Pemikiran-Pemikiran Socrates Pada Masa Filsafat Klasik

   


     Socrates merupakan seorang filsuf yang lahir di Athena (470 SM – 399 SM). Pada masa hidupnya Socrates memiliki kepribadian yang sabar, rendah hati, yang selalu menyatakan dirinya bodoh. Pada masa filsafat klasik, Socrates menjadi salah satu rujukan dalam pemikiran filsafat diantaranya:

1)   Tentang Metode Berfilsafat

Socrates adalah filsuf Athena pertama yang mengajarkan cara berfikir dengan konsep pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan pada lawan bicara. Hal ini biasa kita sebut sebagai metode dialektika, sebab setelah mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang kita lontarkan pada lawan bicara maka kita pula akan mencari jawaban kedua, ketiga, dan seterusnya. Sehingga kita bisa mengambil kesimpulan dari jawaban-jawaban tadi. Hal ini mungkin bisa kita katakan juga sebagai metode induksi. Jika di telaah secara mendalam maka kesimpulan yang kita ambil tadi adalah merupakan kesimpulan yang umum dari berbagai jawaban yang bersifat khusus.

2)   Tentang Objek Baru Dalam Penelitian Filsafat

Socrates adalah sosok yang sangat berbeda dari para filsuf yang ada sebelum dirinya, hal ini dapat kita lihat dari permasalahan objek kajian filsafat bagi Socrates. Objek yang sangat penting bagi filsafat menurutnya bukanlah lagi alam seperti apa yang telah disinggung oleh para pendahulunya, akan tetapi adalah manusia. Hal ini dikarenakan manusia adalah segala yang menjadi penentu alam atau pemelihara alam sehingga manusia bagi Socrates haruslah menjadi sosok yang bersifat melindungi baik alam maupun sesamanya. Karena pandangan seperti ini maka tak jarang Socrates pada masanya sering dikatakan sebagai seorang nabi yang telah diutus oleh yang maha kuasakedunia ini untuk menjalankan dan menyebarkan segala bentuk keadilan agar dunia ini menjadi tertata dengan sebaik-baiknya

3)   Tentang Etika dan Jiwa

Dalam konsep etika Socrates dikenalkan dengan konsep “eudomonia” yang artinya kebahagiaan. Jika seorang manusia telah menemukan kebahagiaan yang menjadi tujuannya maka diri dan jiwanya akan mendapatkan atau secara inheren akan melekat suatu sikap yang Socrates menyebutnya dengan “keutamaan”. Socrates juga mengatakan bahwa “tujuan tertinggi manusia adalah membuat diri dan jiwanya menjadi sebaik mungkin”, yang dimaksud jiwa disini bagi Socrates adalah kepribadian yang menjadi intisari manusia. Hal ini dikarenakan jiwa itu telah mencapai konsep eudomonia tadi yaitu kebahagiaan tertinggi yang menjadi tujuan hidup manusia. Keutamaan ini memiliki suatu kebaikan yang pasti melekat padanya sampai kapanpun.

Lebih baru Lebih lama