AHLI WARIS DAN CARA PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
BAB I
Pendahuluan
A.
LATAR BELAKANG
Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hokum perdata.Semua cabang hukum yang
termasuk dalam bidang hokum perdata
yang memiliki kesamaan sifat dasar,
antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur kepaksaan. Namun untuk hokum waris perdata,
meski letaknya dalam bidang hukum perdata,
ternyata terdapat unsure paksaan didalamnya. Unsur paksaan dalam hukum waris perdata, misalnya ketentuan pemberian hak mutlak
(legitimeportie) kepada ahli waris tertentu atas sejumlah tertentu dari harta warisan atau ketentuan
yang melarang pewaris telah membuat ketetapan seperti menghibahkan bagian tertentu dari harta warisannya,
maka penerima hibah mempunyai kewajiban untuk mengembalikan harta yang telah dihibahkan kepadanya kedalam harta warisan guna memenuhi bagian mutlak (legitimeportie) ahli waris yang mempunyai hak mutlak tersebut, dengan memperhatikan Pasal 1086 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
tentang hibah-hibah yang wajib inbreng (pemasukan). Sistem kewarisan
yang diatur dalam hukum waris perdata adalah system secara individual, ahli waris mewaris secara individu atau sendiri-sendiri, dan ahli waris tidak dibedakan baik laki-laki maupun perempuan hak mewarisnya sama Ahli waris menurut undang-undang
(abintestato), yaitu karena kedudukannya sendiri menurut undang-undang,
demi hokum dijamin tampil sebagai ahli waris.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pembagian waris Janda/duda dan anak serta keturunan nya/Golongan I berdasarkan undang undang?
2. Bagaimana cara pembagian waris Orang
tua dan saudara serta keturunan nya/ Golongan II berdasarkan undang undang?
3. Bagaimana cara pembagian waris Kakek dan nenek dalam garis lurus keatas/
Golongan III berdasarkan undang undang?
4. Bagaimana cara pembagian waris Sanak saudara dalam garis lurus kesamping sampai derajat keenam/
Golongan IV berdasarkan undang undang?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui cara pembagian waris Janda /duda dan anak serta keturunan nya/ Golongan I berdasarkan undang undang.
2. Untuk mengetahui cara pembagian waris Orang tua dan saudara serta keturunan nya / Golongan II berdasarkan undang undang.
3. Untuk mengetahui cara pembagian waris Kakek dan nenek dalam garis lurus ke atas/
Golongan III berdasarkan undang undang.
4. Untuk mengetahui cara pembagian waris Sanak saudara dalam garis lurus kesamping sampai derajat keenam/ Golongan IV
berdasarkan undang undang.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Ahli waris Golongan I
Wujud warisan atau harta peninggalan
menurut hukum Islam berbeda dengan wujud warisan hukum Barat juga hukum waris
Adat. Warisan menurut hukum Islam adalah “sejumlah harta benda serta segala hak
dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih” artinya harta peninggalan yang
diwarisi oleh para ahli waris adalah sejumlah harta benda serta segala hak,
“setelah dikurangi dengan pembayaran hutang-hutang pewaris dan
pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya si pewaris”.
Menurut
Hazairin, bahwa “sistem kewarisan Islam adalah sistem individual bilateral”
Al-Qur’an menyebutkan dalam surat An-Nisa ayat: (7), (8), (11), (12), (33), dan
(176). Hal ini merupakan ciri atau spesifikasi sistem hukum waris Islam menurut
Al-Qur’an.25 Pewaris adalah orang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun
perempuan yang meninggalkan sejumlah harta benda maupun hak-hak yang diperoleh
selama hidupnya, baik dengan surat wasiat, maupun tanpa surat wasiat, dan yang
menjadi dasar hal untuk mewaris menurut Al-Qur’an yaitu:
a. Karena
hubungan darah
b. Hubungan
semenda atau pernikahan
c. Hubungan
persaudaraan, karena agama yang ditentukan oleh Al-Qur’an bagiannya tidak lebih
dari sepertiga harta pewaris QS. Al-Ahzab: (6)
d. Hubungan
kerabat karena hijarah, zaman dulu pada saat permulaaan pengembangan Islam,
meskipun tidak ada hubungan darah QS. Al-Anfal: (75).[1]
Adalah suami istri yang masih hidup serta
anak-anak dan keturunannya. Jika A Orang yang meninggal, B istri si A. C, D dan
E anak-anak A dan B. F dan G anakanak E, cucu A dan B. Maka Istri A, anak A dan
cucu A serta keturunannya (jika ada) adalah ahli waris golonhan I. Termasuk
juga golongan pertama semua keturunan C, D, E,F dan G. Pembagian warisan dalam
hal diatas ialah : B, C dan D masing-masing mendapat ¼ dari harta warisan;
karena E meninggal lebih dulu dari A, maka bagiannya dibagi sama oleh anaknya F
dan G masing-masing mendapat 1/8. Menurut pasal 852 : anak - anak
atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lain perkawinan
sekalipun, mewaris dari kedua orang tua, kakek, nenek atau semua keluarga
sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ketas.
B. Ahli Waris golongan II
Golongan kedua
adalah keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan saudara, baik
laki-laki maupun perempuan, serta keturunannya. Bagi orang tua ada peraturan
khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak akan kurang seperempat bagian
dari harta peninggalan, walaupun mereka menjadi ahli waris bersama saudara
pewaris. Oleh karena itu bila terdapat tiga orang sudara yang menjadi ahli
warris bersama-sam denganayah dan ibu, maka ayah dan ibu masing-masing akan
memperoleh seperempat bagian dari seluruh harta warisan, sedangkan separuh dari
harta warisan itu akan diwarisi oleh tiga orang saudara yang masing-masing
seperenam bagian. Jika ibu atau ayah salah salah seorang sudah meninggal dunia
maka yang hidup paling lama akan memperoleh sebagai berikut:
1) Setengah
bagian dari seluruh harta warisan, bila ia menjadi ahli waris bersama-sama
dengan seorang saudaranya, baik laki-laki maupun perempuan, sama saja.
2) sepertiga
bagian dari seluruh harta warisan, bila ia menjadi ahli waris bersama-sama
dengan dua orang sudara pewaris.
3) Seperempat
bagian dari seluruh harta warisan, bila ia menjadi ahli waris bersama-sama
dengan tiga orang atau lebih saudara pewaris.[2]
Selanjutnya, dalam pasal 855 KUHPdt
ditentukkan bahwa apabila orang yang meninggal dunia itu tanpa meninggalkan
keturunan ataupun suami/istri, sedangkan ayah atau ibunya masih hidup, maka :
1. Ayah
atau ibu mendapat seperdua dari harta warisan jika yang meninggal itu hanya
mempunyai seorang saudara,
yang mendapat seperdua lebihnya
2. Ayah
atau ibu mendapat sepertiga dari harta warisan jika yang meninggal itu
mempunyai dua orang saudara yang mendapat dua pertiga lebihnya
3.
Ayah atau ibu mendapat seperempat dari harta
warisan jika yang meninggal itu mempunyai lebih dari dua oranga saudara, yang
mendapat tiga perempat lebihnya.
Jika ayah dan ibu telah meniggal dunia, seluruh harta
warisan menjadi bagian saudara-saudara (pasal 856 KUHPdt). Pembagian antara
semua saudara adalah sama jika mereka itu mempunyai ayah dan ibu yang sama.
Menurut ketentuan pasal 857 KUHPdt, apabila mereka berasal dari perkawinan yang
berlainan (ayah sama, tetapi lain ibu atau ibu sama, tetapi lain ayah), setelah
ayah dan ibu meninggal dunia, harta warisan dibagi dua :
1. Bagian
yang kesatu adalah bagian bagi garis ayah.
2. Bagian
yang kedua adalah bagian dari garis ibu.
3. Saudara-saudara
yang mempunyai ayah dan ibu yang sama mendapat bagian bagi garis ayah dan bagian
dari garis ibu.
4. Saudara-saudara
yang seayah mendapat bagian dari bagian garis ayah saja.
5.
Saudara-saudara yang seayah mendapat bagian dari
bagian garis ibu saja. Apabila orang yang meninggal itu tidak meninggalkan
keturunan, suami/istri, ataupun saudara, sedangkan ayah atau ibunya masih
hidup, ayah dan ibunya yang masih hidup itu mewarisi seluruh warisan anaknya
yang meninggal dunia itu. (pasal 859 KUHP dt).
C. Ahli waris golongan III
Kakek dan Nenek serta keluarga dalam
satu garis lurus ke atas dari pada si pewaris. Apabila ahli waris golongan I
dan golongan II tidak ada, maka yang berhak mewaris adalah golongan III yang
terdiri dari sekalian keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas, baik dari
garis ibu maupun dari garis ayah. Hal ini ditentukan dalam Pasal 853 KUH
Perdata bahwa yang dimaksud dengan keluarga dalam garis ayah dan ibu lurus ke
atas adalah: kakek dan nenek, baik dari ayah maupun dari ibu dan seterusnya.
Apabila terjadi pewarisan oleh ahli waris golongan III maka otomatis akan
terjadi kloving.
Yang dimaksud dengan kloving adalah bahwa
dalam tiap-tiap bagian (garis), pewarisan dilaksanakan seakan-akan merupakan
satu kesatuan yang berdiri sendiri. Konsekuensi dari kloving adalah dalam garis
yang satu mungkin ada ahli waris yang lebih jauh derajadhubungan darahnya
dengan pewaris dibandingkan dengan ahli waris dalam garis yang lain.[3]
Menurut pasal 853 dan 858 KUHPdt, apabila
orang yang meninggal dunia itu tidak
meninggalkan, baik keturunan istri atau suami, saudarasaudara, maupun orang
tua, harta warisan jatuh pada kakek dan nenek. Dalam hal ini, harta warisan
dibagi menjadi dua bagian, satu bagian diberikan kepada kakek dan nenek yang
menurunkan ibu. Apabila kakek dan nenek tidak ada, harta warisan jatuh pada
orang tua kakek dan nenek (puyang). Apabila yang tidak ada itu hanya kakek atau
nenek, bagian warisannya jatuh pada garis keturunannya dan menjadi bagian
warisan yang masih hidup. Ahli waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus
keatas mendapat setengah warisan
dalam garisnya dengan menyampingkan semua ahli waris lainnya. Semua keluarga
sedarah dalam garis lurus keatas dalam derajat yang sama mendapat bagian warisan orang demi orang (bagian yang
sama).
D. Ahli waris golongan IV
Apabila orang yang meninggal dunia itu
tidak meninggalkan keturunan, istri atau suami, saudara-saudara, orang tua,
ataupun nenek dan kakek, menurut ketentuan pasal 853 dan pasal 858 ayat (2)
KUHPdt, harta warisan jatuh pada ahli waris yang terdekat pada tiap garis. Jika
ada beberapa orang yang derajatnya sama, harta warisan dibagi berdasar pada
bagian yang sama. Keluarga sedarah dalam garis menyamping lebih dari derajat
keenam tidak mewaris. Jika dalam garis yang satu tidak ada keluarga sedarah
dalam derajat yang membolehkan untuk mewaris, semua keluarga sedarah dalam
garis yang lain memperoleh seluruh harta warisan (pasal 861 KUHPdt). Apabila semua orang yang berhak
mewaris tidak ada lagi. Seluruh harta warisan dapat dituntut oleh anak luar
kawin yang diakui. Apabila anak luar kawin inipun tidak ada, seluruh harta warisan jatuh pada negara (pasal 873 ayat (1) dan 832 ayat (2) KUHPdt).
Ban III
PENUTUP
Simpulan
Dari makalah di atas dapat
disimpulkan bahwa dalam menentukan ahli waris itu ada golongan-golongannya
tersendiri. Golongan tersebut dibagi menjadi 4 bagian yaitu:
1.
Golongan
I
Diantaranya istri yang masih hidup serta anak-anak dan
keturunannya. Jika A Orang yang meninggal, B istri si A. C, D dan E anak-anak A
dan B. F dan G anakanak E, cucu A dan B. Maka Istri A, anak A dan cucu A serta
keturunannya (jika ada) adalah ahli waris golonhan I.
2.
Golongan
II
Menurut ketentuan pasal 854 KUHPerdata, apabila seseorang
meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan ataupun suami/istri, sedangkan
ayah dan ibunya masih hidup, yang berhak mewaris adalah ayah, ibu, dan
saudaranya.
3.
Golongan
III
Menurut pasal 853 dan 858 KUHPdt, apabila
orang yang meninggal dunia itu tidak
meninggalkan, baik keturunan istri atau suami, saudarasaudara, maupun orang
tua, harta warisan jatuh pada kakek dan nenek.
4.
Golongan
IV
Apabila
orang yang meninggal dunia itu tidak meninggalkan keturunan, istri atau suami,
saudara-saudara, orang tua, ataupun nenek dan kakek, menurut ketentuan pasal
853 dan pasal 858 ayat (2) KUHPdt, harta warisan jatuh pada ahli waris yang
terdekat pada tiap garis.
Daftar
pustaka
Sofyan Mei Utama, " Kedudukan Ahli Waris Pengganti dan Prinsip
Keadilan Dalam Hukum
Waris Islam",
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016.
Daniel Angkow, " Kedudukan
Ahli Waris Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata",
jurnal Lex et Societatis, vol.v. no.3. 2017.
Afida Wahyuni," Sistem
Waris dalam Perspektif Islam dan Peraturan Perundang-
undangan Di
Indonesia". Jurnal Sosial & Budaya Syar-i, vol.4.no.pdf.
Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2018
[1]
Sofyan Mei Utama, " Kedudukan Ahli Waris Pengganti dan Prinsip Keadilan
Dalam Hukum Waris Islam", Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1,
Februari 2016, hlm 73.
[2]
Afida Wahyuni," Sistem Waris dalam Perspektif Islam dan Peraturan
Perundang-undangan Di Indonesia". Jurnal Sosial & Budaya Syar-i,
vol.4.no.pdf. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018. Hlm. 157.
[3]
Daniel Angkow, " Kedudukan Ahli Waris Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata", jurnal Lex et Societatis, vol.v. no.3. 2017, hlm 71-72.