KONSEP TRANSAKSI RIBAWI

KONSEP TRANSAKSI RIBAWI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

    Riba yang dikenal sebagai tambahan yang tidak disertai dengan adanya pertukaran kompensasi dilarang oleh al-Quran. Al-Quran sendiri telah menjelaskan secara rinci tahapan pelarangan riba tersebut. Dewasa ini riba telah menjadi sebuah hal yang cukup lumrah dan lumayan sulit untuk di pisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebab kan karena kurangnya pengetahuan tentang riba,  hukum-hukum  yang mendasar tentang riba, dan macam-macam riba.

    Oleh karena itu perlu adanya pemahaman tentang riba agar tidak semakin terjerumus kedalam riba dan atau berhenti dari riba. Karena riba hanyalah kesenangan yang semu dan menyebab kan ketidak sejahteraan masyarakat. Maka dari itu makalah ini dapat menjadi pengantar pengetahuan tentang riba.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tahap keharaman riba?

2. Bagaimana riba pada zaman Rasulullah SAW?

3. Apa saja mcam-macam riba?

4. Bagaimana jenis kelebihan atas pinjaman?

5. Apa tujuan pelarangan riba?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui tahapan keharaman riba

2. Untuk mengetahui riba pada zaman Rasulullah

3. Untuk mengetahui macam-macam riba

4. Untuk mengetahui jenis kelebihan atas pinjaman

5. Untuk mengetahui tujuan pelarangan riba

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tahap Keharaman Riba 

    Riba terdiri dari dua huruf ra dan ba, dan huruf mu’tal akhir, hanya memiliki satu makna yaitu : al-ziyadah (tambahan), al-nama’ (tumbuh dan berkembang). Terjemahan harfiah dari kata riba dalam bahasa Arab adalah penigkatan, penambahan atau pertumbuhan, meskipun secara populer diterjemahkan sebagai bunga.  Pengertian secara terminologis, menurut al-shabuni, riba adalah tambahan yang diambil oleh pemberi hutang dari penghutang sebagai perumbangan dari masa (meminjam).

    Menurut Quraish Shihab, dalam al-Quran, kata riba diulang sebanyak delapan kali yang terdapat dalam empat surah, yakni al-Baqarah Ali Imran, al-Nisa dan al-Rum. Dalam al-Quran, ayat pertama kali (tahap pertama) yang berbicara riba adalah Q.S Ar-Rum ayat 39

وَمَآ ءَاتَيْتُم مِّن رِّبًا لِّيَرْبُوَا۟ فِىٓ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرْبُوا۟ عِندَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ ءَاتَيْتُم مِّن زَكَوٰةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ ٱللَّهِ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُضْعِفُونَ

Artinya : “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”

    Dalam ayat di atas belum dijelaskan bahwa riba itu adalah haram, namun Allah memberikan alternatif pembelanjaan keuangan yang akan memberikan pengembalian lebih baik dan lebih banyak. Para mufassir berbeda pendapat mengenai riba yang dibicarakan dalam ayat di atas. Ada yang berpendapat bahwa riba dalam ayat ini bukan riba yang diharamkan, ada juga yang berpendapat riba dalam ayat ini berupa pemberian sesuatu kepada orang lain yang tidak didasarkan keikhlasan seperti pemberian hadiah dengan harapan balasan hadiah yang lebih besar.  Menurut Al-Maraghi tahap-tahap pembicaraan Al-Quran tentang riba sama dengan tahapan pembicaraan khamr (minuman keas),  pada tahap pertama ini hanya sekedar menggambarkan adanya unsur negarif di dalam riba, hal tersebut sebagaimana termaktub dalam ayat di atas yakni Q.S Ar-Rum ayat 39.

Tahap kedua dari penetapan status hukum riba adalah dengan turunnya Q.S An-Nisa ayat 160-161 :

فَبِظُلْمٍ مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَٰتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ كَثِيرًا

وَأَخْذِهِمُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَقَدْ نُهُوا۟ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلْبَٰطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَٰفِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا*

Artinya : “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah * dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil . Kami telah menjadikan untk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih” (QS. al-Nisa 160-161)

    Dalam ayat ini al-Quran Allah SWT telah melarang praktek riba namun orang yahudi masih tetap melakukan. Dalam ayat ini pula Allah menyebutkan kecaman terhadap orang-orang Yahudi yang melakukan praktik-praktik riba. 

    Tahap selanjutnya (tahap ke tiga),  secara eksplisit al-Qur’an telah mengharamkan praktik riba, dalam ayat ini mencantumkan pelarangan umat Islam untuk memungut riba yang berlipat ganda. 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”

    Dalam ayat di atas secara tegas di larang pemungutan riba secara berlipat ganda. Namun perlu di pahami bahwa secara umum kriteria berlipat ganda bukan lah syarat dari terjadinya riba (jika bunga berlipat ganda maka riba, tetapi apabila kecil bukan riba). 

    Dan pada tahap terakhir (tahap ke empat), riba telah diharamkan secara total dalam berbagai bentuknya dan digambarkan sebagai sesuatu yang sangat buruk dan tidak layak dilakukan oleh orang-orang Mukmin sebagaimana ditegaskan dalam Q.S Al-Baqarah ayat 278-279

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ*

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman * Maka, jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan, jika kalian bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kalian tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya” (QS. al-Baqarah ayat 278-279).  

    Dalam ayat diatas, Allah swt dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman, baik sedikit mupun banyak. Dan pengharamannya bersifat kulli dan qathi. 

B. Riba pada zaman Rasulullah

    Sama halnya dengan kemungkaran besar lainnya seperti pelacuran, perjudian dna minuman keras. Riba juga merupakan kemungkaran yang usianya sama dengan usia sejarah manusia. Pada zaman nabi Muhammad SAW masih hidup pun sudah ada riba, justru pada saat itulah ditimbulkannya larangan riba. 

    Di zaman keemasan Islam sesudah Rasulullah SAW pun pelaku-pelaku riba tetap ada di masyarakat meskipun itu terus di larang. Kemudian di zaman-zaman ke khalifahan, pedangan dimuliakan apalagi jika pedagang jauh, pedangang-pedangang antar kota ini di jamu sebagai tamunya kaum mukminin di kota tujuan. 

    Para rentenir pada masa itu beroperasi secara sembunyi-sembunyi dengan mencegat para pedagang dan orang-orang yang akan ke pasar. Jika di misalkan para rentenir pada masa itu menawarkan jasa ribawinya, kemudia jika para rentenir pada masa itu ketahuan petugas pengawas pasar (hisbah) mereka ini dikejar-kejar dari lari tunggang langgang. 

    Menurut saya untuk kita bisa mengetahui bagaimana sistem riba pada zaman Rasulullah kita bisa melihat dari asbab an-nuzul ayat pengaharamn riba. Misal kita ambil contoh asbab an-nuzul dari Q.S al-Baqarah 275-279. khususnya ayat 275, turun disebabkan oleh pengamalan paman Nabi Muhammad saw, Abbas bin Abdul Muthalib dan Khalid bin Walid, yang bekerjasama meminjamkan uang kepada orang lain dari Tsaqif bani Amr. Sehingga keduanya mempunyai banyak harta ketika Islam datang. 

    Kemudian dari QS. Ali Imran ayat 130-131, menurut satu riwayat sebab ayat ini turun bahwa, banu Tsaqif mengambil riba dari banu Mughirah. Apabila tiba waktu pembayaran datang utusan dari banu Tsaqif datang untuk menagih. Kalau tidak membayar, disuruh menunda dengan syarat menambah sejumlah tambahan. 

C. Macam-Macam Riba

    Riba terbagi menjadi empat, yaitu :

1. Riba nasi’ah 

    Riba nasi’ah adalah tambahan yang diambil karena penundaan pembayaraan utang untuk dibayarkan pada tempo yang baru, sama saja pakah tambahan itu merupakan sanksi atas keterlamatan pembayaran hutang, atau sebagai tambahan hutang baru. Contoh, si A meminjamkan uang sebanyak 200 juta kepada si B, dengan perjanjian si B harus menggembalikan hutang tersebut pada tanggal 29 oktober 2020, dan jika si B menunda pembayaran hutangnya dari waktu yang telah di tentukan tadi (29 oktober 2020), maka si B wajib mmebayar tambahan atas keterlambatannya. Misalnya 10% dari total hutang. Tambahan pembayaran disini bisa saja sebagai bentuk sanksi atas keterlamabatan si B dalam melunasi hutangnya, atau sebagai tambahan htang baru karena pemberian tenggang waktu baru oleh si A kepada si B. tambahan ini lah yang disebut dengan riba nasi’ah atau riba jahiliyah.

2. Riba fadhal

    Riba fadhal adalah riba yang diambil dari kelebihan pertukaran barang yang sejenis yang barang nya sama, tetapi jumlahnya berbeda. Dalil pelarangannya adalah hadits yang dituturkan oleh Imam Muslim.

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْح

مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ

Artinya : “jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandunm dijual dengan gandum, syair dijual dnegan sya’ir, kurma dijual engan kurma, dan garam dijual dnegan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memeberinya sama-sama berada dalam dosa” (HR. Muslim no. 1584)

3. Riba al-Yadh

    Riba yadh adalah jual beli yang dilakukan oleh seseorang sebelum menerima barang yang dibelinya dari si penjual dan tidak boleh menjualnya lagi kepada siapapun, sebab barang yang dibeli belum diterima dan msih dalam ikatan jual beli yang pertama. Larangan riba yad ini ditetapkan berdasarkan hadits.                          “ Emas dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan, gandum dengan gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kismis dengan kismis riba, kecuali dengan dibayarkan kontan (HR al-Bukhari dari Umar bin al-Khathab)

4. Riba Qardhi

    Riba qardhi adalah meminjam uang ke[ada seseornag dengan syarat ada kelebihan atau keuntungan yang harus diberikan oleh peminjam kepada pemebri pinjaman. Riba semacam ini dilarang didalam islam berdasarkan hadits berikut Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia berkata, “Suatu ketika, aku mengunjungi Madinah. Lalu aku berjumpa dengan Abdullah bin Salam. Lantas orang ini berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang di sana praktek riba telah merajalela. Apabila engkau memberikan pinjaman kepada seseorang lalu ia memberikan hadiah kepadamu berupa rumput kering, gandum atau makanan ternak, maka janganlah diterima. Sebab, pemberian tersebut adalah riba”. (HR. Imam Bukhari)

    Juga, iamam bukhari dalam “kitab Tarikh nya, meriwayatkan sebuah hadits dari Anas RA bahwa Rasulullah SAW telah bersabda “Bila ada yang memberikan pinjaman (uang maupun barang), maka janganlah ia menerima hadiah (dari yang meminjamkannya)”. (HR. Imam Bukhari )

    Hadits di atas menunjukkan bahwa peminjam tidak boleh memberikan hadiah kepada pemberi pinjaman dalam bentuk apapun, lebih-lebih lagi jika si peminjam menetapkan adanya tambahan atas pinjamannya. Tentunya ini lebih dilarang lagi. Pelarangan riba qardi juga sejalan dengan kaedah ushul fiqh, “Kullu qardi jarra manfa’atan fahuwa riba”. (Setiap pinjaman yang menarik keuntungan atau membuahkan bunga) adalah riba. 

D. Jenis Kelebihan Atas Pinjaman

    Jika berbicara tentang pinjaman, masing-masing orang memiliki tujuan yang berbeda-beda untuk memanfaatkan pinjaman tersebut. Salah satu nya adalah jika pinjaman nya bersifat modal atau dana biasanya digunakan untuk modal usaha. 

    Kemudian jika kita berbicara kembali mengenai pinjaman modal, tentu masih ada beberapa orang yang mengkhawatirkan mengenai potensi riba yang kerap dikaitkan dengan sistem pinjaman modal. Namun, kita bisa menghilangkan kekhawatiran tersebut karena tidak sedikit lembaga keuangan yang berbasis syariah yang telah terdaftar dan di awasi oleh OJK (Otoritas Jasa keuangan) yang juga menawarkan jasa pinjaman modal syariah.

    Pinjaman syariah ini dinilai lebih meringkan masyarakat karena tidak menyertakan beban bunga dalam pengembaliannya. Meliankan bagi hasil yang nilainya sudah di sepakati antara pihak pemeberi pinjaman dengan nasabah. Jadi dari awal akad hutang piutang nasabah sudah mengetahui dan menyetujui nilai bagi hasil yang harus dibayarkan kepada pemberi pinjaman.

    Nilai bagi hasil relatif lebih kecil dibandingkan dengan jenis pinjaman lainnya. Sehingga tidak membebani nasabah peminjam. Tujuan pemberian pinjaman adalah untuk membantu nasabah dan meningkatkan gairah usaha masyarakat dengan mnegharap keberkahan bagi kedua belah pihak. Ini sesuai dengan prinsip syariah.

    Nilai angsuran setiap bulannya sama atau flat. Bagi nasabah tentu menjadi angin segar, nasabah bisa menghitung kemampuannya dalam membayar angsuran, memilih tenor pinjaman dan besarnya plafon pinjaman yang dibutuhkan. Sehingga diharapkan tidak terjadi keterlambatan pembayaran. Karena tidak akan terjadi kenaikan jumlah angsuran secara tiba-tiba. Menguntungkan bagi kedua belah pihak.

    Tidak dibebankan biaya administrasi. Biaya ini umumnya memberatkan karena sama saja mengurangi nominal pinjaman yang diberikan. Meskipun sudah diinfokan kepada nasabah di awal kesepakatan pinjaman. Biaya administrasi biasanya dibebankan di awal peminjaman dana. Tetapi dalam sistem syariah tidak ada biaya administrasi untuk pinjaman dalam nominal berapapun.

    Menerapkan prinsip-prinsip syariah yang menguntungkan bagi nasabah. Meningkatkan daya guna uang, dana yang mengendap di Bank sebagai hasil dari setoran nasabah digunakan semaksimal mungkin untuk kemanfaatan bersama. Meningkatkan daya guna barang, berhubungan dengan pembiayaan syariah. Meningkatkan peredaran uang, meningkatkan gairah usaha dan menjaga stabilitas ekonomi. 

E. Tujuan Pelarangan Riba 

    Tujuan dari pelarangan riba adalah untuk menjadikan manusia jauh lebih baik. kemudian berikut ini bebrapa hikmah dan tujuan lain dari pelarang riba yaitu:

1. Menjadikan pribadi-pribadi manusia yang suka menolong satu sama lain

2. Dengan sikap saling tolong menolong menciptakan persaudaraan yang semakin kuat. Sehingga menutup pintu pada tindakan memutus hubungan silaturahmi baik antara sesama manusia.

3. Menjadikan kerja sebagai sebuah kemuliaan, karena pekerjaan tersebut sebagai saran untuk memperoleh penghasilan. Karena dnegan bekerja seseorang dapat meningkatkan keterampilan dan semangat besar  dalam hidupnya.

4. Tidak merugikan ornag-orang yang sedang kesusahan, karena dengan adanya riba seseorang  yang mengalami kesulitan justru semakin sussha dan lain sebagainya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengaharaman riba terdiri dari 4  tahapan.

    Tahap pertama atau ayat pertama yang membicarakan tentang riba adalah Q.S Ar-Rum ayat 39. Dalam ayat ini belum dijelaskan bahwa riba itu adalah haram, namun Allah memberikan alternatif pembelanjaan keuangan yang akan memberikan pengembalian lebih baik dan lebih banyak.

    Tahap kedua atau ayat kedua yang membicarakan tentang riba adalah Q.S An-Nisa ayat 160-161, Dalam ayat ini Allah SWT telah melarang praktek riba namun orang yahudi masih tetap melakukan. Dalam ayat ini pula Allah menyebutkan kecaman terhadap orang-orang Yahudi yang melakukan praktik-praktik riba.

    Tahap ketiga atau ayat ketiga yang menceritakan tentang riba adalah Q.S Al-Imran ayat 130, Dalam ayat ini secara tegas di larang pemungutan riba secara berlipat ganda. Namun perlu di pahami bahwa secara umum kriteria berlipat ganda bukan lah syarat dari terjadinya riba (jika bunga berlipat ganda maka riba, tetapi apabila kecil bukan riba).

    Tahap ke empat atau ayat terakhir yang membicarakan tentang pengharaman riba adalah Q.S Al-Baqarah ayat 278-279, dalam ayat ini riba telah diharamkan secara total dalam berbagai bentuknya dan digambarkan sebagai sesuatu yang sangat buruk dan tidak layak dilakukan oleh orang-orang Mukmin.

2. Riba pada zaman Rasulullah SAW Adalah dengan adanya para rentenir yang pada masa itu beroperasi secara sembunyi-sembunyi dengan mencegat para pedagang dan orang-orang yang akan ke pasar. Jika di misalkan para rentenir pada masa itu menawarkan jasa ribawinya, kemudia jika para rentenir pada masa itu ketahuan petugas pengawas pasar (hisbah) mereka ini dikejar-kejar dari lari tunggang langgang.

3. Macam-macam riba itu ada 4, yaitu riba nasiah, riba fadhl, riba al-yadh, dan riba qardhi

4. Kelebuhan atas pinjaamn pada lembaga syariah adalah lebih meringkan masyarakat karena tidak menyertakan beban bunga dalam pengembaliannya. Meliankan bagi hasil yang nilainya sudah di sepakati antara pihak pemeberi pinjaman dengan nasabah. Jadi dari awal akad hutang piutang nasabah sudah mengetahui dan menyetujui nilai bagi hasil yang harus dibayarkan kepada pemberi pinjaman.

5. Tujuan pelarangan riba adalah untuk menjadikan manusia jauh lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA 

Khozainul Ulum. 2019. Hakikat keharaman riba dalam Islam.  vol. 1. No. 1. hal. 116,  Lamongan. Universitas Islam Lamongan. http://jes.unisula.ac.id,  Pdf.

Abdul Ghofur. 2015. konsep riba dalam Al-Quran. vol. 7. No. 1. hal. 6. Semarang. Universitas Islam Negri Semarang. http://journal.walisongo.ac.id, Pdf. 

Unknown. 2018. riba dalam masyarkat islam. di akses dari http://www.ekonomisyariah.org/4429/riba-dalam-masyarakat-islam/, pada tanggal 15 oktober 2020 pukul 15.24.

Efendi Syamsul. 2015. riba dan dampaknya dalam masyarakat dan ekonomi.  vol. 2. no. 18. hal. 71-72. Sumatera. Universitas Islam Sumatera Utara. http://jurnal.uinsu.ac.id, Pdf.

Alpin. 2020. kelebihan dan kekurangan pinjaman syariah. di akses dari https://www.radarbogor.id/2020/01/24/kelebihan-dan-kekurangan-produk-pinjaman-syariah/#:~:text=Kelebihan%20Pinjaman%20Syariah&text=Nilai%20bagi%20hasil%20relatif%20jauh,keberkahan%20bagi%20kedua%20belah%20pihak., pada tanggal 18 oktober 2020 pukul 18.45.

Thoin Muhammad. 2013. Larangan riba dalam teks dan konteks (studi atas haditsb riwayat muslim tentang pelaknatan riba).  vol. 2. No. 02. Surakarta, STIE AAS Surakarta, http://dx.doi.org?10.29040?jiei.v2i02.44. Pdf.

Lebih baru Lebih lama