan 275, Annisa ayat 29, Al Jumuah ayat 9. Dalam ayat-ayat tersebut diterangkan hukum bolehnya jual-beli, persyaratan keridaan antara kedua belah pihak, larangan riba dan larangan jual beli waktu adzan jum‟at. Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan beberapa aspek jual-beli yang lazim berlaku pada masa beliau selebihnya tradisi atau adat masyarakat tertentu dapat dijadikan sebagai bahan penetapan hukum jual beli.

3. Universal dan Dinamis

Ajaran Islam bersifat universal yang meliputi seluruh alam tanpa batas, serta tidak dibatasi pada daerah tertentu seperti ruang lingkup ajaran-ajaran Nabi sebelumnya. Tidak hanya berlaku bagi orang Arab saja, namun untuk semua orang. Universalitas hukum Islam ini sesuai dengan pemilik hukum itu sendiri yang kekuasaannya tidak terbatas. Di samping itu hukum Islam mempunyai sifat yang dinamis (cocok untuk setiap zaman). [5]

Hukum Islam terpancar dari sumber yang luas dan dalam yaitu Islam yang memberikan kepada kemanusiaan sejumlah hukum yang positif yang dapat dipergunakan untuk segenap massa dan tempat. hukum Islam dalam gerakannya menyertai perkembangan manusia mempunyai kaidah asasiyah, yaitu ijtihad. Dengan ijtihad tersebut akan menjawab segala tantangan masa, dapat memenuhi harapan zaman dengan tetap memelihara kepribadian dan nilai-nilainya.[6]

 Bukti yang menunjukkan apakah hukum Islam memenuhi sifat tersebut atau tidak, harus dikembalikan kepada al-Quran. Karena al-Quran merupakan wadah dari ajaran Islam yang diturunkan Allah kepada umat manusia di muka bumi ini. Al-Quran juga merupakan garis kebijaksanaan Tuhan dalam mengatur alam semesta termasuk manusia. Allah berfirman dalam surah Saba‟ ayat 28 dan surah al-Anbiya‟ ayat 107:  وَمَا ارسَلْنٰكَ االَّ كَافاةً للنااسِ بشِيْ رًا اونذِيْ رًا اولٰكِ ان اكْثَ رَ النااسِ لََّ يَ عْلمُوْنَ

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”.  وََما ارسَلْنٰكَ االَّ رحْْةً لِّلْعٰلمِيَْ

“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

4.        Sistematis

Hukum Islam itu bersifat sistematis, yang berarti bahwa hukum Islam itu mencerminkan sejumlah ajaran yang bertalian secara logis. Contohya saja wajibnya hukum shalat tidak terpisahkan denganwajibnya hukum zakat.Itu menunjukkan bahwa Islam tidakhanya mengajarkan aspek kebatinan saja yangmengutamakan hal-hal ukhrawi tetapi juga diperintahkanuntuk mencapai aspek keduniaan.[7]

 Demikian pula dengan lembaganya. Pengadilan dalam Islam tidak akan memberikan hukuman potong tangan kepada pencuri apabila keadaan masyarakat sedang kacau dan terjadi kelaparan, kemudian tidak akan memberikan hukuman rajam bagi pezina kalau lokalisasi-lokalisasi pelacuran, buku dan film porno, kebiasaan berpakaian belum ditetapkan seperti yang dikehendaki oleh Islam. Dengan demikian hukum Islam dan lembaganya akan senantiasa berhubungan satu dengan yang lainnya. Hukum Islam tidak akan bisa dilaksanakan apabila diterapkan hanya sebagian dan ditinggalkan sebagian yang lainnya.8

5.        Hukum Islam Bersifat Ta’aqquli dan Ta’abbudi

Hukum Islam hanya mempunyai dua dasar pokok berupa al-Quran dan Sunnah. Di samping dua sumber pokok tersebut ada lagi sumber pokok lain yaitu ijtihad ulama. Yang mencerminkan suatu transisi ke arah satu hukum yang berdiri sendiri (penafsiran terhadap al-Quran dan Sunnah).[8]

Hukum Islam mencakup bidang mu'amalah dan bidang ibadah. Dalam bidang ibadah terkandung nlai-nilai ta'abbudi atau ghairu ma'qulat al-ma'na (غير معقولة المعنى ), irrasional. Artinya manusia tidak boleh

beribadah kecuali dengan apa yang telah disyari'atkan. Dalam bidang ini tidak ada pintu ijtihad bagi umat manusia. Sedangkan bidang mu'amalah, didalamnya terkandung nilai-nilai ta'aqquli atau ma'qulat al-ma'na ( معقولة المعنى ), rasional. Artinya, umat Islam dituntut untuk berijtihad guna membumikan ketentuan-ketentuan syariah tersebut.

Mencium Hajar Aswad ketika tawaf mengelilingi ka'bah merupakan ibadah yang irrasional sampai Umar bin Khattab sendiri mengatakan, "Kamu adalah batu biasa, kalaulah Rasul tidak menciummu akupun tidak akan menciummu". Meski ada usaha rasionalisasi, usaha tersebut sifatnya temporer, karena ia merupakan ijtihad manusia yang akan selalu berubah dengan perubahan masa. Aspek irrasional dalam bidang ibadah ini sebagian diantara tujuannya adalah untuk menunjukkan keterbatasan akal manusia.[9]

Dari segi hukum Islam yang bersifat heteromonois dan yang bersifat irrasional, aturan-aturan hukum Islam itu sah atau baik kaena semata-mata eksisteni kebajikan yang terkandung didalamnya, bukan karena rasionalitasnya.

Dahulu faktor penyebab diharamkannya babi bagi kaum muslimin merupakan hal yang irrasional tetapi ketika diketahui bahwa di dalam babi terdapat unsur cacing pita dan penyakit lain, maka ia berubah menjadi rasional. Namun, ketika cacing pita dan penyakit lain sudah dapat dibersihkan dari daging babi, pengharaman babi tersebut kembali masuk dalam lingkup misteri atau kepada irrasional.

Sedangkan menurut Sya‟ban Mauludin (2004), menyebutkan ciri kekhususan hukum islam yang membedakannya dengan hukum lain:[10]

1.      Hukum islam berdasarkan atas wahyu Allah SWT, yang terdapat dalam al-

Qur‟an dan dijelaskan oleh Sunnah.

2.      Hukum Islam dibangun berdasarkan prinsip akidah (iman dan tauhid) dan akhlak (moral).

3.      Hukum Islam bersifat universal (alami), dan diciptakan untuk kepentingan seluruh umat manusia (rahmatan lil‟alamin).

4.      Hukum Islam memberikan sanksi di dunia dan sanki di akhirat (kelak).

5.      Hukum Islam mengarah kepada jam‟iyah kebersamaan yang seimbang antara kepentingan individu dan masyarakat.

6.      Hukum Islam dinamis dalam menghadapi perkembangan sesuai dengan tuntutan waktu dan tempat.

7.      Hukum Islam bertujuan menciptakan kesejahteraan di dunia dan akhirat.

B. Implementasi Hukum Islam dalam Kehidupan

Al-Qur'an dan Hadis berintikan satu hal yang sangat positif yaitu rahmatan lil „alamin, atau dapat diartikan bahwa Islam menawarkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang hakiki secara universal kepada seluruh manusia, bukan kebahagiaan yang semu dan temporer. 

Di dalam kehidupan masyarakat Islam, norma atau kaidah yang terkandung di dalam agama Islam diimplementasikan dalam bentuk aturan pokok yang disebut syari‟at Islam (Islamic law).  Allah mewajibkan kepada umat Islam untuk melaksanakan syari‟at Islam dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara. Syari‟at wajib dilaksanakan baik sebagai agama maupun sebagai pranata sosial.[11]

Dengan sifat dan ciri hukum Islam maka hukum dari ajaran al-Qur'an itu mempunyai kekuatan sendiri yang tidak sepenuhnya tergantung pada adanya suatu kekuasaan sebagai kekuatan pemaksa dari luar hukum itu. Ide hukum yang diajarkan al-Qur'an berkembang terus dari masa ke masa melalui jalur ilmu. Seandainya hukum yang diajarkan al-Qur'an itu tergantung pada suatu kekuasaan maka sudah lama jenis hukum itu akan hilang. Karena itu diketahui betapa upaya dari kekuasaan-kekuasaan yang mampu menaklukkan wilayah-wilayah Islam dan umatnya serta upaya melikuidasi budaya dan hukumnya. Tapi ternyata hukum Islam dari ajaran al-Qur'an itu dapat memperlihatkan daya tahannya.

Implementasi Hukum Islam di Indonesia terwujud dari upaya perumusan perundang-undangan dan tata hukum di Indonesia dan Hukum Islam tetap bertahan bahkan berkembang dalam bentuk baru melalui proses taqnin (dirumuskan menjadi hukum positif melalui yurisprudensi). Di Indonesia misalnya bentuk perundang-undangan tersebut adalah UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama, Inpres RI No. 1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, dan sebagainya. Islam akan selalu memberikan kontrol terhadap subtansi atau materi peraturan perundang-undangan yang ada, selama tidak bertentangan dengan nilai serta norma Islam, maka peraturan perundangan tersebut akan direkomendasi oleh kekuatan Islam, sebaliknya bila ada peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan syari‟at Islam, kekuatan Islam akan meluruskan sesuai dengan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran Islam.

Hukum Islam adalah hukum yang berlaku dan menyatu dengan kenyataan, meskipun hukum tersebut belum menjadi penyelesaian resmi dalam formal (hukum positif). Namun secara kenyataan berlakunya hukum Islam akan berhubungan dengan kesadaran umat Islam dalam kehidupan sehari-hari dalam menyelesaikan berbagai kemelut sosial yang ada. 

Implementasi hukum islam dalam kehidupan akan berjalan terus. Serta bidang yang menyangkut sosial kemasyarakatan lebih banyak mendominasi pertumbuhan itu. Pertumbuhan bidang fikih yang merumuskan hukum sosial kemasyarakan itu, sangat berjasa dalam meningkatkan pemahaman hukum dan perilaku normatif dalam kehidupan umat islam. 

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahwa sifat dan karakteristik hukum Islam ada 5, yaitu: (1) Sempurna yang berarti meskipun dalam suku kebudayaan yang berbeda-beda. sifat dan karakter sempurna maksudnya adalah lengkap, berkumpul aneka pandangan hidup; (2) Elastis yang berarti hukum Islam meliputi segala bidang dan lapangan kehidupan manusia; (3) Universal dan Dinamis yang berarti ajaran Islam bersifat universal yang meliputi seluruh alam tanpa batas, serta tidak dibatasi pada daerah tertentu seperti ruang lingkup ajaran-ajaran Nabi sebelumnya. Tidak hanya berlaku bagi orang Arab saja, namun untuk semua orang; (4) Sistematis yang berarti bahwa Islam tidakhanya mengajarkan aspek kebatinan saja yangmengutamakan hal-hal ukhrawi tetapi juga diperintahkanuntuk mencapai aspek keduniaan; (5) Bersifat Ta’aqquli dan

Ta’abbudi, konsep ta’abbudi dan ta’aqquli merupakan konsepsi ulama yang mencerminkan sebuah pemahaman tentang keagamaan. Ta’abbudi yang dimaknai sebagai pemahaman keagamaan yang harus diikuti tanpa harus mempertanyakan alasan dibalik sebuah perintah syariah agama. Sementara ta’aqquli yang dimaknai sebagai pemahaman keagamaan yang dilahirkan dari semangat diturunkan hukum Islam.

Hukum Islam adalah hukum yang berlaku dan menyatu dengan kenyataan, meskipun hukum tersebut belum menjadi penyelesaian resmi dalam formal (hukum positif). Namun secara kenyataan berlakunya hukum Islam akan berhubungan dengan kesadaran umat Islam dalam kehidupan sehari-hari dalam menyelesaikan berbagai kemelut sosial yang ada. Implementasi hukum islam dalam kehidupan akan berjalan terus. Serta bidang yang menyangkut sosial kemasyarakatan lebih banyak mendominasi pertumbuhan itu. Pertumbuhan bidang fikih yang merumuskan hukum sosial kemasyarakan itu, sangat berjasa dalam meningkatkan pemahaman hukum dan perilaku normatif dalam kehidupan umat islam.

       

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Panji. 2019. Hukum Islam. (Jakarta: Sinar Grafika, 2019)

Arif, M. Syaikhul. “Sifat dan Karakteristik Hukum Islam”, Siyasah: Jurnal Hukum Tata Negara, Vol. 3 Edisi II (Desember 2020), hlm. 30-38.

Diakses dari http://ejournal.annadwah.ac.id/index.php/Siyasah/article/view /192  

Assidieqy, Muhammad Hasby. 1993. Falsafah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Aziz, A. Syaiful. “Karakteristik Hukum Islam dan Asas Penerapannya”, Jurnal Iqtisad: Reconstruction of Justice and Welfare for Indonesia. Vol. 6, No.

                2,              2019,              hlm.              156-174.              Diakses             dari

http://ejournal.annadwah.ac.id/index.php/Siyasah/article/view /192  

Darmawati. 2019. Filsafat Hukum Islam. Makassar: UIN Alauddin. Diakses dari http://repositori.uin-alauddin.ac.id/17246/  

Gunawan, Hendra. “Karakteristik Hukum Islam”. Jurnal Al-Maqasid. Vol.4 No.2

                Juli-Desember        2018.         Halaman        107-125.        Diakses        dari

http://194.31.53.129/index.php/ almaqasid/article/view/1429/1162  

Junaidi, Ahmad. 2014. Filsafat Hukum Islam. Jember: STAIN Jember Press. Diakses dari http://digilib.iain-jember.ac.id/1116/  

Mardani. 2010. Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Mauludin,    Sya‟ban.     2004.     Karakteristik     Hukum     Islam    (Konsep     dan

Implementasinya), Manado:IAIN Manado

 



[1] A. Saiful Aziz, “Karakteristik Hukum Islam dan Asas Penerapannya”. Jurnal Iqtisad: Reconstruction of Justice and Welfare for Indonesia. Vol. 6, No. 2, 2019, hlm. 159.

[2] Mardani, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2010), hal. 25. 

[3] M. Syaikhul Arif, “Sifat dan Karakteristik Hukum Islam”, Siyasah: Jurnal Hukum Tata Negara, Vol. 3 Edisi II (Desember 2020), hlm. 33. 

[4] Muhammad Hasby Assidiqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 23-24.

[5] Ahmad Junaidi, Filsafat Hukum Islam, (Jember: STAIN Jember Press, 2014), hlm. 85.

[6] Panji Adam, Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2019), hlm. 189.

[7] Darmawati, Filsafat Hukum Islam, (Makassar: UIN Alauddin, 2019), hlm. 99. 8 Ahmad Junaidi, Filsafat Hukum Islam..., hlm. 85.

[8] Hendra, Gunawan “Karakteristik Hukum Islam”, Jurnal Al-Maqasid, Vol.4 No.2 JuliDesember 2018, hlm. 119.

[9] Ahmad Junaidi, Filsafat Hukum Islam..., hlm. 86.

[10] Sya‟ban Mauludin, Karakteristik Hukum Islam (Konsep dan Implementasinya), (Manado:IAIN Manado, 2004), hlm 65.

[11] Sya‟ban Mauludin, Karakteristik Hukum Islam..., hlm. 67.

Lebih baru Lebih lama