MANUSIA: KODRAT DAN KEDUDUKANYA

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah paling sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lainya, termasuk diantaranya Malaikat, Jin, Iblis, Binatang, dan lainnya. Tetapi kebanyakan kita sendiri sebagai manusia tidak tahu atau tidak kenal akan diri kita sendiri sebagai manusia.

Pada hakikat nya manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah dan juga memelihara bumi. Namun Allah memberikan akal kepada manusia yang dimana akal itu lah yang akan membuat manusia bisa membandingkan mana yang baik dan mana yang buruk.

Menyadari bahwa ada yang mengataka kodrat manusia itu baik, ada juga yang mengatakan bahwa kodrat manusia itu buruk, ada juga yang mengatakan bahwa kodrat manusia itu tidak baik dan tidak buruk netral dan lain sebagainya. Maka diperlukan adannya pengetahuan tentang siapa sebenarnya manusia, apa hakikat tujuan hidup manusia itu dan apa kodrat dan kedudukannya.

Untuk itu marilah kita pelajari diri kita ini sebagai manusia, Siapa diri kita ini? Apa kodrat kita sebagai manusia? Dan apa kedudukan kita di dunia ini, dalam makalah yang berjudul Manusia: Kodrat dan Kedudukannya.

B.       Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan manusia?

2.      Bagaimana kodrat manusia?

3.       Bagaimana kedudukan manusia?

C.      Tujuan Makalah

1.      Untuk mengetahui pengertian dari manusia

2.      Untuk mengetahui kodrat manusia

3.      Untuk mengetahui kedudukan manusia

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.      Pengertian

Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi. Manusia dapat diartikan sebagai makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Menurut Ludwing Binswanger: Manusia adalah makhluk yang mempunyai kemampuan untuk mengada, suatu kesadaran bahwa ia ada dan mampu mempertahankan adanya di dunia.[1]

Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang membedakan manusia dengan hewan. Pandangan psikoanalitik Hansen, Stevic, dan Warner mengemukakan bahwa tingkah laku manusia digerakkan oleh dorongan-dorongan yang bersifat instingtif, tingkah lakunya dikontrol oleh kekuatan psikologis yang sejak semula telah ada pada diri manusia.

Ungkapan al-Qur‟an tentang Manusia yaitu sejumlah kata yang diungkap al- Qur‟an yang menunjuk kepada manusia yaitu Insān, Basyar dan Banī Ādam. Kata ân yang meliputi kata-kata sejenisnya, yaitu al-ins, al nas, unas, Anasy dan Insiy yang semua berakar dari huruf-huruf hamzah, nun dan sin (أظ). Al Basyar berasal dari huruf-huruf (ثشش) ba, syîn dan ra dan Banû Ādam artinya anak-anak Adam atau keturunan Adam. Kata insān menurut Ibnu Manzūr mempunyai tiga asal kata. Pertama berasal dari kata anasa yang berarti absara yaitu melihat, alima yang berarti mengetahui, dan isti‟zān berarti minta izin. Kedua berasal dari nasiya yang berarti lupa. Ketiga berasal dari kata al-nūs yang berarti jinak lawan dari  kata al- wahsyah yang berati buas. Berbeda dengan Ibnu Fārs mencari makna yang umum dari berbagai makna spesifik, menurutnya semua kata yang asalnya terdiri dari huruf-huruf alif, nun, dan syin mempunyai makna asli jinak, harmonis dan tampak dengan jelas. Al-Isfihāni juga menyebutkan bahwa dikatakan al-insan nampak dengan jelas, jinak, melihat, juga berarti minta izin.[2] Sebenarnya uraian tersebut di atas memiliki arti yang sama, yaitu bahwa manusia yng diistilahkan dengan al-insan itu tampak pada ciri khasnya, yaitu jinak, tampak jelas kulitnya, juga potensial untuk memelihara dan melanggar aturan, sehingga ia dapat menjadi makhluk yang harmonis dan kacau.[3]

Selanjutnya jika kata al-insan berasal dari  kata  anasa  yang  berarti  melihat, mengetahui dan meminta izin, maka ia memiliki sifat-sifat potensial dan aktual untuk mampu berfikir dan menalar. Dengan berfikir manusia mengetahui yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, selanjutnya menentukan pilihan untuk senantiasa melakukan yang benar dan baik dan menjauhi yang salah dan buruk. Pada gilirannya, dia akan menampilkan sikap minta izin kepada orang lain untuk mempergunakan sesuatu yang bukan hak dan miliknya. Sedangkan al- insan dari sudut kata nasiya yang berarti lupa, bahkan hilang ingatan atau kesadarannya.

Demikian pula al-insan dari sudut asal katanya al-nus atau anisa yang berarti jinak, ramah, serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Berdasarkan uraian tersebut di atas Muin Salim menyimpulkan bahwa insan mengandung konsep manusia sebagai makhluk yang memiliki sifat keramahan dan kemamapuan mengetahui yang sangat tinggi. Atau dengan ungkapan lain, manusia sebagai makhluk sosial dan kultural. Kata al-Insan merupakan kata kedua yang paling banyak muncul dala al-Qur‟an setelah an nas, terulang sebanyak 65 kali dalam 63 ayat dan 43 surah.

B.       Pengertian kodrat

Kodrat menurut bahasa arab “qudra” yang artinya ketentuan, ukuran atau kekuasaan[4]. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, definisi kodrat adalah kekuasaan Tuhan, manusia tidak mampu menentang kodrat atas dirinya sebagai makhluk hidup[5]. Kodrat menurut kacamata Islam merupakan kekuasaan Allah swt yang mana manusia sendiri tidak bisa menentang darinya sebagai makhluk. Ketentuan ini tidak dapat dilawan oleh manusia sebab hal ini bersumber dari Allah swt.

Salah satu kodrat manusia adalah manusia sejak lahir mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya. Hidup bersama itu dimulai dengan adanya pernikahan untuk membina sebuah keluarga.

Dalam penciptaannya segala yang ada dilangit dan di bumi allah swt telah menciptakan dengan keadilan. Arti adil adalah sesuai dengan fungsi, tujuan, potensi, dan tidak berat sebelah. Seringkali manusia yang tidak menjaga keseimbangan dan keadilan tersebut, maka akan mendapatkan dampak yang buruk bagi kehidupannya. Seperti misalnya waniya ingin menjadi laki-laki atau sebaliknya. Fungsi wanita dan laki-laki sudah jelas berbeda, ketika dilangar kodratnya maka dampaknya akan terasa oleh diri sendiri bahkan masyarakat.

1.      Kodrat yang terdapat pada wanita

Agar sesui dengan apa yang allah swt fitrahkan yang terdapat pada wanita, maka wanita harus menyadari dan memahami fitrah atau kodrat apa saja yang ada pada dirinya. Pertama, Al-Quran menginformasikan kodrat fisik perempuan yang dapat diterima khusus secara ilmu pengetahuan. Kedua, Ql-quran mengingatkan tentang hak, dan kewajiban perempuan yaitu dalam praktik sosial perperan penting dalam mendidik anak dan menjaga kesehatan anak. Adapula kodrat perempuan yaitu mengandung.

Di kalangan fuqoha, peran wanita dalam politik selalu mengandung argumen dan berbeda pendapat. Ini terjadi karena secara eksplit, Al-Quran dan Sunnah tidak menyebutkan dengan tegas perintah atau larangan bagi wanita untuk menjadi pemimpin. Mayoritas ulama fikih terutama dari kalangan salaf hampir sepakat menentang wanita menjadi pemimpin, dengan alasan firman allah swt yang menyatakan “kaum laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan”[6]

2.      Kodrat yang terdapat pada laki-laki

Kodrat laki-laki adalah menjadi pemimpin, baik untuk dirinya, keluarga dan masyarakat sekitar.

C.      Kedudukan Dan Tupoksi Manusia

Kedudukan manusia menurut Islam terbagi pada dua, yaitu sebagai ‘abullah dan khalifah. Al-Qur’an telah menjelaskan eksistensi manusia sebagai ‘abd atau hamba Allah ini dalam klausa liya‟ buduni Q.S. al-Zariyat 56 yang berbunyi:

 

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.

 

Kata abd sendiri dalam Al-Qur’an pertamakali ditemukan dalam Q.S. al-Alaq : 10, kemudian dalam bentuk kata kerja ditemukan dalam QS. al-Fatihah : 5. Dari dua penggunaan kata ‘abd tersebut, terlihat bahwa konsep yang terkandung meliputi dua aspek, yaitu subjek yang menyembah yaitu manusia dan objek yang disembah.“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.[7]

1.       Tugas manusia sebagai khalifah (Khalifah Allah di Muka Bumi)

Kekhalifahan manusia di satu pihak berperan sebagai subjek dan di sisi lain menjadi objek, sebagai subjek, manusia mempunyai tanggung jawab yang lebih kompleks dalam meningkatkan kualitas dirinya. Seperti dalam LKNU menyatakan bahwa Manusia berkualitas harus bercermin keimanannya, sehat jasmani dan rohani, berpendidikan, mengerjakan amal saleh, berbuat baik kepada orang lain, bertanggung jawab terhadap keluarganya, bertanggung jawab terhadap keluarganya, arif terhadap lingkungan hidupnya (Mufid, 2010)[8]

Dalam konsep ekologi manusia, terdapat berbagai macam pandangan dalam memandang hubungan antara manusia dan alam. Islam mengakui keberadaan semua makhluk hidup di muka bumi sebagai kesatuan atas penciptaan dari sang khalik, sehingga jika terjadi kerusakan terhadap ciptaan Allah, hal ini merupakan pengingkaran terhadap ciptaan Allah. bahkan lebih dalam lagi, islam memiliki prinsip-prinsip dasar dalam upaya melestarikan lingkungan hidup dan sumber daya alam.

Kewajiban manusia untuk mengelola alam dan menjaga akan diminta pertanggungjawabannya, sehingga manusia tidak berhak berlaku sewenang-wenang dalam memimpin dan mengelola alam. Mengenai kewajiban manusia sebagai khalifah atau penguasa (pemimpin) yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya terdapat pada hadits nabi yaitu “masing-masing kamu adalah orang yang bertanggung jawab, maka akan diminta (kelak) pertanggungjawabannya, raja adalah orang yang bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinya, dan dia (penguasa) akan dimintai pertanggung jawabanya tentang mereka, seorang laki-laki kepala rumah tangga bertanggung jawab atas keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang mereka, dan seorang perempuan sebagai ibu rumah tangga harus bertanggung jawab atas suami dan anak-anaknya dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang mereka, pembantu bertanggung jawab atas harta majikannya, dan akan diminta pertanggungjawabannya tentang itu, ingatkah bahwa masing-masing kamu adalah orang yang bertanggung jawab, dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kamu lekolanya” (HR.Imam Bukhari dari Abdullah Ibnu Umar).

Islam sebagai agama dalam kehidupan sejatinya memiliki visi dan misi rahmah li al-Alamin (kebaikan bagi semesta alam), dengan mewujudkan visi dan misi tersebutlah Allah menugaskan kepada manusia sebagai khalifah di Bumi. Seperti yang dijalaskan dalam surat Al-Ahzab [33] ayat 72, yaitu:

اِنَّا عَرَضۡنَا الۡاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ وَالۡجِبَالِ فَاَبَيۡنَ اَنۡ يَّحۡمِلۡنَهَا وَاَشۡفَقۡنَ مِنۡهَا وَ حَمَلَهَا الۡاِنۡسَانُؕ اِنَّهٗ كَانَ ظَلُوۡمًا جَهُوۡلًا

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zhalim dan sangat bodoh” ( Q.S Al-Ahzab [33]:72).

Tugas dari seorang khalifah menjadikan perlindungan bagi umat dan menjaga kelestarian alam (ekosistem), sehingga khalifah dan umat harus bersatu dan saling mencintai guna menjalankan kehidupan sesuai dengan syariat islam dan keberlangsungan hidup.

Tugas khalifah dalam Al Qur’an biasa disebut imaratul ardh (memakmurkan bumi) dan ibadatullah (beribadah kepadaAllah). Allah menciptakan manusia dari bumi ini dan menugaskan manusia untuk melakukan imarah dimuka bumi dengan mengelola dan memeliharanya. Tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi:[9]

a.       Mengulturkan natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar dibudayakan, sehingga menghasilkan karya- karya yang bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia.

b.      Mengulturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasi karya manusia harus disesuaikan dengan kondisi aam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan hidup, agar tidakmenimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya.

c.       MengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya) yakni dalam berbudaya harus tetap komitmen dengan nilainilai Islam yang rahmatan lil-‘alamin, sehingga berbudaya berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta keagungan dan kebesaran Ilahi. 

Konsep khalifah sebagai yang telah dikemukakan diatas menunjukkan bahwa dalam ajaran islam memiliki relevansi dan perhatian yang sangat besar terhadap konsep ekologis dan lingkungan hidup. Sehingga untuk itu, ajaran islam mengenai konsep ekologis dan lingkungan hidup perlu dikonstruksi sebagai sistem, keyakinan akan nilai-nilai dan cita-cita lingkungan hidup, yang dapat dipahami, ditransformasikan dan diinternalisasikan oleh seluruh umat untuk diperjuangan guna mewujudkan citacita tersebut. Sehingga peranan khalifah di muka bumi sangatlah penting dalam menjaga keseimbangan alam atau lingkungan hidup. Seperti yang dijlaskan dalam surat Al-An’am [6] ayat 165, yaitu:

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۗ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Yang artinya: “Dan dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifahkhalifah di Bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman, dan sungguh Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS.Al-An’am [6]: 165).

2.      Peran Khalifah dan Pengetahuan Ekologis

Hubungan manusia sebagaimana sebagai hamba Allah dan diutus menjadi Khalifah di muka bumi memiliki posisi saling terkait kuat, karena dalam tugas manusia sebagai khalifah memiliki wewenang mengelola dan mengatur bumi beserta isinya. Sedangkan tugas manusia sebagai hamba, manusia melakukan segala aktivitas sesuai dengan aturan Allah dan bertanggung jawab atas semua tindakannya.

      Pandangan Domanska[10] memandang hubungan manusia dengan lingkungan alam melalui peran negara maju dan negara berkembang dalam mengeksplotasi Sumber Daya Alam. Dengan menyimpulkan bahwa negara-negara maju lebih banyak menyumbang kerusakan lingkungan daripada negara tertinggal, karena eksplotasi terhadap alam dilakukan secara besarbesaran untuk mencapai kemajuan teknologi. Sedangkan dalam kawasan periphery, eksploitasi terhadap lingkungan disebabkan karena faktor kemiskinan dan rendahnya kebijakan politik dan ekonomi yang mendukung pelestarian alam.

     Munculnya teori Darwin tentang survival of the fiftest telah menempatkan manusia sebagai makhluk yang lebih unggul dari makhluk lainnya, sehingga manusia berusaha menguasai alam dan mampu menklukan alam. Hal tersebutlah menyebabkan terjadinya kerusakan alam di berbagai belahan bumi. Dampak dari teori Darwin semakin menunjukkan bahwa manusia tidak lagi menjadi makhluk yang bergantung kepada alam, melainkan manusia menjadi faktor penentu atas keberlangsungan alam. Dampak negatif dari hal tersebut semakin menjadikan manusia mencapai level tinggi dalam pengelolaan alam, sehingga semakin mempercepat proses kerusakan alam karena terjadinya eksploitasi akan Sumber Daya Alam secara besar-besaran.

     Selain itu krisis lingkungan yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor seperti pertumbuhan penduduk,industrialisasi, urbanisasi, pengeseran fungsi lahan, deforestasi, konflik antar etnik memperebutkan wilayah dan lain-la[11]Islam telah melarang manusia untuk melakukan eksploitasi dan pengerusakan terhadap alam dan spesies tumbuhan serta hewan. Seperti halnya dalam surat Al-A’raf [7]: 31:

يٰبَنِىۡۤ اٰدَمَ خُذُوۡا زِيۡنَتَكُمۡ عِنۡدَ كُلِّ مَسۡجِدٍ وَّكُلُوۡا وَاشۡرَبُوۡا وَلَا تُسۡرِفُوۡا‌ ۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الۡمُسۡرِفِيۡنَ

Yang artinya: “wahai anak cucu adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap(memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-A’raf [7]: 31).



[1] Bagus Takwin, Psikologi Naratif Membaca Manusia Sebagai Kisah, Yogyakarta: 2007,Hlm. 4

[2] Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, jilid I, (Qairo: Dar al-Hadis, 2003), h. 231-232.

[3] Sampo Seha, Manusia   Dalam Al Qur‟an Menurut Prespektif Filsafat Manusia, Gowa, Al-Fikr vol. 14 nomor 3 tahun2010. Hal. 401

[4]Kusmana, “kodrat perempuan dalam al-aquran” jurnal, vol 6, no 1. hlm56 (10,oktober,2020,09.00)

[5]Don stairs, 20017. “arti kata kodrat, makna, pengertian dan definisi kamus besar bahasa indonesia”(9,oktober,2020,23.00.)

[6]Kusmana. Op.cit. hlm57

[7]Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2012, Vol. V, No.1: 743 – 755

[8] 20 Zed, Mestika. 2008.Metode Penelitian Kepustakaan . Jakarta : Yayasan Obor

Indonesia. 21 Mufid, Op.Cit

[9] Wahyu Supraptiningtyas.Tugas Manusia Sebagai Khalifah di Muka

Bumi. http://blog.unnes.ac.id/malikhatundayyanah/2015/11/24/tugas.manusia-sebagaikhalifah-di-muka-bumi/diupload, pada Minggu, 21 Agustus 2011 21:34 WIB

[10] Supriatna, Op.Cit

[11] Supriatna, Op.Cit  Jurnal Penelitian, Vol. 12, No. 2, Agustus 2018

Lebih baru Lebih lama