MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT BARAT KLASIK

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia, Bosen yang diturunkan dari kata kerja filosofien. Yang berati mencintai kebijaksanaan. Kemudian definisi dari filsafat itu sendiri yaitu, filsafat adalah usaha manusia dengan akalnya untuk memperoleh suatu pandangan dunia dan hidup yang memuaskan hati. filsafat yunani adalah asia kecil, dan filsuf-filsuf pertama yunani berasal dari Ionia. Yunani sendiri berada dalam situasi tidak tenang menyusul ivasi bangsa Doria pada abad 7 SM, tapi Ionia relative tenang dan mewarisi jiwa peradaban lama. Invasi bangsa Doria ini menghancurleburkan kebudayaan Aegea yang terkenal itu. Homerus penyair besar Yunani juga berasal dari Ionia. Jadi Ionia merupakan tempat lahir penyair terbesar Yunani dan kosmolog-kosmolog pertama Yunani.

Bila dilihat secara cermat ada kesinambungan tema dalam gambaran dunia yang dilukiskan Hesiod, tuntutan-tuntutan moral dalam puisi Homerus dan kosmologi yang diajarkan oleh para filsuf awal Ionia. Pemikiran filosofis Yunani awal merupakan produk puncak dari peradaban kuno Ionia. Karena Ionia merupakan tempat pertemuan antara barat dan timur, maka sering dipersoalkan apakah filsafat yunani dipengaruhi oleh filsafat oriental, seprti Babylon atau Mesir? Ada pendapat yang mengatakan bahwa filsafat Yunani berasal dari Babylon dan Mesir, tetapi ada pula yang menolak pendapat itu. 

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana sejarah munculnya filsafat barat ?

2.      Bagaimana periodesasi dan pemikiran tokoh-tokoh besar pada masa pra sokrates?

3.      Bagaimana periodesasi dan pemikiran tokoh-tokoh besar pada masa sokrates?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui sejarah munculnya filsafat barat klasik,

2.      Mengetahui periodesasi dan pemikiran dari tokoh-tokoh besar pada masa pra ssokretes

3.      Mengetahui periodesasi dan pemikiran dari tokoh-tokoh besar pada masa sokretes.

 

BAB I

PEMBAHASAN

A.    Sejarah munculnya filsafat barat klasik

Sejarah filsafat  ialah memperolehi tentang perkembangan pemikiran filsafat yang pernah ada sepanjang sejarah manusia. Mengerti sejarah filsafat saja belum dapat dianggap telah memahami filsafat secara keseluruhan, karena dalam Sejarah Filsafat hanya dibicarakan secara umum bagaimana sebuah faham dan seorang tokoh pernah muncul.Karena pengantar historis saja tidak mencukupi, maka diperlukan pengantar sistematis yang membicarakan aliran dan cabang-cabang filsafat. Dan sini akan diperoleh gambaran Iebih jelas seorang filsuf, misalnya, termasuk aliran apa dan bagaimana pendapatnya rnengenai kosmologi, epistemologi atau cabang tertentu.

Keberadaan filsafat Yunani pada masa kelahirannya (abad ke 600-300 SM), menggambarkan adanya pengaruh yang kuat antara mythos dan logos. Mitologi merupakan suatu factor yang mendahului filsafat dan mempersiapkan ke arah timbulnya pemikiran filosofis. Mitologi Yunani mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang alam semesta, tetapi jawaban-jawaban yang diberikan justru dalam bentuk mitos yang tidak bisa diterima oleh akal sehat.

Klasik, adalah sebagai berikut:

1.      Bahwa filsafat Yunani Klasik merupakan awal dari permulaan pemikiran filsafat atau pembahasan masalah filsafat secara spekluatif rasional, dan tidak irrasional dogmatis.

2.      Bahwa Filsafat Yunani klasik merupakan contoh ilustrasi pemikiran dan pembahasan masalah filsafat secara sitematis dan lengkap dan berlaku sampai ssekarang.

3.      Bahwa sesuai dengan butir pada dasarnya pemikir-pemikir filsafat saat ini merupakan komentator filsafat Yunani klasik dan menyesuaian dasar-dasar pemikiran tokoh Klasik dengan tuntutan zaman da perkembangan kebudayaan.

4.      Bahwa Filsafat Yunani Klasik dan  para tokohnya merupakan bukti yang jelas, bahwa apabila kebebasan pemikiran manusia dijamin akan menghasilkan sesuatu, termasuk ajaran filsafat, yang benar, baik dan bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia yang mmanusiawi.

5.      Bahwa filsafat Yunani Klasik yang agung itu menyadarkan kita yang lama tidak selamanya itu salah dan jelek, bahkan menuntut kita  untuk lebih cermat dan giat menciptakan sesuatu lebih dari yang dilakukan mereka.

6.      Bahwa berpikir dan pemikiran filsafat tidak berada dalam kekosongan sosial, artinya berpikiran dan pikiran filsafat kita diilhami, bersumber dan bermodalkan informasi-informasi hasil pemikiran para ahli filsafat sebelum kita.

Diatas dapat diartikan pula bahwa mustahil pemikiran filsafat timbul dan berkembang di dalam tata susunan sosiokultural yang tidak mendukung ke arah itu. Maka dari itu, pengajuan beberapa pendapat tentang dasar-dasar sosiokultural masyarakat, bangsa atau negara Yunani mungkin akan diperoleh manfaat daripadanya.

B.     Periodesasi dan pemikiran tokoh-tokoh besar pada masa pra sokrates

Filsafat di masa Pra-Sokrates merupakan tahap pertama dalam filsafat Yunani. Meskipun bukan merupakan filsafat murni, tetapi ia merupakan filsafat yang sesungguhnya. Sebaliknya, filsafat Pra-Sokrates bukannya merupakan unit tertutup yang tidak berhubungan dengan pemikiran filosofis sesudahnya, tapi merupakan persiapan bagi periode sesudahnya. Filsafat Pra Socrates Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan akal untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung menjadi sebab meluasnya tradisi berpikir bebas yang dimiliki bangsa Yunani.

Menurut Barthelemy, kebebasan berpikir bangsa Yunani disebabkan di Yunani sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci. Keadaan tersebut jelas berbeda dengan Mesir, Persia, dan India. Sedangkan Livingstone berpendapat bahwa adanya kebebasan berpikir bangsa Yunani dikarenakan kebebasan mereka dari agama dan politik secara bersamaan.

Pada masa Yunani kuno, filsafat secara umum sangat dominan, meski harus diakui bahwa agama masih kelihatan memainkan peran. Hal ini terjadi pada tahap permulaan, yaitu pada masa Thales (640-545 SM), yang menyatakan bahwa esensi segala sesuatu adalah air, belum murni bersifat rasional. Argumen Thales masih dipengaruhi kepercayaan pada mitos Yunani. Demikian juga Phitagoras (572-500 SM) belum murni rasional. Ordonya yang mengharamkan makan biji kacang menunjukkan bahwa ia masih dipengaruhi mitos. Secara umum dapat dikatakan, para filosof pra-Socrates berusaha membebaskan diri dari belenggu mitos dan agama asalnya. Mereka mampu melebur nilai-nilai agama dan moral tradisional tanpa menggantikannya dengan sesuatu yang substanslia.

Filsafat Pra Socrates adalah filsafat yang dilahirkan karena kemenangan akal atas dongeng atau mite-mite yang diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal segala sesuatu. Baik dunia maupun manusia para pemikiran atau ahli filsafat yang disebut orang bijak yang mencari-cari jawabannya sebagai akibat terjadinya alam semesta beserta isinya tersebut.[1] Sedangkan arti filsafat itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia artinya bijaksana/pemikir yang menyelidiki tentang kebenaran-kebenaran yang sebenarnya untuk menyangkal dongeng-dongeng atau mite-mite yang diterima dari agama.

Pemikiran filusuf inilah yang memberikan asal muasal segala sesuatu baik dunia maupun manusia yang menyebablan akal manusia tidak puas dengan keterangan dongeng atau mite-mite tersebut dengan dimulai oleh akal manusia untuk mencari-cari dengan akalnya dari mana asal alam semesta yang menakjubkan itu. Mite-mite tentang pelangi atau bianglala adalah tempat para bidadari turun dari surga, mite ini disanggah oleh Xenophanes bahwa “pelangi adalah awan” dan pendapat Anaxagoras bahwa pelangi adalah pemantulan matahari pada awan (pendapat ini adalah pendapat pemikir yang menggunakan akal). Dimana pendekatan yang rasional demikian menghasilkan suatu pendapat yang dikontrol, dapat diteliti oleh akal dan dapat diperdebatkan kebenarannya. Para pemikir filsafat yang pertama hidup dimiletos kira-kira pada abad ke 6 SM, dimana pada abad tersebut pemikiran mereka disimpulkan dari potongan-potongan yang diberitakan oleh manusia dikemudian hari atau zaman. Dan dapat dikatakan bahwa mereka adalah filsafat alam artinya para ahli fikir yang menjadikan alam yang luas dan penuh keselarasan yang menjadi sasaran para ahli filsafat teresbut (obyek pemikirannya adalah alam semesta).

Tujuan filosofi mereka adalah memikirkan soal alam besar dari mana terjadinya alam itulah yang menjadi sentral persoalan bagi mereka, pemikiran yang demikian itu merupakan pemikiran yang sangat majuu, rasioanl dan radikal. Sebab pada waktu itu kebanyakan orang menerima begitu saja keadaan alam seperti apa yang dapat ditangkap dengan indranya, tanpa mempersoalkannya lebih jauh. Sedang dilain pihak orang cukup puas menerima keterangan tentang kejadian alam dari cerita nenek moyang.[2]

Tokoh-tokoh pada masa Pra-sokrates

1.      THALES (± 625-645 SM)

Thales adalah tokoh yang pertama kali ada oada zaman pra-sokrates. Ia merupakan orang yang disebut “tujuh orang bijak” pada waktu itu (ketujuh orang itu adalah Thales, Miletos, Bias dariPrieane, Pitakos dari Mytilene, Soloon dari Athena, Kleoboulos dari Lindos, Khiloon dari Sparta, dan Periandros dari Korinthos.[3]

Thales adalah seorang saudagar yang banyak berlayar ke negeri Mesir, ia juga Seorang ahli politik yang terkenal di Miletos saat itu masih ada kesempatan baginya untuk mempelajari ilmu matematik dan astronomi. Ada yang mengatakan bahwa Thales mempergunakan kepintarannya itu sebagai ahli nujum. Karena pada suatu waktu ia pernah meramalkan aka nada gerhana matahari pada bulan itu dan tahun itu dan ramalan itu benar. Hal itu menyatakan bahwa ia mengetahui ilmu matematik orang Babilonia yangsangat tersohor pada waktu itu.

Pandangan yang demikian itu membawa kepada penyesuaian-penyesuain lain yang lebih mendasar yaitu bahwa sesungguhnya segalanya ini pada hakikatnya adalah satu. Bagi Thales, air adalah sebab utama dari segala yang ada dan menjadi ahir dari segala-galanya. Itulah sebabnya tiap benda dapat berubah, dapat bergerak atau dapat hilang kodratnya masing-masing. Ajaran Thales tentang jiwa bukan hanya meliputi benda-benda hidup tetapi meliputi benda-benda mati pula.

2.      Naximandros (± 610-540 SM)

Berbeda dengan Thales ia tidak mencari asas pertama segala sesuatu ada gejala-gejala alam. Menurut dia tidak mungkin bahwa asas pertama segala sesuatu itu adalah salah satu dari anasir-anasir yang menyusun alam air. Sebab Seandainya benar-benar bahwa air adalah asas pertama maka segala sesuatu, air harus didapatkan juga di mana-mana dan lain sebagainya. Padahal tidak demikian halnya. air adalah hal yang terbatas, air ada anasir lain lawannya yaitu anasir api. Oleh karena itu, asas pertama adalah asas yang menimbulkan segala sesuatu, maka asas haruslah hal yang lebih dalam dari pada anasir yang menyusun alam. Menurut Aniximandros, asas pertama itu adalah to apeiron (yang tak terbatas). Asas pertama ini disebut demikian karena tidak memiliki sifat-sifat benda yang dikenal manusia.[4]

3.      Naximenes (± 538-480 SM)

Menurut Anaximenes prinsip yang merupakan asal usul segala sesuatu adalah udara. Udara melahirkan semua benda dalam alam semesta ini karena suatu proses “pemadatan dan pengeceran”, kalau udara semakin bertambah maka muncullah berturut-turut angin, air, tanah dan akhirnya batu. Sebaliknya kalau udara itu menjadi encer yang timbul adalah api.

Pandangan Anaximenes tentang susunan jagat raya pasti merupakan kemunduran dibandingkan dengan Anaximandros. Menurut Anaximenes bumi yang berupa meja bundar katanya melayang diatas udara. Demikian pun matahari, bulan dan bintang-bintang. Badan-badan jagad raya itu tidak terbenam dibawah bumi sebagaimana yang dipikirkan Anaximandros tetapi mengelilingi bumi yang datar itu, matahari lenyap pada waktu malam karena tertutup dibelakang bagian-bagian tinggi.

4.      Pythagoras (± 580-500 SM)

Ajaran yang pertama kali diterapkan oleh pythagoras adalah bahwa jiwa merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, yang tidak berjasa serta tidak dapat mati. Oleh karena itu, maka jiwa dibelenggu di dalam tubuh. Dengan penyucian (katharsis) orang dapat membebaskan jiwa dari belenggu tubuhnya,sehingga setelah orang mati jiwanya akan mendapatkan kebahagiaan. Akan tetapi barang siapa yang menyucikan dirinya kurang, jiwanya akan berpindah ke kehidupan yang lain, sesuai dengan keadaannya, baik berpindah kebinatang, ke tumbuh-tumbuhan atau ke manusia. Penyucian diri terdiri dari melakukan pantangan-pantangan terhadap makanan tertentu.       

Menurut beliau, atas pertama segala sesuatu adalah bilangan, yang mewujudkan suatu kesatuan. Unsur-unsur atau asas-asas bilangan itu ialah: gelap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Suatu harmoni atau keselarasan misalnya dalam oktaf dihasilkan oleh penggabungan hal-hal yang saling berlawanan yaitu bilangan ganjil dan genap (1 dan 2).  Seluruh kenyataan di dalam dunia disusun dari bilangan-bilangan dan mewujudkan suatu keselarasan yang harmonis, yang mendamaikan memperdamaikan hal-hal yang saling berlawanan. Menurut Pythagoras ada 10 yang saling berlawanan yaitu: terbatas-tidak terbatas, ganjil-genap, satu-banyak, kanan-kiri, lelaki-prempuan, diam-gerak, lurus-bengkok, terang-gelap, baik-jahat, persegi-bulat panjang.

5.      Xenophanes (± 570-480 SM )

Pada usia 25 tahun ia menggambar, barangkali karena pada tahun 545 SM kota kelahirannya direbut oleh bangsa Persia. Sebenarnya ia bukan seorang filsug, melainkan seorang penyair yang kritis, yang dikenal akan pemikiran filsafati pada waktu itu.

Juga Xenophanes mencoba untuk mencoba mely melihat satuan sebagai asa segala sesuatu pernyataan yang ada. Untuk itu iya  menolak kepercayaan kepada banyak ilahi. Yang ilahi itulah satu-satunya yang ada, yang merangkumkan segala sesuatu. Ia tidak membedakan dengan jelas antara pemikiran yang monoteisis dan yang politeisitis. Sekalipun demikian merupakan pengertian tentang “yang ilahi” itu dikaitkan dengan pandangan etis yang luhur. Ia menentang mereka menyamakan manusia dengan ilahi. Sekalipun ajarannya tidak dapat digolongkan golongkan yang monoteistis.[5]

6.      HERAKLEITOS (± 540-575 SM)

a.       Ajaran tentang pertentangan

Setiap benda tersusun dari unsur saling pertentangan (paradoks) dalam kesatuan. Pertentangan tidak bergerak tetapi berdampingan dari satu ke yang lainnya. Pertentangan itu adalah suatu hal yang wajar dan layak. “Perang” ( pertantangan) adalah bapak segala-galanya. Damai menjadi ada karena perang. Pertentangan adalah keadilan. Hanya dengan pertentanganlah sesuatu “menjadi” segala sesuatu yang sama berlawanan.

b.      Fillsafat “menjadi”

Hiraklitos tidak percaya dengan segala sesuatu yang tetap, segalanya berubah. Munculnya semboyan panta rhei kei uden menei yang artinya segala sesuatu yang bergerak seperti aliran sungai. Bergerak berarti menjadi.

c.       Ajaran Arkhe

Arkhe Segal sesuatu adalah api. Api tidak pernah diam, selalu bergerak dan berubah.

d.      Ajaran kosmologi dan jiwa manusia

Kosmos juga selalu berubah: api-air-tanah-air-api. Begitu juga dengan jiwa manusia senantiasa berubah sebagaimana berubahnya air-api-tanah, begitulah manusia dalam tidur juga-kematian nya.

e.       Ajaran tentang Logos

Logos disini berati lebih “rasio”, Logos bersifat ilahi, tetapi bukan mengacu pada konsep ketuhanan. Logos adalah hukum yang menguasai segala sesuatu yang senantiasa berubah. Maka Logos berati api- simbol keabadian perubahan.

7.      PARMENIDES (±  515-450 SM)

Karyanya berupa puisi yang terdiri dari 2 bagian: jalan kebenaran dan jalan pendapat. Baginya pandangan indrawi itu menyesatkan dan pandangan rasional yang mampu menjamin kepastian.

a.       Ajaran yang ada

Paramenides menentang perubahan yang terus menerus apalagi kesatuan kontradiksi. Segalanya hanyalah “ada” yang tetap. Satu dan tidak berubah. Rumusnya yaitu: yang ada itu ada, dan yang tidak ada itu tidak ada. Pengandaian lain ada dua kemungkinan yaitu, yang ada itu tidak ada atau yang ada itu serentak ada dan tidak ada. Tiga hal yang ditolak filsafat “ada” yaitu, tidak ada kejamakan, tidak ada perubahan, dan tidak ada ruang kosong.

8.      Zeno (490 SM )

Ia adalah muri sekaligus sahabat parmendes. Ajaran-ajarannya mmerupakan pembelaan terhadap ajaran-ajaran gurunya dengan cara membuat pengandaian tentang hal-hal yang akan di tentang kan kemudian diruntuhkannya.

a.       Argumentasi melawan ruang kosong

Jika di andaikan bahwa “ruang kosong”, maka dia membutuhkan “ruang kosong” lagi untuk tempat bagi dia, begitu seterusnya sampai tak terhingga. Oleh karena itu harus disimpulkan bahwa ruang kosong itu “tidak ada”.

b.      Argumentasi melawan pluralitas

Jika potongan garis terdiri dari titik-titik, maka potongan itu dapat dibagi-bagi sampai tak terhingga. Apabila titik-titik tadi mempunyai panjang tertentu, maka potongan garis itu menjadi “tak terhingga panjangnya” sedangkan bila titik-titik tadi tidak mempunyai panjang tertentu maka terhingga pendeknya. Maka kesimpulan dari pengandaian tersebut yaitu “sama-sama mustahil”. Oleh sebab itu pluralitas itu ditolak.

c.       Argumentasi melawan gerak

1.      Pelari dan stadion: si pelari tidak pernah sampai garis finish.

2.      Pelari Akhilles dan kura-kura: Akhilles tidak pernah bisa melawati kura-kura yang start lebih dulu.

3.      Anak panah yang lepas dari busurnya: meskipun anak panah tampak melesat, tapi ia tetap sebagai benda yang sama.

Jadi, yang dinamakan gerak adalah seri perhatian.[6]

9.      EMPEDOKLES ( 492-432 SM )

Ia seorang cendikiawan yang mahir dibeberapa bidang filsuf, dokter, penyair, orator, politikus. Ia menulis 2 karya berupa puisi: perihal alam dan penyucian-penyucian.

a.       Ajaran Arkhe

 Menurut Empedokies, segala sesuatu terdiri dari keempat anasir dibawah ini yang membedakan sesuatu yang satu dengan yang lain adalah sesuatu yang lain adalah komposisi dari tiap-tiap anasir. Perubahan anasir terjadi karena anasirnya diubah.

Arkhe alam ada 4 anasir (rizomata)

·         Api-panas

·         Udara-dingin

·         Tanah-kering

·         Air-basah

b.      Ajaran cinta dan benci

Perubahan yang terjadi pada alam semesta”diatur” oleh dua prinsip yaitu cinta yang mempunyai sifat menggabungkan sedangkan benci mempunyai sifat menceraikan. Cinta dan benci itu digambarkan sebagai cairan halus yang meresapi semua benda.

c.       Ajaran tentang pengenalan

Suatu pengenalan atau proses mengetahui terjadi karena anasir yang sama antara yang berada pada subyek dan objek. Alat pemikiran darah, karena darah dianggap perpaduan 4 anasir yang sempurna.

d.      Ajaran tentang penyucian-penyucian

Ia menganggap dirinya sebagai daimon-makhluk yang mulia. Agar manusia kembali mejadi daimon, orang harus melalui perpindahan jiwa dan berpantang. Dimana perpindahan jiwa ini begitu panjang mata rantainya.

10.  ANAXAGORAS ( 499-427 SM )

Karyanya berupa prosa dan hanya beberapa fragmen yang masih bisa ditemukan, meskipun usianya lebih tua daripada Empedokies tetapi karyanya sudah ditulis sesusadah karya Empedokies ditulis.

a.       Ajaran tentang Arkhe

Ia menganggap bahwa “yang ada” itu asli dan abadi (tak terciptakan dan tak termusnahkan). Anaxagoras berpendirian bahwa “yang ada” itu bukan tunggal, bukan pula 4 melainkan dapat dibagi-bagi sampai tak terhingga banyaknya. Yang disebut oleh Anaxagoras sebagai spermata (benih-benih). Segala sesuatu adalah campuran dari benih-benih yang tidak terhingga banyaknya proporsi tiap benih membedakan banda yang satu dengan yang lainnya.

b.      Ajaran tentang Nous

Nous merupakan prinsip yang menyebabkan benih-benih menjadi kosmos, nous tidak tercampur dengan benih-benih (sterill) dan bahkan mengenal dan menguasai segala sesuatu. Ia hanya berada dalam makhluk hidup dan nous merupakan unsur yang paling halus.

c.       Ajaran tentanag pengenalan

Pengenalan inderawi sering disertai “ nyeri”. Mengenal panas- kepanasan dan lain-lain.[7]

11.  LEUKIPPOS dan DEMOKRITOS

Ada beberapa sejarawan,  yang meragukan bahwa Leukippos adalah sebagai tokoh yang pernah hidup, dan sebagian lagi mengakui bahwa leukippos pernah hidup.

a.       Ajaran Atomisme

Realitas seluruhnya adalah antomos (yang tak berbagi)

Atom-atom adalah:

·         Bagian terkecil dari setiap benda

·         Mata telanjang tidak dapat melihat

·         Jumlahnya tak terhingga

·         Azlli dan abadi, tak terciptakan dan terlenyapkan

·         semata-mata kuantitatif. Tidak mempunyai kualitas

·         bergerak spontan ke segala arah

·         sejumlah atom bisa mengait satu sama lain. Melalui puting beliung atom-atom membentuk kosmos.

Atom-atom itu berbeda dalam 3 hal: bentuknya, urutannya, posisinya.

b.      Ajaran tentang Jiwa

Jiwa terdiri dari atom-atom bulat yang tidak mengait atom-atom lain dengan lincah. Ia dapat menyelinao diantara  atom-atom dengan lain.

c.       Ajaran tentang ruang kosong

Demokritos berpendirian ada “ruang kosong”. Atom-atom digambarkan senantiasa bergerak-gerak, tidak mungkin tanpa ruang kosong gerak terjadi karena atom-atom (yang penuh).

d.      Ajaran tentang pengenalan

Subyek mengenai obyek, karena obyek memancarkan gambaran-gambaran kecil ( idola) yang terdiri dari atom-atom dan berbentuk seperti obyek tadi.

e.       Ajaran tentang Etika

Ideal tertinggi dalam hidup: euthymia, yaitu keadaan batin yang sempurna. Harus diwujudkan keseimbangan-seimbangan, kesenangan dan kesusahan, kenikmatan dan perpantangan. Sebaiknya manusia mengalami kesenangan yang sebanyak mungkin dan kesusahan yang sedikit mungkin.[8]

C.    Periodesasi dan pemikiran tokoh-tokoh besar pada masa sokrates

Socrates adalah seorang tokoh filosuf Yunani Klasik yang mendobrak keterbelakangan corak berpikir bangsa Yunani yang cenderung bersikap nihilisme karena pengaruh filsafat sofistik yang dikembangkan oleh Pyhthagoras dan Gorgias, sehingga dunia pengetahuan di Yunani mulai mengalami kemundurankemunduran, kalau pada masa kemajuan Mesir Kuno dan Mesopotamia bangsa Yunani mengalami kemunduran dalam alam pikiran serta ilmu pengetahuan karena adanya Mitologimitologi, maka pada zaman Socrates kemunduran terjadi karena sikap apatis dan zumud dikarenakan akibat adanya gerakan filsafat sofistik yang cenderung bersikap nihilisme yang merelativitaskan segala sesuatu.

Kira-kira selama dua ribu tahun, para filosof membangun fondasi falsafahnya sehingga mengguncang filsafat dunia barat, para filosof klasik muncul untuk membangkitkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan yang waktu itu mengalami pendangkalan dan melemahnya tanggungjawab manusia karena pengaruh negatif dari para filosof aliran sofisme.

Socrates hadir dengan memberikan semangat baru dalam pemikiran ilmu pengetahuan Yunani tentang arti pentingnya kehidupan filsafat yang mengedepankan  kemampuan mengolah akal-pikiran dalam dunia ilmu pengetahuan, yang mana kehadiran socrates dengan semangat barunya itulah menjadi motivasi kehadiran filosof seperti Plato dan Aristoteles sehingga bangsa Yunani memasuki fase baru dalam filsafat yakni kemunculan filsafat Klasik. Socrates adalah seorang yang menjadi batas pengantara atau masa perubahan antara para filsuf “pra

Socrates” dan Filsuf Yunani selanjutnya (Muhammad Alfan:2013:17) yang lebih dikenal orang dengan periode Filsafat Klasik sebagai bentuk periode kebangkitan kedua bangsa Yunani dalam bidang ilmu pengetahuan yang dimotori oleh para filosuf-filosuf.[9]

Tokoh-tokoh pada masa Socrates

Meskipun Plato dan Aristoteles mengemukakan filsafat yang brilian, keduanya tidak terlepas dari pengaruh filsafat pra-Sokrates. Plato misalnya, sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Heracleitos, para filsuf Elea dan Pythagoreanisme. Adapun filsuf-filsuf yang hidup sebelum masa Sokrates adalah:

1.    SOCRATES

Ajaran sokrates bahwa semua kebenaran itu relatif telah menggoyahkan teori-teori sains yang telah mapan, mengguncangkan keyakinan agama. Hal ini menyebabkan kekacauan dan kebingungan dalam kehidupan. Sbulatga inilah yang menyebabkan sokrates namgit untuk menyakinkan orang-orang Athena bahwa tidak emua kebenaran itu rektaif yang ada kebenaran baik yang dioegang oleh semua orang. Sebagian kebenaran memang relatif namun tidak semuanya. Namun, sokrates tidak meninggalkan tulisanna. Ajarannya kita peroleh dari tulisan murid-muridmya terutama plato. Kehidupan sokrates (470-399 SM) berada ditegah-tengah imoerium Athena. Tahun terakhir hidupnya sempat menykasikan kruntuhan athena oleh kehancuran orang-orang oligariki dan orang-orang demokratis.

Pemuda- pemuda athena pada saat ini dipimpin oleh doktrin relatifisme dari kaum sofis, sedangkan sokrates adalah seorang yang mengnut oral absolut dan meyakini bahwa menegakkan moral merupakan tugas filosof, yng berdasarkan ide-ide rasional dan keahlian alam pengetahuan. Antara tahun 421 dan 416 SM adaah masa-masa buruknya hubungan athena dan sparta. Periode ini menyaksina kebangkitan Alcibiades, yaitu salah seorang murid sokrates. Akan tetapi, ia pula yang menjadi salah satu faktoryang menyebabkan kehancuran athena. Ia bertanggung jawab atas kekalahan athena diSyaracuse 413 SM. Beberapa negara kecil datang merampok athena. Oleh sebab itu revolusi ini yang menandai mulai hancurnya Ahena.  

Menurut pendapat sokrates ada kebenaran objektiv yang tidaj bergantung pada saya atau pada kita. Ini memang pusat permasalahan yang dihadapi sokrates. Untuk membuktikan kebenaran yang objektif, sokrtes menggunakan metode tertentu. Metode ini bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapa-percakapan. Ia juga menganalisisi pendapat-pendapat. Setiap orang mempunya pendapat mengenai salah atau tidak salah,misalnya ia bertanya kepada negarwan, hakim, tukang, pedagang, dan sebagainya. Menurut xenophon, ia bertanya tetang salah-tidak salah, adil-tidak adil,berani-pengecut, dan lain-lain. Spkrates lalu menganggap bahwa jawaban pertama sebagai hipotesis, dan dengan jawaban-jawaban yang lebih lanjut ia menarik beberapa konskuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban-jawaban tersebut.

Dengan mengajukan definis itu sokrates telah dapat “menggantikan “ laju dominasi relatifisme kaum sofis. Jadi kita hidup bukan tanpa pegangan, kebenaran sains dapat dipegang bersama sebagiannya, atau diperselisihkan sebagiannya. Dan oarang Athena mulai kembali memegang kaidah sains dan kaidah agama mereka. [10]

2.    PLATO

Plato dilahirkan di Athena pada tahun 427 SM., dan meninggal pada tahun 347 SM pada usia 80 tahun. Ia berasal dari keluarga aristokrasi yang secara turun temurun memegang peranan penting dalam politik Athena.  Sejak usia 20 tahun, Plato mengikuti pelajaran Sokrates dan pengaruhnya demikian kuat, sehingga menjadi muridnya yang setia. Sampai akhir hidupnya, Sokrates tetap menjadi pujaannya.  Tidak lama setelah Sokrates meninggal, Plato pergi dari Athena. Mula-mula ia pergi ke Megara, tempat Euklides mengajarkan filsafatnya. Dari Megara pergi ke Kyrena, di sana ia memperdalam pengetahuannya tentang matematika kepada Theodoros. Kemudian, ia pergi ke Italia Selatan dan terus ke Sirakusa.

Karena tuduhan bahwa Plato berbahaya bagi kerajaan, Plato akhirnya ditangkap dan dijual sebagai budak. Tetapi kemudian, Plato diselamatkan oleh muridnya yang bernama Annikeris dengan cara dibelinya. Murid-murid Plato yang ada di Athena mengumpulkan uang untuk menggantinya, tetapi Annikeris tidak mau menerimanya. Akhirnya uang itu dibelikan sebidang tanah yang selajutnya diserahkan kepada Plato. Berpikir dan mengalami menurut Plato adalah dua macam jalan yang berbeda untuk memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicapai dengan berpikir lebih tinggi nilainya dari pengetahuan yang diperoleh dengan pengalaman.

Untuk menggambarkan hubungan antara pikiran dan pengalaman, Plato menjelaskannya dengan menyatakan adanya dua macam dunia, yaitu dunia yang kelihatan dan bertubuh dan dunia yang tidak kelihatan dan tidak bertubuh. Dunia yang tidak kelihatan dan tidak bertubuh adalah dunia idea, dunia imateril, tetap dan tidak berubahubah. Idea dalam paham Plato tidak saja pengertian jenis, tetapi juga bentuk dari keadaan yang sebenarnya. Idea bukanlah suatu pikiran, melainkan suatu realita. Semua pengetahuan adalah tiruan dari yang sebenarnya, yang timbul dalam jiwa sebagai ingatan kepada dunia yang asal. Di sini jiwa sebagai ‘penghubung’ antara dunia idea dan dunia yang bertubuh. Segala pengetahuan adalah bentuk daripada ingatan, demikian kata Plato. Dalam pekerjaan untuk memperoleh pengetahuan dengan pengertian, jiwa bergerak selangkah demi selangkah ke atas, ke dunia idea, dunia asalnya. Kerinduan jiwa untuk naik ke atas, ke tempat asalnya, adalah suatu gerak filosofis, gerak Eros, gerak cinta. Cinta pada pengetahuan,filosophia,menimbulkan tujuan untuk mengetahui.

Idea merupakan suatu kesatuan yang di dalamnya terdapat peringkatan derajat. Idea yang tertinggi adalah idea kebaikan, disusul kemudian dengan idea keindahan. Pemikiran etika Plato, sama dengan Sokrates, juga bersifat intelektual dan rasional. Dasar ajarannya adalah mencapai budi baik. Budi adalah tahu, oleh karena itu, orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Sebab itu, sempurnakanlah pengetahuan dengan pengertian. Tujuan hidup adalah untuk mencapai kesenangan, tetapi kesenangan hidup di sini bukanlah memuaskan hawa nafsu. Kesenangan hidup diperoleh dengan pengetahuan yang tepat tentang nilai barang-barang yang dituju. Di bawah cahaya idea kebaikan dan keindahan orang harus mencapai terlaksananya keadilan dalam pergaulan hidup. Antara kepentingan orang-orang dan kepentingan masyarakat tidak boleh ada pertentangan.

Manusia yang disinari oleh idea kebaikan, tidak dapat tidak akan mencintai kebaikan. Keinginannya tidak lain kecuali naik ke atas. Syarat untuk itu adalah dengan mengasah ‘budi’. Budi adalah tahu, siapa yang tahu akan yang baik, tidak akan dan tidakdapat menyimpang dari itu. Siapa yang cinta akan idea, pasti menuju kepada yang baik. Siapa yang hidup dalam dunia idea, tidak dapat berbuat jahat. Maka, untuk mencapai budi baik berarti menanam keinsafan untuk memiliki idea dengan pikiran.

3.    ARISTOTELES

Aristoteles lahir di Stageria di Semenanjung Kalkidike, Trasia (Balkan) pada tahun 384 SM., dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM., di usianya ke-63. Bapaknya adalah seorang dokter dari raja Macedonia, Amyntas II. Sampai usia 18 tahun ia mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya tersebut.Setelah sang ayah meninggal, Aristoteles pergi ke Athena dan berguru kepada Plato di Akademia. 20 tahun lamanya ia menjadi murid Plato. Ia rajin membaca dan mengumpulkan buku sehingga Plato memberinya penghargaan dan menamai rumahnya dengan ‘rumah pembaca’.

Aristoteles sependapat dengan gurunya (Plato), bahwa tujuan yang terakhir dari filsafat adalah pengatahuan tentang ‘adanya’ (realitas) dan ‘yang umum’. Ia memiliki keyakinan bahwa kebenaran yang sebenarnya hanya dapat dicapai dengan jalan pengertian. Bagaimana memikirkan ‘adanya’ itu? Menurut Aristoteles ‘adanya’ itu tidak dapat diketahui dari materi atau benda belaka; dan tidak pula dari pikiran semata-mata tentang yang umum, seperti pendapat Plato. ‘Adanya’ itu terletak dalam barang-barang satu-satunya, selama barang itu ditentukan oleh yang umum.

Aristoteles memiliki pandangan yang lebih realis daripada Plato. Pandangannya ini merupakan akibat dari pendidikan orang tuanya yang menghadapkannya kepada bukti dan kenyataan. Aristoteles terlebih dahulu memandang kepada yang kongkrit, yang nyata. Ia mengawalinya dengan fakta-fakta, dan fakta-fakta tersebut disusunnya menurut ragam dan jenis atau sifatnya dalam suatu sistem, kemudian dikaitkannya satu sama lain.

Aristoteles terkenal sebagai ‘bapak’ logika. Logika tidak lain dari berpikir secara teratur menurut urutan yang tepat atau berdasarkan hubungan sebab dan akibat. Ia sendiri memberi nama model berpikirnya tersebut dengan nama ‘analytica’, tetapi kemudian lebih populer dengan dengan sebutan ‘logika’. Intisari dari ajaran logikanya adalah silogistik, atau dapat juga digunakan kata ‘natijah’ daalam bahasa Arab. Silogistik maksudnya adalah ‘uraian berkunci’, yaitu menarik kesimpulan dari pernyataan yang umum atas hal yang khusus, yang tersendiri. Misalnya: Semua manusia akan mati (umum); Aristoteles adalah seorang manusia (khusus); Aristoteles akan mati (kesimpulan). Pertimbangan ini, yang berdasarkan kenyataan umum, mencapai kunci keterangan terhadap suatu hal, yang tidak dapat disangkal kebenaranya.

Pengetahuan yang sebenarnya, menurut Aristoteles, berdasar pada pembentukan pendapat yang umum dan pemakaian pengetahuan yang diperoleh itu atas hal yang khusus. Misalnya, ‘korupsi itu buruk’; untuk membuktikan pernyataan yang sifatnya umum tersebut dapat diperoleh dari kasus yang menunjukkan bahwa ‘korupsi itu ternyata telah merugikan negara dan kesejahteraan warga negara’. Pengetahuan yang umum bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi merupakan jalan untuk mengetahui keadaan yang konkrit, yang merupakan tujuan ilmu yang sebenarnya.

Menurut Aristoteles, realitas yang objektif tidak saja tertangkap dengan ‘pengertian’, tetapi juga sesuai dengan dasar-dasar metafisika dan logika yang tertinggi. Dasar metafisika dan logika tersebut ada tiga. Pertama, semua yang benar harus sesuai dengan ‘adanya’ sendiri. Tidak mungkin ada kebenaran kalau di dalamnya ada pertentangan. Keadaan ini disebut sebagai hukum identika. Kedua, apabila ada dua ‘pernyataan’ tentang sesuatu, di mana yang satu meng’ia’kan dan yang lain menidakkan, tentu hanya satu yang benar. Keadaan ini disebut hukum penyangkalan. Ketiga, antara dua pernyataan yang bertentangan ‘mengiakan dan meniadakan’, tidak mungkin ada pernyataan yang ketiga. Keadaan ini disebut hukum penyingkiran yang ketiga.

Aristoteles berpendapat bahwa segala yang terjadi di dunia ini adalah suatu perbuatan yang terwujud karena Tuhan Pencipta alam. Selain itu, bahwa tiap-tiap yang hidup di ala mini merupakan suatu organism yang berkembang masing-masing menurut suatu gerak-tujuan. Alam tidak berbuat dengan tidak bertujuan. Oleh karena itu, Aristoteles dipandang sebagai pencetus ajaran tujuan, teleologi. Aristoteles dengan pandangannya ini telah meletakkan dasar bagi ‘prinsip perkembangan’. Dunia tersusun menurut tujuan yang tertentu dengan kedudukan makhluk yang bertingkat-tingkat. Dalam susunan yang bertingkat itu, yang rendah mengabdi dan memberikan jasa kepada yang di atasnya. Tanaman memberikan jasa kepada binatang, binatang kepada manusia, kaum perempuan kepada kaum laki-laki, dan badan kepada jiwa.

Aristoteles mengemukakan ada tiga jenis jiwa yang berurutan sifat kesempurnaannya. Pertama, jiwa tanaman, yang tujuannya menghasilkan makanan dan melaksanakan pertumbuhan. Kedua, jiwa hewan, selain melaksanakan pertumbuhan, jiwa hewan mempunyai perasaan dan keinginan dan mendorong jiwa sanggup bergerak. Ketiga, jiwa manusia, yang selain dari mempunyai perasaan dan keinginan juga mempunyai akal. Bentuk jiwa yang sesuai bagi manusia menurut Aristoteles adalah roh atau pikiran. Ia membedakan dua macam roh, yaitu roh yang bekerja dan roh yang menerima. Apabila roh yang bekerja dapat member isi kepada roh yang menerima, maka lenyaplah yang kemudian ini. Roh yang bekerja memperoleh bentuknya yang sempurna. Selain itu, ada yang disebut roh praktis, yaitu roh yang mengemudikan kemauan dan perbuatan manusia.

Etika. Etika Aristoteles pada dasarnya serupa dengan etika Sokrates dan Plato. Tujuannya adalah untuk mencapai eudaemonie, kebahagiaan sebagai ‘barang yang tertinggi’ dalam kehidupan. Hanya saja, ia memahaminya secara realis dan sederhana. Ia menekankan kepada kebaikan yang tercapai oleh manusia sesuai dengan jenisnya laki-laki atau perempuan, derajatnya, kedudukannya, atau pekerjaannya. Tujuan hidup adalah untuk merasakan kebahagiaan. Oleh karena itu ukurannya lebih praktis.  Tujuan hidup bukanlah untuk mengetahui apa itu budi, tetapi bagaimana menjadi orang yang berbudi. Oleh karena itu, tugas dari etika adalah mendidik kemauan manusia untuk memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan. Orang harus mempunyai pertimbangan yang sehat, tahu menguasai diri, pandai mengadakan keseimbangan antara keinginan dan cita-cita. Manusia yang tahu menguasai diri, hidup sebagaimana mestinya, tidak terombang-ambing oleh hawa nafsu, tidak tertarik oleh kemewahan.

Aristoteles  mengambil ajaran jalan tengah. Tiap-tiap budi perangai yang baik harus duduk sama tengah antara dua sikap yang paling jauh tentangnya, misalnya berani antara pengecut dan nekat; suka member antara kikir dan pemboros; rendah hati antara berjiwa budak dan sombong; hati terbuka antara pendiam dan pengobrol.[11]



[1] https://www.academia.edu/26872869/FILSAFAT_PRA-SOCRATES

[2] https://www.academia.edu/26872869/FILSAFAT_PRA-SOCRATES

[3] Harun Handiwijono,SARI SEJARAH FILSAFAT BARAT 1,(Yogyakarta: KANISIUS, 2001),hlm: 16

[4] Harun Handiwijono,SARI SEJARAH FILSAFAT BARAT 1,(Yogyakarta: KANISIUS, 2001),hlm:17

[5] Harun Handiwijono,SARI SEJARAH FILSAFAT BARAT 1,(Yogyakarta: KANISIUS, 2001),hlm:21

[6] https://www.academia.edu/26872869/FILSAFAT_PRA-SOCRATES

[7] https://www.academia.edu/26872869/FILSAFAT_PRA-SOCRATES

[8] https://www.academia.edu/26872869/FILSAFAT_PRA-SOCRATES

[10] Ahmad Tafsir, FILSAFAT UMUM Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, ( Bandung:PT REMAJA ROSDAKARYA,2003), hlm: 53-57

[11]http://staffnew.uny.ac.id/upload/131862252/pendidikan/PEMIKIRAN+FILOSOF+YUNANI+KLASIK.pdf

Lebih baru Lebih lama