BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setelah
wafatnya nabi Muhammad SAW pada tahun 632 M di madinah, muncullah pengganti
nabi yang diberi gelar khalifah artinya secara harfiah adalah orang yang
mengikuti, pengganti Khalifah tersebut terdiri dari
Abu Bakar (632-634M), Umar bin Khattab (634-644M), Utsman bin Affan (644-656M),
dan Ali ibn Abi Thalib (656-661M). Mereka merupakan para sahabat Nabi, yang
semuanya punya hubungan dekat dengan beliau, baik melalui darah ataupun melalui
perkawinan. Abu Bakar adalah ayah istri Nabi Muhammad yang bernama Aisyah, dan
juga salah seorang pendukungya yang paling tua dan terpercaya. Abu Bakar lah
yang menancapkan otoritas Madinah ke seluruh pelosok Jazirah Arabia setelah
suku-suku Badui membatalkan baiat (sumpah setia) pribadi mereka kepada Muhammad
SAW (peperangan badar). Begitu pula dengan Umar mempunyai putri yang juga
menikah dengan Nabi. Dibawah umur yang perkasa, energi pemberani ornag-orang
Arab gurum diarahkan untuk menaklukkan wilayah-wilayah.
Utsman adalah menantu Nabi, Ia dipilih menjadi Khalifah setelah
terbunuhnya Umar oleh dewan kecil yang beranggotakan sejumlah tokoh kaum
muslim. Pemerintahan Utsman berakhir karena adanya pemberontakan oleh
kelompok-kelompok yang merasa tidak puas yang mengakibatkan kematiannya sendiri
pada tahun 656 M. Kemudia di gantilah Ali, yang merupakan saudara sepupu,
saudara angkat dan menantunya. Periode empat khalifha pertama dipandnag sebagai
zaman emas, suatu zaman ketika kebijakan-kebijakan Islam yang murni berkembang
pesat, dan karena itulah zaman khalifah siberi gelar bimvingan di jalan lurus.
Untuk lebih mengetahui bagaimana pembentukan khalifah dan karakteristik
kepemimpinan khalifah.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sistem pemerintahan Islam pada masa Abu
Bakar?
2.
Bagaimana
sistem pemerintahan Islam pada masa Umar bin Khattab?
3.
Bagaimana
sistem pemerintahan Islam pada masa Usman bin Affan?
4.
Bagaimana
sistem pemerintahan Islam pada masa Ali bin Abi Thalib?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui sistem pemerintahan Islam pada masa Abu bakar
2.
Untuk
mengetahui sistem pemerintahan Islam pada Umar bin Khattab
3.
Untuk
mengetahui sistem pemerintahan Islam pada Usman bin Affan
4.
Untuk
mengetahui sistem pemerintahan Islam pada Ali bin Abi Thalib
BAB II
PEMBAHASAN
A. Abu Bakar
Nama
lengkap Abu Bakar yaitu Abdullah bin Usman bin 'Amir bin 'Amru bin Ka'ab bin
Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy
al-Tamimi. Dan dikenal dengan Abd al-Ka’bah di masa Jahiliyah. Nasabnya dengan
Rasulullah SAW bertemu pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Dan ibunya
adalah Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim.
Ayahnya diberi kuniyah (sebutan panggilan) Abu Quhafah. Berarti ayah dan ibunya
berasal dari kabilah Bani Taim. Dia
dilahirkan di Makkah dua tahun setelah tahun gajah, berarti beliau lebih muda
dua tahun dari Rasulullah SAW. Dia terkenal sebagai seorang berprilaku terpuji,
tidak pernah minum khamr dan selalu menjaga kehormatan diri.! Beliau digelari
dengan ash Shiddiq dan al Atiiq. Gelar "al 'Atiiq ini dilekatkan kepadanya
karena ketampanan wajahnya dan tidak akan tersentuh api neraka.
Sedangkan
gelar ash-Shiddiq disandangnya dikarenakan banyak melakukan kebenaran dan
merupakan orang yang pertama kali yang meyakini kebenaran Rasulullah dan ajaran
Allah yang dibawa oleh beliau. Ketika berita wafatnya Rasulullah menyebar.
Masalah yang pertama dihadapi yaitu masalah politik. Sejumlah tokoh Anshar dan
Muhajirin berkumpul di Balai Tsaqifah bani Sa'idah, Madinah. Mereka
bermusyawarah untuk memilih siapa yang ditunjuk menjadi kepala negara. Dalam
musyawarah itu terjadi perdebatan yang sangat alot karena masing-masing
kelompok. Di antara dua kelompok tersebut menganggap bahwa kelompoknya yang
paling pantas menggantikan Nabi sebagai khalifah. Orang-orang Muhajirin
mengatakan bahwa mereka yang paling berhak menjadi khalifah karena mereka lah
yang mula-mula masuk Islam dan Nabi berasal dari kalangan mereka.
Sementara
orang-orang Anshar menyebutkan mereka pula yang paling berhak karena mereka lah
yang telah membantu dan melindungi Nabi dari serangan kaum Quraisy pada waktu
hijrah ke Madinah. Abu Bakar mengusulkan agar pemimpin baru itu dijabat oleh
orang Muhajirin dan wakilnya dari kaum Anshar, tetapi orang Anshar menolak usul
itu. mereka mengusulkan agar diangkat dua orang pemimpin dari dua kelompok itu.
Abu Bakar tidak menerima usul itu dengan alasan bisa membawa perpecahan.
Kemudian Abu Bakar mengingatkan kaum Anshar terhadap hadits Nabi yang
mengatakan "Pemimpin itu dari orang Quraisy".
Oleh
sebab itu, beliau mengusulkan agar Umar bin Khathab diangkat menjadi khalifah.
Usul itu tidak diterima Umar dan mengatakan jika Abu Bakar masih ada, beliaulah
yang paling pantas menjadi khalifah. Akhirnya, Abu Bakar terpilih sebagai
pemimpin atas usul Umar bin Khathab, ketika itu juga usia Abu Bakar 61 tahun.
Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari
umat Islam. Sehingga masing-masing pihak menerima dan membai'atnya sebagai
pemimpin umat Islam pengganti Rasulullah yang
Ada
tiga golongan pembangkang yang muncul sepeninggal Rasulullah, yaitu orang-orang
murtad, orang-orang yang enggan membayar zakat dan Nabi-nabi palsu. Orang-orang
murtad muncul di Bahrain, sedangkan orang yang tidak mau membayar zakat
kebanyakan terdapat di Yaman, Yamamah dan Oman. Adapun Nabi-nabi palsu muncul
di Yaman (al-Aswad), Yamamah (Musailamah), Arabia selatan (Thulaihah), Arabia
tengah (Sajah). Yang terakhir ini paling banyak pengikutnya, apalagi dia
menikah dengan Musailamah.
Hal
ini dapat dimengerti karena banyak di antara mereka yang baru masuk Islam satu
atau dua tahun sebelum Nabi Muhammad SAW. wafat. Hal itu tidak terjadi pada
penduduk Hijaz. Untuk menghadapi kaum penyeleweng itu, Abu Bakar bermusyawarah
dengan para sahabat terkemuka. Diputuskan bahwa semua kaum penyeleweng itu
harus diperangi sampai mereka kembali kepada kebenaran. Kemudian Abu Bakar
membentuk 11 pasukan, antara lain dipimpin oleh Khalid bin Walid, Amr bin
al-Ash, Ikrimah bin Abi Jalal dan Surahbil bin Hasanah. Kepada mereka
dinasehatkan agar hanya menyerang orang-orang yang menolak diajak ke jalan yang
benar. Perang ini disebut dengan "Perang Riddah" (perang melawan
kemurtadan).
Dalam
misi menyebar luaskan wilayah pemerintahan yaitu dilakukan dengan penaklukan
kota Damaskus atau Syam (Syuriah Raya-penerj). Nama Suriah diambil dari kata
Asyuriyyah, yang dinisbahkan pada bangsa Asuriah, walaupun beberapa menolak
ini. Selain penaklukan Damaskus dalam pemerintahan Abu Bakar juga menaklukkan
Irak. Ketika pasukan Islam sedang berada di luar kota Abu Bakar sakit selama
satu minggu Pada saat sakit itu, dia bermusyawarah dengan para sahabat
terkemuka, yang berhasil menetapkan penggantinya Umar bin Khathab sebagai
khalifalh kedua. Abu Bakar meninggal dunia dalam usia 63 tahun beberapa bulan,
setelah memerintah sekitar dua tahun.
Selain
usaha perluasan wilayah Islam, beliau juga berjasa dalam pengumpulan ayat-ayat
Al-Qur'an yang selama ini berserakan di berbagai tempat. Usaha ini dilakukan
atas saran Umar bin Khattab. Pada mulanya beliau agak berat melakukan tugas ini
karena belum pernah dilakukan oleh nabi. Akan tetapi 'Umar banyak mengemukakan
alasan. Di antara alasannya adalah bahwa banyak sahabat penghafal Al-Qur'an
gugur di medan perang dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya. Pada akhirnya
Abu Bakar menyetujuinya.
Untuk
selanjutnya ia menugaskan Zaid bin Tsabit untuk mengerjakan tugas pengumpulan
itu. Abu bakar sebagai seorang sahabat nabi yang berupaya meneladani beliau
berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Untuk itu ia
membentuk lembaga Bait al-Mal, semacam kas negara atau lembaga keuangan.
Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah sahabat nabi yang digelari Amin
al-'Ummah (Kepercayaan Ummat). Pada masa Abu Bakar, kegiatan bait al-mal masih
tetap seperti pada masa nabi Muhammad SAW. Pada tahap awal Abu Bakar menjadi
khalifah, dia memberikan 10 dirham kepada setiap orang. Lalu pada tahap kedua,
dia memberikan 20 dirham untuk perorangan.
Jasa-jasa
Abu Bakar yaitu Setelah menjabat sebagai khalifah maka beliaulah yang bertugas
dan bertanggung jawab terhadap seluruh negeri Islam dan wilayah kekhalijahannya
sepeninggal Rasulullah SAW. maka tercatat sejumlah reputasi beliau yang
gemilang di antaranya:
a. Instruksinya
agar jenazah Rasulullah SAW. diurus hingga dikebumikan.
b. Melanjutkan
misi pasukan yang dipimpin Usamah yang sebelum-nya telah dipersiapkan
Rasulullah SAW. sebelum wafat, sebagaimana kelak akan diterangkan secara rinci.
c. Kebijakannya
menyatukan persepsi seluruh sahabat untuk memerangi kaum murtad dengan segala
persiapan ke arah itu, kemudian instruksinya untuk memerangi seluruh kelompok
yang murtad di wilayah masing-masing.
d. Pengiriman
pasukan untuk menyebarkan Agama Allah kepada bangsa- bangsa yang bertetangga
dengan kaum muslimin baik kepada penduduk Persia maupun penduduk Syam, dalam
rangka merealisasikan firman Allah SWT.[1]
Kebijakan
dimasa Khalifah Abu Bakar
a. Pendapatan Negara di Masa Abu Bakar as-Shiddiq
Analisa mengenai
kebijakan Fiskal di masa Abu Bakar dapat dicermati melalui pidato perdana
beliau yang sarat dengan pilar-pilar kebijakan publik (public policy). Abdur
Razzaq di dalam al-Mushannaf-nya meriwayatkan isi Pidato perdana Abu Bakar,
beliau mengatakan, "Wahai sekalian manusia. Sesungguhnya aku diamanahkan
untuk mengendalikan urusan kalian padahal aku bukanlah orang yang terbaik di
antara kalian. Maka jika aku lemah maka sokonglah aku, dan jika aku berlaku
baik maka dukunglah aku. Kejujuran itu adalah amanah dan kedustaan itu adalah
khianat. Orang yang lemah di antara kalian, bagiku dialah yang kuat, sehingga
aku bisa mengembalikan apa yang menjadi hak mereka kepada mereka insya Allah.
Dan orang yang kuat di antara kalian, bagiku dialah yang lemah, sehingga aku
dapat mengambil hak dari mereka insya Allah. Tidaklah suatu kaum di antara
kalian meninggalkan jihad di jalan Allah melainkan akan tertimpa kefakiran. Dan
tidaklah kemaksiatan itu merajalela di tengah-tengah suatu kaum, kecuali mereka
akan tertimpa keterpurukan. Taatilah aku selama aku menaati Allah dan
rasul-Nya. Dan jika Aku tidak menaati Allah dan rasul-Nya, maka tidak ada
ketaatan bagi kalian terhadapku."Di masa Rasulullah, sumber penerimaan
negara dapat dibagi menjadi tiga klasifikasi besar, yaitu pendapatan yang
diterima dari kaum muslimin, pendapatan dari non-muslim dan penerimaan dari
sumber lain. Jika dirincikan, maka pendapatan tersebut sebagai berikut:
·
Dari kaum muslimin sumber
penerimaan negara terdiri atas: kharaj (pajak tanah), zakat, ushr (bea impor),
khumus (seperlima harta rampasan perang), wakaf, amwal fadhla (Harta yang
diperoleh karena pemiliknya pergi meninggalkan negerinya atau meninggal tanpa
ahli waris) dan nawaib (pungutan terhadap orang kaya untuk menutup defisit
anggaran negara).
·
Pendapatan dari
non-muslim, yaitu jizyah (dipungut permanen dari non muslim yang hidup di dalam
naungan pemerintahan Islam), kharaj dan ushr.
·
Penerimaan dari sumber lain, meliputi ghanimah
(rampasan perang), fai'(harta yang diperoleh dari jalan damai), uang tebusan
untuk tawanan perang, kaffarah (denda), dan hadiah.
Secara umum, pendapatan
negara pada masa khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq tidak berbeda dengan pendapatan
Negara di masa Rasulullah. Hanya saja kondisi pemerintahan yang tidak stabil
pada masa itu, menjadikan beberapa instrumen fiskal saat itu menjadi penting
untuk dibahas. Instrumen fiskal tersebut tersebut yaitu:
1. Zakat
Zakat merupakan kewajiban
terhadap harta setiap muslim yang telah mencapai nishab. empat alasan yang
mendorong Abu Bakar untuk memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat,
yaitu:
·
Sikap enggan untuk
membayar zakat adalah bentuk pembangkangan dan kemaksiaatan kepada Allah
sekaligus bentuk dekonstruksi terhadap rukun Islam. Di samping itu, hal ini
juga merupakan sikap menyelisihi tuntunan Rasulullah SAW. Tentunya, jika
khalifah membiarkan hal ini terjadi tanpa ada tindakan, maka sejatinya dia
telah merestui keburukan ini, dan dia harus bertanggung jawab di hadapan Allah
di dunia dan akhirat.
·
Sikap enggan membayar
zakat akan mencederai hak orang-orang yang menjadi mustahik zakat. Seorang
hamba sahaya yang seharusnya dapat dimerdekakan dengan harta zakat akhirnya
akan terbengkalai. Bagitu pula dengan orang-orang yang memiliki tanggungan
utang dan mustahik lainnya.
·
Zakat adalah pilar
kehidupan sosial yang merekat antara kaum kayaaa dan orang-orang fakir dan
miskin. Begitu juga halnya dengan orang-orang yang baru masuk Islam. Dengan
zakat, masyarakat dapat bergandeng tangan menangani urusan umum bersama-sama,
rasa dengki akan hilang, dan kehidupan masyarakat akan seimbang. Maka jika
zakat ini sudah dirusak, maka secara otomatis tatanan masyarakat juga akan
menjadi tidak seimbang.
·
Dengan banyaknya orang
yang tidak mau membayar zakat, tentunya kondisi Baitul Mal akan menjadi
defisit. Dan jika kondisi ini dibiarkan oleh khalifah, maka bukan tidak mungkin
petaka ini akan menjadi gelombang besar yang akan melanda negara lambat laun.
2. Khumus
Khumus adalah seperlima
dari harta rampasan perang yang diperoleh oleh kaum muslimin dari musuh mereka.
Setelah itu, turunlah ayat ketentuan pembagian ghanimah sebanyak seperlima dan
ayat itu me-nasakh ayat khumus.[2]
B. Umar
bin Khattab
Dia
adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Rabbah bin Abdillah bin
Qarth bin Razah bin Adi bin Ka'ab bin Lu'ai. Sedangkan ibunda beliau bernama
Hantamah binti Hasyim bin Al Mughirah bin Abdillah bin Amru bin Makhzum. Umar
bin Khattab sendiri menyatakan keislamannya pada tahun keenam setelah
Rasulullah diangkat sebagai Allah.
Ketika
Abu Bakar ash-Shiddiq menderita sakit, Umarlah yang menggatikan posisinya
sebagai imam shalat bagi kaum muslimin. Sewaktu sakit Abu Bakar ra. sempat
mewasiatkan jabatan kekhalifahan kepada Umar bin al-Khaththab ra. dan yang
menuliskan wasiat ini adalah Utsman bin Affan. Setelah itu wasiat tersebut
dibacakan hadapan seluruh kaum muslimin dan mereka mengakuinya serta tunduk dan
mematuhi wasiat tersebut.
Ketika
Abu Bakar ash-Shiddiq wafat pada hari Senin, setelah Maghrib dan dikuburkan
pada malam itu juga. Beliaulah yang pertama kali menyebut dirinya dengan gelar
Amirul Mukminin -orang yang pertama kali memanggilnya dengan gelar tersebut
adalah al-Mughirah bin Syu'bah- dan ada yang berpendapat bukan al-Mughirah
tetapi orang lain.
Dari
Jami' bin Syadad, dari ayahnya, dia berkata: "Kalimat pertama yang
diucapkan Umar adalah naik ke atas mimbar dengan mengucapkan: "Ya Allah
sesungguhnya aku adalah orang yang keras, maka lunakkanlah aku, sesungguhnya
aku adalah orang yang lemah, maka kuatkanlah aku, sesungguhnya aku adalah orang
yang bakhil, maka jadikanlah aku orang yang dermawan."
Pemerintahan
di masa Umar adalah masa perang dan penaklukan dengan kemenangan yang selalu berada
di pihak muslim, kemenangan mereka itu meluas sampai mendekati Afganistan dan
Cina di sebelah timur. Politik Umar ialah hendak menggabungkan semua ras Arab
ke dalam satu kesatuan yang membentang dari Teluk Aden di selatan sampai ke
ujung utara di pedalaman Samawa Irak dan Syam termasuk ke dalam kesatuan.
Karakteristik
Kepribadian dan Kepemimpinan Umar Bin Khattab Berikut ini sebagai pemimpin Umar
bin Khattab yang masih relavan hingga masa kini:
a)
Musyawarah mengikuti jejak Rasulullah, Umar juga selalu mengutamakan musyawarah
dalam pengambilan keputusan. Umar tidak pernah memposisikan dirinya sebagai
penguasa. Umar selalu menempatkan dirinya sebagai manusia yang memiliki
kedudukan yang sama dengan yang lain. Umar bahkan selalu menanamkan pesan bahwa
mereka adalah guru yang membawanya pada jalan kebaikan. Selain itu, sebagai
penyelamat dari kesengsaraan hisab di akhirat, karena mereka membantu dengan
pendapat-pendapat mereka untuk memperjelas kebenaran.
b) Kekayaan negara untuk melayani rakyat saat
itu, Umar mendirikan sejumlah tembok dan benteng untuk melindungi kaum
muslimin. Selain itu, Umar juga membangun tata kota bertujuan mensejahterakan
seluruh rakyat. Tidak terfikir oleh Umar untuk mengambil keuntungan dari
kekayaan negara itu untuk dirinya atau keluarganya. Sebaliknya, Umar sang
khalifah justru memilih hidup sangat sederhana. Kehidupannya jauh dari kata
mewah dan nikmat serta penuh dengan pujian dan harta benda
c) Menjunjung tinggi kebebasan Menurut Umar,
setiap orang dilahirkan dari rahin ibunya dalam keadaan merdeka. Karenanya,
Umar pernah berkata pada dirinya sendiri, "Sejak kapan engkau memperbudak
manusia, sedangkan mereka dilahirkan ibunya dalam keadaan merdeka?". Umar
tidak memandang rakyatnya berdasarkan asal usul mereka. Umar memandang secara
keseluruhan, kebebasan yang didasarkan pada kebenaran menurut Islam.
d)
Selalu siap menerima kritikan meski posisinya adalah pemimpin tertinggi, Umar
adalah sosok yang tidak pernah merasa marah jika mendapat kritikan. Pernah
suatu hari Umar terlibat percakapan dengan salah seorang tersebut bersikeras
denga pendapatnya dan berkata kepada Umar, "Takutlah engkau kepada
Allah." Dan orang itu mengatakan hal itu berulang kali. Saat itu, salah
seorang sahabat Umar membentak si laki-laki dan mengatakan, "Celakalah
engkau, engkau terlalu banyak berbicara dengan Amirul Mukminin!"
e) Menawarkan solusi langsung untuk rakyat
bagi muslim saat itu, Umar dikenal sebagai pemimpin yang sangat merakyat. Ada
kalanya Umar turun sendiri berpatroli melihat keadaan rakyatnya, mengecek
kondisi mereka, "Jangan-jangan ada yang tidak bisa tidur karena
lapar," begitu mungkin pikirnya,Sebuah kisah muncul saat Umat menemukan
seorang ibu bersama anak-anaknya yang kelaparan. Sang ibu memasak air dengan
batu hanya untuk membuat anak-anaknya percaya ada makanan. Melihat hal ini,
Umar segera kembali ke Baitul Mal. Beliau mengambil dan memikul sendiri
sekarung gandum bersama minyak untuk kebutuhan keluarga tersebut. Umar datang
memberikan solusi nyata, tanpa harus mencitrakan dirinya melalui berbagai cara.[3]
C. Usman
bin Affan
Utsman
bin Affan memilki nama lengkap Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin
Abd al-manaf. Utsmaan bin Affan lahir pada tahun 576 M di Thaif, 6 tahun
setelah kelahiran Rasulullah SAW. Bapaknya benama Affan dan ibunya bernama Arwa
binti Kuriz bin Rabiah bin Habib Abdisyam bin Abdi Manaf. Utsman bin Affan
memilki nama lengkap Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abd
al-manaf. Utsmaan bin Affan lahir pada tahun 576 M di Thaif, 6 tahun setelah
kelahiran Rasulullah SAW. Bapaknya benama Affan dan ibunya bernama Arwa binti
Kuriz bin Rabiah bin Habib Abdisyam bin Abdi Manaf.
Usman
bin Affan adalah salah seorang sahabat
yang dikagumi oleh Rasulullah saw. Hal
itu erat kaitanya karena Usman bin Affan adalah sahabat yang sederhana,
saleh dan dermawan. Tidak mengherankan jika kemudian Nabi memberikan dua orang
puterinya untuk dinikahi oleh Usman bin Affan.
Usman bin Affan tergolong sahabat yang kaya
raya, namun penuh kesalehan dan kedermawanan. Oleh karena semangat kesalehan
dan kedermawanannya itu, maka ketika
datang perintah Nabi untuk melakukan hijrah, diperkenankannya perintah itu
tanpa memikirkan harta kekayaan dan urusan
perdagangan yang ia tinggalkan. Dia ridha meninggalkan semua itu demi
kejayaan agama dan demi ketaatan kepada
perintah Allah dan Rasul-Nya.
Usman
bin Affan yang digambarkan sebagai sosok sahabat yang mempunyai sifat lemah
lembut, tenggang rasa, berjiwa bersih, menduduki posisi tersendiri didalam
melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pejuang misi Islam. Usman bin Affan sebagai
pribadi yang memiliki perasaan halus dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi,
maka ia selalu tampil ke depan menutupi segala bentuk kesulitan yang dihadapi
oleh umat Islam dengan harta yang ia miliki. Ia seorang pedagang yang kaya
raya. Kekayaannya itu ia manfaatkan untuk kepentingan dakwah Islamiyah. Usman
bin Affan di masa awal pertumbuhan dan perkembangan Islam cukup berperan besar.
Hampir semua bentuk kegiatan dakwah Islamiyah, Usman bin Affan berperan serta
sesuai dengan kemampuan dan fasilitas yang ia miliki. Di antara yang patut
disebutkan adalah keikut sertaannya hijrah ke Abessinia (Habsyah).[4]
Utsman
bin Affan menjadi khalifah ketiga setelah menggantikan Umar bin Khattab yang
meninggal dunia. Umar bin Khattab Sebelum meninggal menunjuk enam orang untuk
menjadi anggota dewan syura yang bertujuan untuk memusyawarahkan pemilihan
khalifah berikutnya. Enam anggota yang terpilih adalah Utsman bin Affan, Ali
bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa’d bin Abi Waqqash, Zubair bin Al-awwam,
dan Thalhah bin Ubaidillah. Abdurrahman bin Auf selaku ketua dewan syura,
melakukan musyawarah dengan anggota yang lain untuk memilih dua orang kandidat.
Musyawarah
yang dilakukan oleh majelis syura akhirnya membuahkan hasil. Abdurrahman bin
Auf sebagai ketua di majelis syura mengumumkan pada hari itu juga ada
pembaiatan khalifah selanjutnya. Kaum muslimin melihat bahwa Utsman bin Affan
sangat cocok menjadi khalifah ketiga. Kaum muslimin melihat bahwa sifat baik
dan kedekatan yang sangat baik dengan Rasulullah yang menjadikan Utsman bin
Affan menjadi khalifah.
Pemilihan
Utsman bin Affan sebagai khalifah merupakan babak baru pemerintahan Islam.
Utsman bin Affan diharapkan mampu membawa kesejahteraan umat Islam. Pengalaman
Utsman bin Affan dianggap akan mampu membawa kemajuan berbagai bidang seperti
militer dan agama. Kondisi pemerintahan
Islam setelah wafatnya Umar bin Khattab banyak terjadi
kekacauankekacauan yang terjadi. Utsman bin Affan diharapkan mampu untuk
mengembalikan kejayaan Islam setelah banyaknya wilayah yang memberontak. Sikap
dermawan dan belas kasih kepada rakyat kecil diharapkan mampu mengubah kondisi
masyarakat Islam lebih sejahtera.
1. Sistem
pemerintahan Usman bin Affan
a) Bidang
politik
a. Politik
dalam negri
Sistem pemerintahaan
Usman bin Affan lebih di tekankan pada politik dalam negri, lembaga
pemerintahan dalam negri pada masa Usman bin Affan terbagi menjadi :
1) Pembantu
(Wazir/Muawwin)
Wazir/Muawwin adalah
pembantu yang diangkat oleh khalifah agar membantu tugas-tugas serta tanggung
jawab kekhalifahan Islam. Tugas dari Wazir/Muawwin ini adalah membantu khalifah
dalam bidang pemerintahan (Muawwin Tanfidz) dan membantu khalifah dalam bidang
administrasi (Muawwin Tafwidz). Wazir/Muawwin pada masa khalifah Utsman bin Affan
adalah Marwan bin Hakam. Bukan hanya menjadi pembantu saja, Marwan bin Hakam
juga menjadi sektretaris negara.
2) Pemerintahan
daerah/gubernur
Awal pemerintahan
khalifah Utsman bin Affan para pemimpin daerah yang telah diangkat oleh Umar
bin Khattab telah menyebar ke berbagai dan kota Islam. Utsman bin Affan
menetapkan kekuasaan para gubernur sebelumnya yang sudah diangkat oleh Umar bin
Khattab. Masa para gubernur ini untuk memerintah lagi yaitu selama satu tahun
penuh. Kebijakan ini adalah kebijkan dari Umar bin Khattab yang menyuruh untuk
menetapkan pemimpin daerah masa Umar bin Khattab selama satu tahun
3) Hukum
Pentingnya masa
khalifahUtsman bin Affan dalam bidang hukum terlihat dalam dua hal yang
mendasar,antara lain :
·
Menjaga teks-teks pada
masa Nabi Muhammad dalam bidang hukum, terikat dengan apa yang ada di dalam
teks, mengikuti dan mentaati teks yang ada.
·
Meletakkan sistem hukum
baru untuk memperkuat pondasi negara Islam yang semakin luas dan menghadapi
hal-hal yang baru yang tambah beraneka ragam.
Hakim-hakim
pada masa khalifah Utsman bin Affan antara lain, Zaid bin Tsabit yang bertugas
di Madinah, Abu Ad-Darda bertugas di Damaskus, Ka’ab bin Sur bertugas di
Bashrah, Syuraih di Kufah, Ya’la bin
Umayyah di Yaman, Tsumamah di Sana’a dan Utsman bin Qais bin Abil Ash di Mesir.
4) Baitul
Mal (keuangan)
Baitul Mal adalah tempat
yang mengatur masalah keuangan. Bentuk peran Baitul Mal ini mengurusi semua
masalah keuangan negara. Tugas Baitul Mal mulai dari membayar gaji para
khalifah, gaji para pemimpin daerah (gubernur), gaji para tentara, dan gaji
para pegawai yang bekerja di pusat pemerintahan. Baitul Mal juga mengatur semua
masalah pajak, dan masalah-masalah sarana dan prasarana. Pemasukan yang diambil
dari hasil rampasan perang, pajak dan pengeluaran yang dikeluarkan untuk dana
haji, dana perang semua yang mengurusnya dan mengaturnya adalah Baitul Mal atas
izin khalifah Utsman bin Affan
5) Militer
Utsman bin Affan memilih
tokoh-tokoh yang mampu memimpin kekuatan Islam seperti al-Walid, Abu Musa
al-Asy’ari, dan Said bin al-Ash. Tokoh militer tersebut sangat berjasa dalam
menumpas pemberontakan yang terjadi setelah pemerintahan Umar. Keseriusan
Utsman bin Affan dalam bidang militer menunjukkan bagaimana kekuatan Islam pada
waktu itu. Kemajuan pemerintahan Islam pada masa Utsman bin Affan selama 12
tahun juga dikarenakan mampu menjaga kedaulatan di daerah kekuasannya. Kemajuan
militer pada waktu itu membawa pemerintahan Islam dibawah kepemimpinan Utsman
bin Affan kepuncak kejayaan.
6) Majelis
Syuro
Majelis Syuro adalah orang-orang
yang mewakili kaum muslimin dalam menyampaikan pendapat sebagai bahan
pertimbangan khalifah. Orang non muslim juga diperbolehkan menjadi anggota
majelis syuro untuk menyampaikan pengaduan tentang kedzaliman para penguasa
atau penyimpangan dalam pelaksanaan hukum Islam. majelis syuro dibagi menjadi
tiga, yaitu; dewan penasehat, dewan penasehat umum, dan dewan penasehat tinggi
dan umum.
b. Politik
luar negri
Utsman bin Affan
melaksanakan politik ekspansi untuk menaklukkan daerah-daerah seperti; Azerbaijan, Ar-Ray, Alexandria, Tunisia,
Tabaristan, dan Cyprus adalah wilayah yang sangat kaya akan sumber daya
alamnya, dan hasil bumi yang sangat melimpah. Wilayah yang ditaklukkan Islam
pada masa khalifah Utsman bin Affan bukan hanya ke tujuh wilayah tersebut.
Masih ada wilayah-wilayah yang menjadi taklukkan Islam diantaranya : Armenia,
Tripoli, An-Nubah, Kufah, Fars, dan Kerman. Pada masa pemerintahan khalifah Utsman
bin Affan wilayah takklukan Islam semakin bertambah luas dan semakin bertambah
banyak.
b) Bidang
Ekonomi
Pada masa khalifah Utsman
bin Affan dalam bidang ekonomi terbukti sangat berkembang dengan maju dan
pesat. Utsman bin Affan menggunakan
prinsipprinsip politik ekonomi yang dijalankan di pemerintahannya,
prinsip-prinsip tersebut adalah, Menerapkan politik ekonomi secara Islam, Tidak
berbuat Zhalim terhadap rakyat dalam menetapkan cukai atau pajak, Menetapkan
kewajiban harta atas kaum muslimin untuk diserahkan kepada Baitul Mal,
Memberikan hak-hak kaum muslimin dari Baitul Mal, Menetapkan kewajiban harta
kepada kaum kafir dzamimi untuk diserahkan kepada Baitul Mal dan memberikan
hak-hak mereka serta tidak menzhalimi mereka, Para pegawai cukai wajib menjaga
amanat dan memenuhi janji, dan Mengawasi penyimpangan-penyimpangan dalam harta
benda yang dapat menghilangkan kesempurnaan nikmat umat secara umum.
Eksistensi Utsman bin
Affan untuk negara atau pemerintahan adanya pemasukan dan pengeluaran dalam
bidang ekonomi, Pemasukan dan pengeluaran tersebut, antara lain.
a. Pemasukan
Keuangan
1) Zakat
2) Harta
rampasan perang (ghanimah)
3) Harta
jizyah
4) Harta
kharaj (pajak bumi)
5) Usyur
(sepersepukuhan dari barang dagangan)
b. Pengeluaran
keuangan
1) Gaji
para walikota dari kas baitul mal
2) Gaji
para tentara dari kas baitul mal
3) Kas
umum untuk haji dan baitul mal
4) Dan
perluasan masjidil haram dan baitul mal
5) Dana
pembuatan aarmaada laut pertama kali
6) Dana
pengalihan pantai dan syuaibah ke jeddah
7) Dana
pengeboran sumur dan baitul mal
8) Dana
untuk para muadzin dari baitul mal
9) Dana
untuk tujuan-tujuan mulia islam
c) Bidang
sosial
Pada masa khalifah Umar
bin Khattab masyarakat tidak diberi kebebasan untuk melakukan segala hal. Semua
kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali harus dengan izin
dan untuk waktu tertentu, dan banyak permintaan izin demikian itu ditolak. Pada
masa khalifah Utsman bin Affan telah memberi kebebasan kepada umatnya untuk
keluar daerah. Kaum muslimin dapat memilih hidup yang serba mudah daripada di
masa Umar bin Khattab yang dirasakan
terlalu keras dan ketat dalam pemerintahannya.
d) Bidang
agama
a. Mengerjakan
sholat
Pada tahun 29 H/650 M
Utsman bin Affan mengerjakan shalat empat rakaat di Mina secara
berjamaah.Shalat yang dilaksanakan oleh Utsman bin Affan ini membawa kebinggungan
terhadap para sahabatnya, ketika semua orang mengerjakan shalat berjamaah
sebanyak dua rakaat, maka Utsman bin Affan mengerjakan shalat sebanyak empat
rakaat.Kebijakan yang diambil khalifah Utsman bin Affan dengan mengerjakan
shalat empat rakaat penuh di Mina dan Arafah merupakan bentuk kasih sayangnya
terhadap umat Islam
b. Ibadah
haji
Khalifah Utsman bin Affan
adalah salah satu orang yang mengerti tetang hukum-hukum ibadah haji. Utsman
bin Affan juga melarang umatnya untuk beribadah haji jika untuk tidak sesuai
hukum-hukum haji.Larangan tersebut antara lain.
c. Pembangunan
mesjid
1) Masjidil
haram
2) Masjid
nabawi
3) Masjid
quba
d. Pembukuan
Al-Quran
Penyusunan kitab suci
Al-qur’an adalah suatu hasil dari pemerintahan khalifah Utsman bin Affan.
Tujuan penyusunan kitab suci Al-qur’an ini untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan
serius dalam bacaan Alqur’an. Utsman bin
Affan menginginkan saling bersatunya umat Islam dalam satu bacaan.
e. Penyebaran
Agama Islam
Penyebaran agama Islam
pada masa khalifah Utsman bin Affan salah satunya dilakukan dengan cara
ekspedisi-ekpedisi ke wilayah yang menjadi jajahan Islam. Ekspedisi yang
dilakukan bukan hanya untuk menaklukan daerah saja, tetapi juga untuk
mnyebarkan agama Islam.[5]
2. Kebijakan
Pemerintahan Usman bin Affan
a) Mushaf
Usmani
Kebijakan Usman yang
paling popular adalah mengkodifikasi Alquran. Pada masanya, Alquran dibukukan,
dan biasa oleh kalangan ahli Alquran disebut Mushaf Usmani. Pada masa
pemerintahan Usman, wilayah kekuasaan Islam semakin meluas di berbagai daerah
jauh di luar Makkah dan Madinah. Perbedaan wilayah dan suku membuat bacaan
Alquran mereka beragam. Setiap daerah memiliki bacaan sebagaimana diajarkan
oleh sahabat Nabi yang diutus ke daerah masing-masing. Misalnya, penduduk Syam
membaca Alquran mengikuti bacaan Ubay bin Ka‘ab, dan kaum Muslim Bashrah
mengikuti bacaan Abu Musa al-Asy‘ari. Bacaan mereka memiliki perbedaan bunyi
huruf dan bentuk bacaan. Masalah ini memunculkan pertikaian dan perselisihan
antar sesama Muslim akibat memiliki bacaan Alquran yang berbeda. Persoalan ini
diketahui ketika Huzaifah bin Yaman melihat kaum Muslim membaca Alquran dengan
beragam cara, dan sebagian bacaan bercampur dengan kesalahan, bahkan
masing-masing kelompok mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, lalu
mengkafirkan pihak lain yang membaca Alquran dengan cara yang berbeda. Ia lalu
melaporkan persoalan itu kepada Usman bin ‘Affan. Memahami persoalan itu, Usman
mengumpulkan para sahabat, lalu menugaskan empat sahabat yang baik hapalannya
seperti Zaid bin Sabit, ‘Abdullah bin Zubayr, Sa‘id bin ‘As dan ‘Abd al-Rahman
bin Hisyam. Tiga dari empat sahabat Nabi tersebut berasal dari suku Quraisy
golongan Muhajirin, kecuali Zaid bin Sabit. ‘Usman meminjam mushaf Alquran yang
ditulis semasa Abu Bakar, dimana Mushaf tersebut berada di tangan Hafsah binti
‘Umar. Lalu ‘Usman meminta empat sahabat untuk menyalin dan memperbanyak mushaf
itu dan membagikannya ke berbagai wilayah kekuasaan Islam, dan membakar mushaf
lain yang beredar. Memang, Alquran mulai ditulis sejak masa Abu Bakar dengan alas
an banyak para hafiz Alquran gugur di medan perang. Pengumpulan Mushaf pada
masa Abu Bakar merupakan bentuk pemindahan dan penulisan Alquran ke dalam satu
mushaf, dan sumbernya berasal dari catatan ayat Alquran yang ditulis di
kepingan batu, pelepah kurma dan kulit binatang. Penulisan Alquran pada masa
‘Usman didasari oleh adanya perbedaan cara baca Alquran di berbagai wilayah
Islam.12 Jadi, ada perbedaan motif antara dua khalifah. Abu Bakar khawatir jika
Alquran akan hilang dengan banyaknya para hafiz Alquran yang gugur di medan
perang. Sedangkan ‘Usman khawatir dengan perbedaan bacaan Alquran di berbagai
daerah kekuasaan Islam dan sikap saling mengkafirkan antar kelompok yang
memiliki car abaca Alquran.
b) Perluasan
Wilayah
Selama satu tahun awal
pemerintahan, Usman menumpas berbagai pemberontakan di sejumlah daerah. Romawi
Timur melanggar perjanjian yang telah dibuat semasa pemerintahan Umar. Wilayah
Azerbaizan dan Armenia melakukan pembangkangan. Usman memilih panglima perang
terbaiknya untuk membasmi gerakan pemberontakan di daerah taklukan. Walid bin
Uqbah dikirim ke Azerbaizan dan Armenia. Walid menunjuk Habib bin Maslamah
untuk menghadang tentara Romawi di Syria, dan terus menjelajahi wilayah
kekuasaan Romawi. Pada masa ini, wilayah demi wilayah dikuasai oleh tentara
Muslim. Kekuasaan khalifah telah mencapai perbatasan Sudan, India dan Cina.
Wilayah kekuasaan Islam antara lain Kabul, Ghaznah, Balkan, Turkistan,
Khurasan, Naisabur, Thus, Asia Kecil, Cyprus, Tripoli, dan sebagian wilayah
Afrika Utara. Berbagai wilayah ini tunduk dan membayar pajak ke pemerintahan
Usman bin Affan di Madinah.
c) Distribusi
Jabatan Gubernur
Ketika telah dibaiat dan
resmi menjadi khalifah, Usman memberhentikan pejabat gubernur lama, dan
menggantikannya dengan pejabat baru dan kerap berasal dari kalangan klan
Umayyah. Di antaranya adalah Walid bin Uqbah, saudara seibu dengan Usman,
dilantik sebagai Gubernur Kufah menggantikan Sa‘ad bin Abi Waqqash. Abu Musa
al-Asy‘ari digantikan oleh ‘Abdullah bin Amir (anak paman Usman) menjadi
Gubernur Basrah. Sedangkan Marwan bin Hakam yang merupakan sepupu Usman
dilantik sebagai Sekretaris Negara. Mu‘awiyah bin Abi Sufyan tetap menjabat
sebagai Gubernur Syams dan wilayah kekuasaannya semakin diperluas. Atas
kebijakan ini, Usman dituduh telah melakukan nepotisme karena mengangkat
pejabat negara dari kalangan keluarganya. Inilah yang memunculkan protes dan
pemberontakan sampai akhir hidupnya.
d) Menghadapi
Pemberontakan
Iqbal menyebutkan
beberapa persoalan dalam pemerintahan Usman bin ‘Affan. Ia misalnya lebih
mengutamakan tokoh dari keluarganya untuk menjadi pejabat publik, dan sangat
selektif dalam memilih pejabat yang bukan berasal dari pihak keluarganya.
Faktor usia akhirnya membuat ‘Usman, yang seyogyanya ingin menjaga stabilitas
politik dunia Islam dengan mengangkat para saudaranya, akhirnya dimanfaatkan
oleh keluarganya dan tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi ambisi para
keluarganya. Usman hanya menjadi simbol pemerintahan saja. Kemudian, ia juga
mengizinkan para sahabat senior untuk meninggalkan Madinah sehingga kontrol
terhadap kekuasaan Usman menjadi tidak ada. Pada masa ‘Umar, para sahabat
dilarang meninggalkan Madinah. Banyak pihak tidak puas dengan pemerintahan
‘Usman bin ‘Affan. Beberapa daerah menjadi oposisi ‘Usman. Hitti menyebutkan
bahwa kebijakan yang diambil tidak popular dan membuat para sahabat tidak puas,
di antaranya ‘Ali, Talhah dan Zubayr. Para pendukung ‘Ali dari Kufah dan Mesir
mengajukan protes, dan mengirim pasukan untuk memberontak terhadap khalifah.
Rumah ‘Usman dikepung dan diserbu. Akhirnya, Usman dibunuh oleh para
pemberontak yang merupakan seorang Muslim.
Muhammad menegaskan bahwa ada dua kelompok yang membenci Usman. Pertama,
kelompok aristokrasi dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang tersebar di luar
Hijaz. Kedua, kelompok veteran Perang Badar yang menderita karena kefakiran
mereka lantaran para pembantu Usman menutup akses bagi mereka untuk mendapatkan
harta fa‘i, ghanimah dan subsidi pemerintah.[6]
Akhir
pemerintahan khalifah Utsman bin Affan ditandai dengan adanya tragedi
pembunuhan Utsman bin Affan.[7]
D. Ali bin Abi Thalib
Namanya
adalah Ali bin Abi Thalib (Abdu Manaf) bin AbdulMuthalib dipanggil juga dengan
nama Syaibah al-Hamdi bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qusai bin Kilab bin Lu’ai
bin Ghalib bin Pihir bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin
Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma‟ ad bin Adnan. Dia adalah
khalifah keempat dari Khulafaur Rasyidin. Dia adalah anak Paman Rasulullah dan
bertemu dengan beliau pada kakeknya yang pertama yaitu Abdul Muthalib bin
Hasyim. Kakeknya ini memliki anak bernama Abu Thalib, sudara kadung Abdullah,
ayah dari Nabi Muhammad saw. Nama yang diberikan kepada Ali pada saat
kelahirannya adalah Asad (singa). Nama tersebut hasil pemberian ibunya sebagai
kenangan terhadap nama bapaknya yang bernama Asad bin Hasyim[8]
Setelah
terbunuhnya Utsman, kaum muslimin meminta kesediaan Ali untuk dibaiat menjadi
khalifah. Mereka beranggapan bahwa kecuali Ali, tidak ada lagi orang yang patut
menduduki kursi khalifah setelah Utsman. Pemilihan Ali sebagai Khalifah pada
masa itu tidaklah semulus tiga orang Khalifah sebelumnya, dikarenakan pemilihan
tersebut di tengah-tengah berkabung atas meninggalnya Khalifah Utsman, pada
saat itu Ali menolak menjadi Khalifah, sebab Ali menghendaki urusan itu
diselesaikan dengan bermusyawarah terlebih dahulu, dan mendapat persetujuan
dari para sahabat senior terkemuka, namun para kaum pemberontak maupun kaum
Muhajirin dan Anshor tetap bersikukuh untuk menjadikan ali sebagai Khalifah
untuk menggantikan Khalifah Utsman. Akan tetapi, setelah masyarakat
mengemukakan bahwa umat Islam perlu segera mempunyai seorang pemimpin agar tidak
terjadi kekacauan yang lebih besar, dan akhirnya Ali bersedia dibai’at menjadi
khalifah.
Ali
dibai’at oleh mayoritas rakyat dari Muhajirin dan Anshor serta para tokoh
sahabat, seperti Talhah dan Zubair, tetapi ada beberapa orang sahabat senior,
seperti Abdullah bin Umar bin Khathab, Muhamad bin Maslamah, Saad bin Abi
Waqqos, Hasan bin Tsabit, dan Abdullah bin Salam yang waktu itu berada di
Madinah tidaak mau membai’at Ali.[9]
Alasan mereka tidak menyetujui Ali
sebagai khalifah karena Ali merupakan bagian orang yang masih terpaut keluarga
pada khalifah Umar bin Khattab sehingga merek yang tidak setuju dengan
pengangkatan Ali beranggapan bahwa cara pemerintahan Umar yang keras dan
disiplin akan kembali dan akan mengancam kesenangan dan kenikmatan hidup di masa
pemerintahan Usman bin Affan yang mudah dan lunak menjadi keadaan yang serba
teliti, dan serba di perhitungkan.
1. Sistem
Pemerintahan Islam Ali bin Abi Thalib
Kepemerintahan Ali melakukan gebrakan dan
kebijakan politik seperti:
1) Menegakkan hukum finansial yang dinilai nepotisme yang
hampir menguasai seluruh sektor bisnis
2) Memecat
Gubernur yang diangkat Utsman bin Affan dan menggantinya dengan gubernur yang
baru,
3) Mengambil
kembali tanah-tanah negara yang dibagi-bagikan Utsman bin Affan kepada
keluarganya, seperti hibah dan pemberian yang tidak diketahui alasannya secara
jelas dan memfungsikan kembali baitul maal.
Meskipun
dalam pemerintahan Ali perluasan Islam yang dilakukan sedikit mengalami kendala
yaitu hanya memperkuat wilayah Islam di daerah pesisir Arab dan masih tetap
peranan penting negara Islam di daerah yang telah ditaklukkan Abu Bakar di
daerah Yaman, Oman, Bahrain, Iran Bagian Selatan. Umar bin Khattab di Persia,
Syiria, Pantai Timur Laut Tengah dan Mesir. Serta pada masa Utsman di Sijistan,
Khurasa, Azarbaijan, Armenia hingga Georgia.
Masa
pemerintahan Ali yang kurang lebih selama lima tahun (35-40 H/656-661 M),
sementara dikutip dari buku Teguh Pramono (100 Muslim Paling Berpengaruh)
tertulis empat tahun sembilan bulan. Selama itu tidak pernah sunyi dari
pergolakan politik, tidak ada waktu sedikitpun dalam pemerintahannya yang dapat
dikatakan stabil. Akhirnya praktis selama memerintah, Ali lebih banyak mengurus
masalah pemberontkan di berbagai wilayah kekuasaannya. Ia lebih banyak duduk di
atas kuda perang dan di depan pasukan yang masih setia dan mempercayainya dari
pada memikirkan administrasi negara yang teratur dan mengadakan ekspansi
perluasan wilayah ( futuhat ). Namun demikian, Ali berusaha menciptakan
pemerintahan yang bersih, berwibawa dan egaliter. Ia ingin mengembalikan citra
pemerintahan Islam sebagaimana pada masa Abu Bakar dan Umar sebelumnya
Sebenarnya pembaiatan Ali sebagai khalifah adalah hal yang sangat wajar dan
pertentangan itu adalah hal yang wajar pula sebagai akibat pertentangan dan
peristiwaperistiwa sebelumnya karena untuk memperebutkan kekuasaan yang
diselingi kasus penuntutan atas terbunuhnya Utsman dan juga pemecatan-pemecatan
pejabat serta pengembalian harta milik yang tidak jelas.[10]
2. Kebijakan
Ali bin Abi Thalib
1. Memindahkan
ibukota
Menarik bahwa sejak Nabi
memimpin kaum Muslim, ibukota pemerintahan Islam ditempatkan di Madinah. Bahkan
Madinah tetap menjadi ibukota pada masa Abu> Bakar, ‘Umar dan ‘Us\ma>n.
Pada masa pemerintahan ‘Ali>, ibukota pindah dari Madinah ke Kufah (Irak).
Ini menarik, karena pada era belakangan, Kufah menjadi salah satu pusat
keagamaan mazhab Syiah mengingat keberadaan makam ‘Ali> di sana. Memang,
para pendukung ‘Ali> banyak di kawasan Irak dan ini membuatnya memindahkan
pusat pemerintahan.
2. Perang
jamal
3. Perang
shifin[11]
[1] Iva Inayatul, “karakteristik kepimpinan khulafaur rasyidin”, vol.
1, hal. 46-49, Jombang, Universitas Hasyim Asyari, http://e-journal.unhasy.ac.id/inde.php/el-islam/article/view?761.
Pdf. (Diakses pada tanggal 11 Oktober 2020)
[2] Ahmad mumtaz, “kebijakan di masa pemerintahan Abu Bakar
Ash-Shidiq”, vol. 4, hal. 219-221, bogor, universitas ibn khaldun,
http://myactivity.google
.com/ite?utm_source=agsa-searchbox&utm_medium=btn&utm_campaign=15&restirct=search.
Pdf. (Diakses pada tanggal 11 Oktober 2020)
[3] Iva Inayatul, “karakteristik kepimpinan khulafaur rasyidin”, vol.
1, hal. 52-54, Jombang, Universitas Hasyim Asyari, http://e-journal.unhasy.ac.id/inde.php/el-islam/article/view?761.
Pdf. (Diakses pada tanggal 11 Oktober 2020)
[4] Muhammad Arif, Tesis: “PEMERINTAHAN KHALIFAH USMAN BIN AFFAN (Analisis
Historis Sebab-Sebab Munculnya Pemberontakan)” (Makasar: Universitas Islam
Negri Alaudin, 2015), hal. 24.
[5]Nurmala Rahmawati, “SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM DI BAWAH KEPEMIMPINAN KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN TAHUN 644-656”, vol. 1, hal. 8-10, Jember, Universitas Jember, http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/63713. Pdf. (Diakses pada tanggal 11 Oktober 2020)
[6] Maisyaroh , “kepemimpinan
Usman bin Affan dan Ali bin Thalib”, vol. 1, hal. 178-180, Medan,
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/63713.
Pdf. (Diakses pada tanggal 11 Oktober 2020)
[7] Nurmala Rahmawati, “SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM DI BAWAH KEPEMIMPINAN KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN TAHUN 644-656”, vol. 1, hal. 11, Jember, Universitas Jember, http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/63713. Pdf. (Diakses pada tanggal 11 Oktober 2020)
[8]zainudin, Skripsi: “SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM PADA ERA KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB DALAM PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH” (Lampung: Universitas Islam Negri Raden Intan, 2018), hal. 35
[10] Junaidin, “PEMERINTAHAN ALI BIN ABI THALIB DAN PERMULAAN KONFLIK UMAT ISLAM: PERISTIWA TAHKIM”, vol. 1, hal. 37, STIT Sunan Giri Bima, ejournal.stitbima.ac.id. Pdf. (Diakses pada tanggal 11 Oktober 2020)
[11] Maisyaroh , “kepemimpinan Usman bin Affan dan Ali bin Thalib”, vol.
1, hal. 184, Medan, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/63713.
Pdf. (Diakses pada tanggal 11 Oktober 2020)