SAKSI DAN SUMPAH PALSU DI PENGADILAN

 

SAKSI DAN SUMPAH PALSU DI PENGADILAN  


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Keterangan yang diberikan oleh seorang ahli di sidang pengadilan sangat diperlukan oleh hakim untuk meyakinkan dirinya. Maka dari itu, pada pemeriksaan dalam sidang pengadilan bagi hakim peranan keterangan ahli sangat penting dan wajib dilaksanakan demi keadilan. Akan tetapi hakim dengan demikian tidak wajib untuk menuruti pendapat dari ahli itu bilamana pendapat dari ahli itu bertentangan dengan keyakinannya.

Pembuktian dalam hukum Islam juga diterangkan bahwasannya, jika seorang dijadikan sebagai saksi dalam persidangan maka haruslah memeberikan keterangan yang benar dan tidak dibuat-buat, karena bagi saksi yang memberi keterangan palsu maka akan diberikan sanksi sesuai dengan surat Al-Furqon:

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

Artinya: “dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, merkea lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”

Berkenaan dengan kesaksian palsu, yaitu keterangan palsu yang diberikan di sidang pengadilan setelah mengucapkan sumpah atau janji, terdapat pengaturannya dalam KUHAP, yaitu pada Pasal 174. Kemudian, hal-hal atau syarat-syarat yang harus diperhatikan oleh Hakim untuk sampai pada memerintahkan agar dilakukan penahanan, prosedur penanganan kesaksian palsu di depan pengadilan, dan kedudukan Polisi dalam hal terjadinya kesaksian palsu di depan pengadilan terdapat dalam pasal 242.

B.    Rumusan Masalah

1.      Apa makna mufradat, asbabul wurud serta kualitas hadis tentang saksi dan sumpah palsu di pengadilan?

2.      Bagaimana sikap dan tindakan yang harus dilakukan oleh hakim dalam memutus perkara?

C.    Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui mufradat, asbabul wurud serta kualitas hadis tentang saksi dan sumpah palsu di pengadilan

2.      Untuk mengetahui sikap dan tindakan yang harus dilakukan oleh hakim dalam memutus perkara


 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Hadis Tentang Saksi Dan Sumpah Palsu

وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَأَبُو كُرَيْبٍ، قَالَ:حَدَّثَناَ اَبُوْ مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، وَهَذَا حَدِيثُ أَبِي بَكْرٍ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ثَلَاثٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ.  رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالْفَلَاةِ يَمْنَعُهُ مِنَ ابْنِ السَّبِيلِ، وَرَجُلٌ بَايَعَ رَجُلًا بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ فَحَلَفَ لَهُ بِاللهِ لَأَخَذَهَا بِكَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ وَهُوَ عَلَى غَيْرِ ذَلِكَ، وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لَا يُبَايِعُهُ إِلَّا لِدُنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا وَفَى، وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا لَمْ يَفِ

Artinya: Dari Abu Huraira r.a berkata, Rasulullah Saw bersabda: tiga macam (golongan) orang yang pada hari kiamat kelak tidak akan diajak Allah berbicara, Dia tidak akan menoleh kepadanya, tidak akan membersihkan dosanya dan untuk mereka azab yang pedih.  seorang yang berada dipadang tandus dan memiliki kelebihan air tetapi ia melarang para musafir meminumnya. Seorang pedagang yang menjual dagangannya setelah waktu ashar dan bersumpah kepada pembeli bahwa modalnya sekian-sekian sehingga pembeli mempercayainya, padahal ia berbohong. Seorang yang bersumpah setia kepada seorang imam karena ingin mendapatkan harta dunia. Bila ia diberi makan ia akan tunaikan sumpahnya, jika tidak maka ia pun mengabaikan sumpahnya. (Muttafaqun Alaih).[1]

B.    Makna Mufradat

Tidak akan diajak bicara Allah

لَا يُكَلِّمُهُمُ

Hari Akhir atau Hari Kiamat

يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Kelebihan air

فَضْلِ مَاءٍ

Tidak akan Melihat / Menoleh kepada mereka

وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ

Membersihkannya

يُزَكِّيهِمْ

Azab yang pedih

عَذَابٌ أَلِيمٌ

Padang tandus

عَلَى فَضْلِ مَاءٍ

Melarang

يَمْنَعُهُ

Mufasir

ابْنِ السَّبِيلِ

Penjual

وَرَجُلٌ بَايَعَ

Dagangannya

بِسِلْعَةٍ

Dia memberikanya

أَعْطَاهُ

Mencegahnya

يُعْطِهِ

Memenuhi

يَفِ

Sumpah

حَلَفَ

 

C.    Asbabul Wurud

Di hadits disebutkn macam-macam dosa yang membuat allah tidak memandang dengan pandangan rahmat. Dan ketiga orang tadi melakukan 3 maksiat yang seharusnya tidak dilakukan karena tidak ada perkara yang mendorong untuk maksiat, seperti orang fakir sombong lebih parah dari pada orang kaya sombong.

D.    Kualitas Hadis

Hadis tentang sumpah diatas tergolong hadis Shahih karena diriwayatkan oleh para perawi yang sanadnya menyambung hingga ke Rasulullah SAW serta dalam hadis tersebut tidak ada Illat atau cacat.

E.    Sikap dan Tindakan Hakim Dalam Saksi dan Sumpah Palsu

Salah satu alat bukti yang digunakan dalam beracara baik pada perkara perdata maupun pidana, sangat dibutuhkan pengucapan sumpah saat saksi ingin memberikan keterangannya di depan Pengadilan terutama Majelis hakim. Karena sebelum seseorang ingin bersaksi maka terlebih dahulu dilakukan pengangkatan sumpah menurut agama yang dianutnya  supaya memberikan keterangan yang sebenarnya atau memberikan keterangan yang dapat memberi petunjuk terhadap sebuah kasus. Karena sumpah ini dijadikan sebagai suatu jaminan yang diterangkan seseorang adalah benar adanya dan tidak lain dari yang sebenarnya. Ketentuan terhadap kejahatan sumpah palsu dan keterangan palsu ini dapat kita lihatkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yakni :[2]

Pasal 242

1)      Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

2)      Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

3)      Disamakan dengan sumpah adalah janji atau penguatan diharuskan menurut aturan- aturan umum atau yang menjadi pengganti sumpah.

4)      Pidana pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1 – 4 dapat dijatuhkan.

Jadi ketentuan diatas ini adalah aturan bila kita mencoba mengucapkan sumpah palsu dan keterangan palsu didepan muka umum atau didepan pengadilan. Karena sumpah ini dinilai sebagai merusak atau penyerangan terhadap jaminan kepercayaan akan kebenaran keterangan diatas sumpah yang demikian.

Dalam Pasal 163 KUHAP ditentukan bahwa, “Jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat dalam berita acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta minta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acâra pemeriksaan sidang.” Selanjutnya ditentukan dalam Pasal 174 ayat (2) KUHAP bahwa, “Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.”[3]

Apabila setelah peringatan-peringatan sebagaimana dimaksud dalam kedua pasal tersebut diberikan oleh hakim, tetapi saksi tetap mempertahankan keterangannya sampai pemeriksaan saksi itu selesai, barulah terjadi suatu tindak pidana sumpah palsu. Dalam hal seseorang telah disumpah atau mengucapkan janji sebagai saksi tetapi kesaksian atau keterangan yang diberikannya sebagai saksi disangka palsu, maka hakim berwenang memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.

Berdasarkan bahasan mengenai tindak pidana sumpah palsu (Pasal 242 KUHPidana) dalam sub bab sebelumnya serta rumusan Pasal 163 dan 174 KUHAP, ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum Hakim melaksanakan wewenangnya tersebut, yaitu:

1.        Keterangan saksi disangka palsu

Dalam Pasal 163 KUHAP ditentukan bahwa jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat dalam berita acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta minta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acâra pemeriksaan sidang. Dari rumusan pasal ini dapat diketahui bahwa salah satu dasar untuk sampai pada sangkaan kesaksian palsu adalah jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat dalam berita acara. Kemungkinan dasar lainnya, yang tidak disinggung dalam KUHAP, yaitu apabila keterangan saksi itu berbeda dengan keterangan dari saksi atau saksi-saksi lain. Apabila beberapa saksi lain memberikan keterangan yang sama di antara mereka, sedangkan keterangan mereka itu berbeda dengan keterangan seorang saksi, dapat muncul sangkaan bahwa keterangan saksi yang satu ini merupakan keterangan palsu.

2.        Hakim telah memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu. Di atas telah dikemukakan ketentuan Pasal 163 KUHAP bahwa jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat dalam berita acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu. [4]

3.        Saksi yang bersangkutan telah selesai diperiksa.

Dalam Pasal 167 KUHAP ditentukan bahwa setelah saksi memberi keterangan, ia tetap hadir di sidang kecuali hakim ketua sidang memberi izin untuk meninggalkannya. Prosedur ini adalah setelah saksi selesai menjalani pemeriksaan, yaitu setelah Hakim ketua sidang menyatakan kepada saksi bahwa pemeriksaan terhadap saksi telah selesai dan saksi dipersilahkan untuk meninggalkan tempat duduknya sebagai saksi. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 164 KUHAP, selesainya pemeriksaan terhadap seorang saksi adalah:

a)      setelah saksi memberikan keterangan atau jawaban atas pertanyaan-pertanyaan hakim, dan,

b)      kemudian telah diberikan kesempatan kepada terdakwa untuk memberikan pendapatnya terhadap keterangan saksi; dan selanjutnya,

c)      kepada penuntut umum dan penasihat hukum telah diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi.

4.        Hakim karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa, sudah cukup yakin bahwa saksi memberikan keterangan palsu. Dalam Pasal 174 ayat (2) KUHAP ditentukan bahwa apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.

Berdasarkan ketentuan ini maka dilaksanakannya wewenang hakim itu adalah berdasarkan pada: (1) pertimbangan hakim sendiri karena jabatannya, atau (2) atas permintaan dari penuntut umum, atau (3) atas permintaan terdakwa. Tetapi sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 174 ayat (2) KUHAP, Hakim “dapat” memberikan perintah penahanan. Ini menunjukkan bahwa Hakim tidak wajib untuk memerintahkan penahanan saksi sekalipun ada sangkaan memberikan keterangan palsu. Dilaksanakan atau tidaknya wewenang Hakim ini diserahkan pada pertimbangan Hakim ketua sidang yang bersangkutan.


 

BAB III

PENUTUP

A.    Simpulan

Keberadaan Saksi dan Sumpah sangat penting dalam sebuah peradilan.karena dengan adanya saksi dan sumpah dapat menggugurkan gugatan. Pada dasarnya tujuan bersumpah adalah untuk menegakkan syari’at, menegakkan kebenaran dan melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah serta menghancurkan apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dihancurkan. Selain sumpah dan saksi hakim juga sangat penting adanya dalam sebuah peradilan. Hakim memiliki wewenang memerintahkan penahanan saksi yang diduga memberikan keterangan palsu apabila keterangan saksi disangka palsu berdasarkan alasan yang kuat, antara lain jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat dalam berita acara dan Hakim harus memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepada saksi itu supaya memberikan keterangan yang sebenarnya serta mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu, dalam hal ini ancaman pidana dalam Pasal 242 KUHPidana.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Al-Albani, Syaikh Muhammad Nashiruddin, Sulubus Salam Kitab Al-Qadha Jilid 3

Lamintang, P.A.F., dan C.D. Samosir. 1983. Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru

Nusantara, et al, Abdul Hakim G. 1986. KUHAP dan Peraturan-peraturan Pelaksana. Jakarta: Djambatan

Sianturi, S.R. 1983. Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Jakarta: Alumni AHM-PTHM.

 



[1] Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Sulubus Salam Kitab Al-Qadha Jilid 3, hal 701-702

[2] S.R. Sianturi, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1983, hal. 124

[3] Abdul Hakim G. Nusantara, et al, KUHAP dan Peraturan-peraturan Pelaksana, (Jakarta: Djambatan, 1986) hal 57

[4] Lamintang, P.A.F., dan C.D. Samosir, Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1983), hal 103

Lebih baru Lebih lama