HARTA BENDA WAKAF (MAUQUF BIH)

HARTA BENDA WAKAF (MAUQUF BIH) 


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

    Di dalam hukum Islam, benda yang diwakafkan terbagi dua: benda wakaf bergerak dan tidak bergerak. Problematika obyek wakaf tersebut mempengaruhi pada keabsahan tindakan wakaf atas dua kategorisasi benda wakaf tersebut. Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf Bagian Keenam Harta Benda Wakaf Pasal 16 ayat (3) menyatakan bahwa benda bergerak yang bisa diwakafkan adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi.

    Tidak ada yang menyangkal sedikitpun bahwa, sebelum sesuatu barang diwakafkan, ia adalah milik orang yang mewakafkan. Sebab, wakaf tidak bisa dipandang sah kecuali terhadap barang yang dimiliki secara sempurna. Kemudian kalau wakaf sudah dilaksanakan, apakah esensi pemilikan atas barang tersebut masih tetap berada ditangan pemiliknya semua hanya saja bila dinisbatkan kepadanya pemanfaatan atas barang tersebut kini “terampas” darinya, ataukah pemilikan barang itu berpindah kepada pihak yang diberi wakaf, atau sudah bukan punya pemilik sama sekali. 

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana syarat harta benda wakaf menurut fuqaha dan undang-undang?

2. Bagaimana macam harta benda wakaf menurut fuqaha dan undang-undang?

3. Bagaimana perlakuan terhadap benda wakaf?

C. Tujuan

1. Untuk mengidentifikasi syarat harta benda wakaf menurut fuqaha dan undang-undang.

2. Untuk mengidentifikasi macam harta benda wakaf menurut fuqaha dan undang-undang.

3. Untuk mengidentifikasi perlakuan terhadap harta benda wakaf.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Syarat Harta Benda Wakaf

Fiqh

UU No 41 th 2004

KHI

PP 28 th 1977

Harus mutaqawwam (sesuatu yang dapat disimpan dan halal digunakan      dalam keadaan       normal) dan                  kekal

manfaatnya.

Memiliki daya

tahan               lama dan/atau manfaat jangka panjang (Pasal 1 (5))

Memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai (Pasal 215 (4))

Tanah    hak    milik atau    tanah    milik yang     bebas     dari segala pembebanan, ikatan, sitaan, dan perkara (Pasal 4)

Diketahui dengan yakin              ketika diwakafkan

Mempunyai     nilai ekonomi (Pasal 1

(5))

Harus     merupakan benda milik yang bebas    dari   segala pembebanan, ikatan, sitaan, dan sengketa (Pasal 217

(3))

 

Milik wakif secara penuh

Dimiliki             dan dikuasai oleh wakif secara sah (Pasal

15)

 

 

Terpisah,        bukan

milik bersama

 

 

 


B. Macam Harta Benda Wakaf

1. Benda tidak bergerak (waqf al-‘iqar)

    Adalah benda yang tidak bisa dipindahkan dari tempatnya semula, seperti rumah dan tanah atau sesuatu yang tetap.

2. Benda bergerak (al-manqul)

    Adalah benda yang bisa dipindahkan dari tempat satu ketempat yang lain, seperti mata uang, binatang, timbangan dan sebagainya.

    Beberapa pernyataaan ulama atas keabsahan wakaf benda tidak bergerak dan benda bergerak sebagai berikut:

1. Imam Abu Hanifah dan berdasarkan periwayatan Imam Ahmad menyatakan bahwa wakaf benda bergerak tidak sah, kecuali memenuhi beberapa hal: Pertama, keadaan harta bergerak itu mengikuti benda tidak bergerak, ini ada dua macam: (1) barang tersebut mempunyai hubungan dengan sikap diam di tempat dan tetap, misalnya bangunan dan pohon. Menurut ulama hanafiyah, bangunan dan pohon termasuk benda bergerak yang bergantung pada benda tidak bergerak, (2) benda bergerak yang dipergunakan untuk membantu benda tidak bergerak, seperti alat untuk membajak, kerbau, yang dipergunakan bekerja dan lain-lain. Kedua, kebolehan wakaf benda bergerak itu berdasarkan atsar yang membolehkan wakaf senjata dan binatang-binatang yang dipergunakan untuk bergerak. Ketiga, wakaf benda itu mendatangkan pengetahuan seperti wakaf kitab-kitab dan mushaf. 

2. Madzhab Maliki, Syafi’i dan yang masyhur di kalangan ulama madzhab Hanbali, menyatakan tidak ada perbedaan antara benda bergerak dan tidak bergerak, semuanya sah.

3. Abu Yusuf dari madzhab Hanafi menyatakan bahwa benda bergerak dalam wakaf yang sah hanya mencakup persenjataan dan hewan (kuda dan keledai).

4. Muhammad Ibn al-Hasan al-Syaybani dari madzhab Hanafi menyatakan sahnya wakaf benda bergerak berdasarkan adat kebiasaan disuatu tempat. 

    Dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf menyatakan:

(1) Harta Benda wakaf terdiri dari:

a. Benda tidak bergerak; dan

b. Benda bergerak

(2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;

b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a;

c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;

d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangna yang berlaku;

e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:

a. Uang;

b. Logam mulia;

c. Surat berharga;

d. Kendaraan;

e. Hak atas kekayaan intelektual;

f. Hak sewa; dan

g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

C. Perlakuan Terhadap Benda Wakaf

    Pengelolaan dan pengembangan wakaf yang ada di Indonesia diperlukan komitmen bersama antara pemerintah, ulama, dan masyarakat. Selain itu, juga harus dirumuskan kembali terkait hal yang berkenaan dengan wakaf, termasuk harta yang diwakafkan, peruntukkan wakaf dan nadzir serta pengelolaan wakaf secara professional. Wakaf seharusnya diserahkan kepada orang maupun badan yang memang ahlinya dan punya kompetensi dalam hal itu sehingga nantinya bisa pengelolaan harta benda wakaf bisa amanah dan profesional. Ini tentu penting diimplementasikan mengingat dalam perkembangannya, pengelolaan wakaf menemukan momentumnya dengan melakukan beberapa perubahan kebijakan.

1. Wakaf Tunai

    Wakaf tunai adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.  Wakaf tunai merupakan bentuk wakaf produktif dengan mekanisme investasi dana wakaf dan menyalurkan hasil dari pokok modal yang diinvestasikan.

    Dari segi kemanfaatannya, menurut Antonio, wakaf uang punya empat manfaat utama, pertama, wakaf uang jumlah bisa bervariasi sehingga oarng yang mempunyai dana terbatas harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu. Kedua, melalui wakaf uang, asset berupa tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian. Ketiga, dana wakaf tunai bisa membantu lembaga pendidikan Islam yang cash flow-nya kadang kembang kempis dan menggaji civitas akademika alakadarnya. Keempat, Umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus bergantung pada anggaran pendidikan Negara. 

2. Wakaf Produktif

    Kesadaran masyarakat untuk mengamalkan tingkat religiusnya dengan cara wakaf memang bisa dikatakan tinggi. Namun sayangnya, banyak aset wakaf yang tingkat pendayahgunaannya stagnan, dan tidak sedikit yang tidak berkembang sama sekali. Penyebabnya adalah umat Islam umumnya mewakafkan tanah namun kurang memikirkan biaya operasional sekolah, sehingga yang harus dilakukan adalah pengembangan wakaf produktif untuk mengatasi hak tersebut. Keterkaitan dengan pemahaman yang diyakini dan kualits nadzir yang tidak futuristik dalam mengelola asset wakaf menyebabkan potensi harta wakaf tidak berkembang semestinya.

    Dua hal yang dilakukan adalah (1) manajemen kenadziran. Hal yang harus diperhatikan pula adalah profesionalitas nadzir, baik mengenai (1) kredibilitas terkait kejujuran, (2) profesionalitas terkait dengan kapabilitas, ataupun (3) kompensasi terkait dengan upah pendayahgunaan sebagai implikasi profesionalitasnya, (2) peruntukkan aset wakaf. 

    Tujuan utama wakaf produktif yaitu meningkatkan kelayakan produksi dengan memperbesar hasil wakaf dan menekan pengeluaran administrasi dan investasi, melindungi pokok harta dan mengurangi kerusakan dalam administrasi dan distribusi hasil-hasilnya.

    Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti: investasi, kemitraan, perdagangan, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, rumah susun, swalayan, sarana pendidikan dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariat. 


BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

    Syarat harta benda wakaf itu harus manfaat dan tahan lama, milik wakif secara sempurna, bukan termasuk benda sengketa ataupun sitaan. Untuk macam harta benda, terbagi menjadi dua: (1) benda bergerak; dan (2) benda tidak bergerak. Antara fiqh dengan Undang- Undang sama macamnya. Lalu perlakuan terhadap harta benda wakaf sendiri itu terkait dengan bagaimana harta itu diperlakukan atau digunakan. Dalam makalah ini menyebutkan yaitu dengan wakaf tunai dan wakaf produktif.

B. Saran

    Dalam penyusunan makalah ini masih memerlukan kritikan dan saran bagi pembahasan materi tersebut. Selanjutnya kami berharap makalah yang kami buat dapat membantu pembaca agar dapat memahami. 


DAFTAR PUSTAKA

Agama, Departemen RI. 2007. Fiqh Wakaf: Edisi Revisi Cetakan kelima. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf.

Agama, Departemen RI. 2007. Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf.

Agama, Departemen RI. 2007. Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf.

Isfandiar’, Ali Amin.  “Tinjauan Fiqh Muamalat dan Hukum Nasional tentang Wakaf di Indonesia” Jurnal Ekonomi Islam, Vol II No 1, Juli 2018, IAIN Pekalongan.

Rafiqi, Yusep. “Wakaf Benda Bergerak dalam Perspektif Hukum Islam dan Perundang- undangan di Indonesia”, Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, Vol 06 No 2, Oktober 2018, Fakultas Agama Islam Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.

Redaksi, Tim Nuansa Aulia. 2013. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: CV Nuansa Aulia.

Wadjdy, Farid & Mursyid. 2007. Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Lebih baru Lebih lama