AKAD QIRADH
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan ekonomi (muamalah) sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari, seperti jual beli, utang piutang, dan pinjam meminjam. Pelaksanaan atau pemberian pinjam meminjam dari satu pihak kepada pihak lain merupakan suatu usaha Taqarrub kepada Allah dan merupakan hablun minannas atau bentuk kasih sayang kepada manusia. Karena bagaimanapun kita tidak bisa hidup sendiri diatas bumi Allah. Dalam pinjaman itu memberikan banyak kemudahan dan keringanan kepada yang membutuhkannya.
Meminjamkan sesuatu berarti memberikan pertolongan kepada orang yang meminjam. Allah SWT berfirman dalam surah al-ma’un yang menegaskan bahwa di antara ciri orang yang mendustakan agama Allah. Maka dari itu, makalah ini berisi materi mengenai qiradh. Dan sehingga kita dapat mengaplikasikanya dalam kegiatan kita sehari-hari. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi qiradh?
2. Apa dalil qiradh?
3. Apa rukun dan syarat qiradh?
4. Apa konsekuensi hukum akad qiradh?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi qiradh.
2. Untuk mengidentifikasi dalil qiradh.
3. Untuk mengindentifikasi rukun dan syarat qiradh.
4. Untuk memahami konsekuensi hukum akad qiradh.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Definisi Qiradh
Qiradh dan Mudharabah mempunyai pengertian yang semakna, akan tetapi Mudharabah itu adalah bahasa penduduk Irak dan Qiradh adalah bahasa penduduk Hijaz. Mudharabah berasal dari kata al-darbh, yang berarti secara harfiah adalah bepergian atau berjalan. Sedangkan al-qiradh berasal dari al-Qardhu berarti al-Qath’u yang berarti potongan, karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya. Ada juga yang menyebut Mudharabah atau Qiradh dengan mualah.
Dalam pengertian asal katanya Qiradh berarti Al-Qath’u (cabang) atau potongan. Sedangkan yang dimaksud Qiradh disini adalah harta yang diberikan seseorang pemberi Qiradh kepada orang yang diqiradhkan untuk kemudian dia memberikannya setelah mampu. Sedangkan menurut syara’ yaitu akad yang mengharuskan seseorang yang memiliki harta memberikan hartanya kepada seorang pekerja untuk dia berusaha sedangkan keuntungan dibagi di antara keduanya.
Menurut istilah, Mudharabah atau Qiradh dikemukakan oleh para ulama, sebagai berikut:
1. Menurut para fuqaha, Qiradh atau Mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung. Salah satu pihak menyerahkan hartanya bagi pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
2. Menurut Hanafiah, Qiradh atau Mudharabah adalah memandang tujuan dua pihak yang berakad yang berserikat dalam keuntungan (laba), karena harta diserahkan kepada yang lain yang lainnya punya jasa mengelola harta itu. Maka Mudharabah ialah akad syirkah dalam laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik jasa.
3. Malikiyah berpendapat, bahwa Qiradh atau Mudharabah ialah akad perwakilan, di mana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (mas dan perak).
4. Imam Hanabilah berpendapat bahwa Qiradh atau Mudharabah ialah ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu pada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui.
5. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa Qiradh atau Mudharabah ialah akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan.
B. Dalil Qiradh
Dasar hukum dibolekannya Qiradh ada dalam Al-Quran, Sunnah, Ijma dan Qiyas.
1. Al-Quran
Al-Quran memandang mudharabah sebagai salah satu bentuk transaksi yang penting dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari ayatayat yang berkenaan dengan mudharabah, antara lain:
وَءَاخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِى ٱلْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ
Artinya: ”Dan mereka yang lain berjalan diatas bumi untuk menuntut karunia Allah SWT.” (QS. Al-Muzammil : 20)
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Apabila telah ditunaikan sholat, bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT... (AlJumu’ah : 10)
2. Hadis
Di antara hadis yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib bahwa Nabi SAW bersabda:
عَنْ صَا لِحِ بْنِ صُهَيْبِ عَنْ أَبِيهِ قَلَ قَلَ رَسُو لُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلا ثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَ كَةُ الْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ وَ الْمُقَارِضَةُ وَأَخْلاَطُ البُرَّ بِالشَّـــعِيرِ لِلبَيْتِ لا لِلْبَيْعِ
Artinya: Dari Shahih bin Suhaib dari bapaknya berkata: “bahwa Rasullullah SAW bersabda, tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkatan yaitu jual beli sampai batas waktu. Muqaradhah (memberi modal) dan mencampurkan gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”(HR. Ibnu Majah)
Hadis lain yang menjadi dasar kebolehan mudharabah adalah hadis riwayat Thabrani.
رَوَى ابْنُ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّهُ قَالَ :كَانَ سَيَّدُنَا الْعَبَّــاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطُلِبِ إِذَا دَفَعَ الْمَال مضاربة اشترط على صاحب لا يسلُك به بحــرا ولا ينزل به واد يا ولا يشترى به دابة ذات كبدرطبةفإنْ فعل ذلك ضمن فبلغ شر طه رصل الله عليه وسلم فأ جا زه
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthallib, jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah, maka ia mensyaratkan agar dananya tidak di bawah mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun membolehkannya”. (H.R Thabrani)
Di samping itu, para ulama juga beralasan dengan praktek mudharabah yang dilakukan sebagian sahabat, sedangkan sahabat lain tidak membantah. Bahkan harta yang dilakukan secara mudharabah di zaman mereka kebanyakan adalah harta anak yatim, karena di Hijaz/Iraq lebih popular kata qiradh untuk mudharabah tersebut. Oleh sebab itu, berdasarkan ayat, hadits dan praktek para sahabat tersebut, para ulama fiqh menetapkan bahwa aqad mudharabah apabila telah memenuhi rukun dan syarat, maka hukumnya adalah boleh. Ayat dan hadis di atas menunjukkan bahwa mudharabah merupakan aktivitas ekonomi yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan satu sama lainya. Dalam aktivitas muamalahsebagaimana yang dianjurkan dalam agama untuk saling tolongmenolong pada jalan yang benar. Mudharabah juga suatu usaha yang mendapat tempat yang baik dalam Islam dan Rasullulah SAW pun dalam masa hidupnya mempraktekkan mudharabah bersamasama para sahabat dan hal itu memenuhi ketentuanketentuan syariat Islam.
3. Ijma’
Di antara ijma’ dalam mudharabah, adanya riwayat yang menyatakan bahwa jamaah dari sahabat yang menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak ditentang oleh sahabat lainnya.
4. Qiyas
Mudharabah di qiyaskan al-Musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun). Selain diantara manusia, ada yang miskin dan ada juga yang kaya. Di satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kedua golongan diatas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.
C. Syarat dan Rukun Qiradh
Rukun mudharabah adalah ijab dan kabul yang keluar dari orang yang memiliki keahlian, selain itu rukun mudharabah terbagi kepada lima, yaitu:
1. Pemodal
2. Pengelola
3. Modal
4. Nisbah keuntungan
5. Sighat atau Akad
Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam akad mudharabah adalah:
1. Harta atau Modal.
a. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).
b. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c. Modal harus diserahkan kepada mudharib untuk memungkinkan melakukan usaha.
2. Keuntungan.
a. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik modal harus jelas prosentasinya.
b. Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
c. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh atau sebagian modal kepada shahibulmal.
D. Konsekuensi Hukum Akad Qiradh
Konsekuensi hukum akad qiradh dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Hukum qiradh fasid
a. Pemilik modal memberikan syarat kepada pengusaha dalam membeli, menjual atau membeli barang.
b. Pemilik modal mengharuskan pengusaha untuk bermusyawarah sehingga pengusaha tidak bekerja kecuali atas izinnya.
2. Hukum qiradh sahih
a. Tanggung jawab pengusaha. Ulama fiqih telah sepakat bahwa pengusaha bertanggung jawab atas modal yang ada ditangannya, yaitu sebagai titipan hal ini, karena kepemilikan modal tersebut atas seizin pemiliknya
b. Tasharruf pengusaha. Hukum tentang tasharruf pengusaha berbeda-beda tergantung pada qiradh mutlak dan terikat.
3. Hukum qiradh terikat
Hukum yang terdapat dalam qiradh terikat sama dengan ketetapan yang ada pada qiradh mutlak. Namun, ada beberapa pengecualian antara lain:
a. Penentuan tempat
b. Penentuan orang
c. Penentuan waktu
4. Hukum qiradh mutlak
Menurut ulama hanafiyah jika qiradh mutlak, maka pengusaha berhak untuk beraktifitas dengan modal tersebut yang menunjukkan kepada pendapatan laba, seperti jual beli.
BAB IIIPENUTUP
A. Simpulan
Pengertian asal katanya Qiradh berarti Al-Qith’u (cabang) atau potongan. Sedangkan yang dimaksud Qiradh disini adalah harta yang diberikan seseorang pemberi Qiradh kepada orang yang diqiradhkan untuk kemudian dia memberikannya setelah mampu. Sedangkan menurut pengertian syar’i, yaitu akad yang mengharuskan seseorang yang memiliki harta memberikan hartanya kepada seorang pekerja untuk dia berusaha sedangkan keuntungan dibagi di antara keduanya.
Dasar hukum dibolekannya Qiradh adalah ada dalam Al-Quran, Sunnah, ijma’ dan qiyas. Qiradh di qiyaskan al-Musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun). Selain diantara manusia, ada yang miskin dan ada juga yang kaya. Di satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kedua golongan diatas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih memerlukan kritikan dan saran bagi pembahasan materi tersebut. Selanjutnya kami berharap makalah yang kami buat dapat membantu pembaca agar dapat memahami.
DAFTAR PUSTAKA
Al¬-Kasani, Alauddin. Bada’i As-Syana’i fi Tartib Asy-Syara’i, Juz VI, 79.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: Amzah.
Sudiarti, Sri. 2018. Fiqh Muamalah Kontemporer. Medan: FEBI UIN-SU Press.
Suhendi, Hendi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali.