KRITERIA SAKSI DAN SUMPAH DI PENGADILAN

 KRITERIA SAKSI DAN SUMPAH DI PENGADILAN


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keterangan yang diberikan oleh seorang ahli di sidang pengadilan sangat diperlukan oleh hakim untuk meyakinkan dirinya. Maka dari itu, pada pemeriksaan dalam sidang pengadilan bagi hakim peranan keterangan ahli sangat penting dan wajib dilaksanakan demi keadilan. Akan tetapi hakim dengan demikian tidak wajib untuk menuruti pendapat dari ahli itu bilamana pendapat dari ahli itu bertentangan dengan keyakinannya.

Pembuktian dalam hukum Islam juga diterangkan bahwasannya, jika seorang dijadikan sebagai saksi dalam persidangan maka haruslah memeberikan keterangan yang benar dan tidak dibuat-buat, karena bagi saksi yang memberi keterangan palsu maka akan diberikan sanksi sesuai dengan surat Al-Furqon:

 

 وَالَّذِيْنَ لايََشْهَدوُْنَ الزُّورَ وَإِذاَ مَرُّوْا باِللّغْوِ مَرُّوْا كِرامَ ا

Artinya: dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, merkea lalui (saja)  dengan menjaga kehormatan dirinya.

Hukum Islam tidaklah menerangkan secara rinci tentang keberadaan saksi ahli akan tetapi hanyalah menerangkan tentang kriteria saksi, dan dalampembuktian hukum Islam keberadaaan saksi sangatlah penting, karena saksi adalah orang yang mengetahui langsung tentang duduk perkara yang sedang dipersidangkan.

             

B. Rumusan Masalah

1.      Bagaimana makna mufrodat, asbabul wurud dan kualitas hadis tentang persaksian dan sumpah palsu?

2.      Bagaimana metode atau cara hakim dalam mendamaikan pihak berperkara?

C. Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui makna mufrodat, asbabul wurud dan kualitas hadis tentang persaksian dan sumpah palsu.

2.      Untuk memahami metode atau cara hakim dalam mendamaikan pihak berperkara.

             

BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna mufrodat, Asbabul Wurud serta Kulitas Hadits tentang Persaksian dan Sumpah Palsu

a. Hadits tentang Persaksian palsu

عَنْ أنَسٍَ رَضِيَ اللََُّّ عَنْهُ ،قاَلَ: سئُلَِ النبَّيُِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمََّ عَنِ الكَباَئرِِ، قَالَ:

 »«الإِشْرَاكُ باِ للَِّّ، وَعوُوُ ُ  الوَالِديَْنِ، وَقلَلُْ النَّسْسِ، وَشَهَاةَ ُ الزُّورِ

Artinya : Diriwayatkan dari dari Anas bin Malik r.a, dia berkata, telah ditanya Nabi saw tentang dosa besar, maka Nabi saw menjawab: “yaitu menyekutukan Allah (dengan Tuhan lain), durhaka kepada kedua orang tua, membunuh manusia, dan bersaksi palsu.”  ( H.R al- Bukhari )[1]

1. Makna mufrodat 

Makna dari kalimat  وَشَهَاةَ ُ الزُّورِ menurut al-hafizh ibnu Hajar Al- Asqalani rahimahullah berkata makna dasar dari kata zur adalah memperbagus sesuatu dan mensifatinya dengan sifat yang berbeda dangan sifat sebenarnya, sehingga yang terbayang oleh pendengarnya sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya. Beliau juga berkata, “Pendapat yang paling benar menurut kami, yang dimaksud dengan zur adalah pujian secara dusta dari orang yang tidak menyaksikan sesuatu yang dipuji itu.”

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,  وَ شَهَاةَ ُ الزُّور  (persaksian palsu) adalah: Seseorang bersaksi dengan sebuah persaksian yang dia tahu bahwa persaksiannya itu berbeda atau tidak sesuai dengan perkara yang dipersaksikan (tidak sesuai dengan hakekatnya). Atau seseorang bersaksi dengan sebuah persaksian yang dia tidak tahu, apakah perkara yang dipersaksikan itu sesuai dengan persaksiannya itu tidak sesuai? Atau seseorang bersaksi dengan sebuah persaksian yang dia tahu bahwa persaksiannya itu sesuai dengan perkara yang dipersaksikan hanya saja dengan sifat yang tidak nyata.[2]

2. Asbabul Wurud 

Dalam kitab Riyadhus Shalihi dijelaskan, bahwa ketika Nabi menjelaskan tentang dosa syirik dan durhaka terhadap kedua orang tua, beliau dalam keadaan bersandar, namun kemudian beliau duduk untuk menunjukan betapa pentingnya masalah yang akan dibahasnya, yaitu tentang dosa saksi palsu. Beliau terus mengulang-ulanginya, sampai para sahabat berkata, “Semoga Rasulullah segera diam”.3

3. Analisis Kualitas Hadits 

Hadits ini shohih karena rowi yang meriwayatkan nya adalah sahabat Anas bin Malik r.a, yang mana beliau adalah salah satu sahabat yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad SAW dan juga termasuk sahabat yang memiliki hafalan hadits yang kuat. Kemudian jika dilihat dari shighat untuk meriwayatkan hadits ini menggunkan sighat   عَنْ, albukhori juga mentakhrij hadits ini dalam kitab “kitab persaksian” bab tentang apa yang dikatakan dalam saksi palsu, sehinnga dengan demikian hadis ini berkualitas shahih. 

b. Hadits tentang Sumpah Palsu

وَحَدثَّنَاَ أبَوُ بَكْرِ بْنُ أبَيِ شَيْبَةَ، وَأبَوُ كرَُيْبٍ، قاَلَ:حَدثَّنَاَ ابَوُْ مُعاَوِيَةَ، عَنِ الْْعَْمَشِ، عَنْ أبَيِ صَالِحٍ، عَنْ أبَِي هرَُيْرَ َ ،وَهَذاَ حَدِيثُ أبَيِ بَكْرٍ، قاَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليَْهِ وَسَلَّمَ: ثلَََثٌ لَا  يكَُلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ ا لْوِياَمَةِ، وَلَا ينَْظرُُ إلِيَْهِمْ، وَلَا يزَُكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذاَبٌ ألَِيمٌ .  رَجُلٌ عَلىَ فَضْلِ مَاءٍ باِلْسلَََ ِ  يَمْنَعهُُ مِنَ ابْنِ السَّبيِلِ، وَرَجُلٌ باَيَعَ رَجُ لَ بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعصَْرِ فحََلفََ لَهُ باِللهِ لَْ خََذهََا بِكَذاَ وَكَ ذاَ فصََدقََّهُ وَهوَُ عَلىَ غَيْرِ ذلَِكَ، وَرَجُلٌ باَيَعَ إِمَا ما لَا يبُاَيِعهُُ إلَِّا لِدنُْيَا فإَنِْ أعَْطَاهُ مِنْهَ ا وَفىَ،

وَإنِْ لَمْ يعُْطِهِ مِنْهَا لَمْ يفَِ 

Artinya : Dari Abu Huraira r.a berkata, Rasulullah Saw bersabda: tiga macam (golongan) orang yang pada hari kiamat kelak tidak akan diajak Allah berbicara, Dia tidak akan menoleh kepadanya, tidak akan membersihkan dosanya dan untuk mereka azab yang pedih.  seorang yang berada dipadang tandus dan memiliki kelebihan air tetapi ia melarang para musafir meminumnya. Seorang pedagang yang menjual dagangannya setelah waktu ashar dan bersumpah kepada pembeli bahwa modalnya sekian-sekian sehingga pembeli mempercayainya, padahal ia berbohong. Seorang yang bersumpah setia kepada seorang imam karena ingin mendapatkan harta dunia. Bila ia diberi makan ia akan tunaikan sumpahnya, jika tidak maka ia pun mengabaikan sumpahnya. (Muttafaqun Alaih).[3]

1. Makna mufrodat 

Tidak akan diajak bicara Allah 

 لَا يكَُلِّمُهُمُ

Hari Akhir atau Hari Kiamat

 يَوْمَ الْوِياَمَةِ

Kelebihan air

 فضَْلِ مَاءٍ

Tidak akan Melihat / Menoleh kepada mereka

 لَا ينَْظرُُ إلَِيْهِم

Membersihkannya

 يزَُكِّيهِمْ

Azab yang pedih

 عَذاَبٌ ألَِيمٌ

Padang Tandus 

 عَلىَ فَضْلِ مَاءٍ

Melarang 

 يَمْنَعهُ ُ

Musafir 

 ابْنِ السَّبيِلِ

Penjual 

 وَرَجُلٌ باَيَعَ

Dagangannya  

 بِسِلْعَةٍ

Dia memeberikannya

 اعْطَاهُ

Mencegahnya 

 يَمْنَعهُ ُ

Memenuhi 

 يفِ

Sumpah 

 حَلَف

 

2. Analisis kualitas hadits 

Hadis tentang sumpah diatas tergolong hadis Shahih karena diriwayatkan oleh para perawi yang sanadnya  menyambung hingga ke Rasulullah SAW serta dalam hadis tersebut tidak ada Illat atau cacat.

3. Tafsir Hadits  

“Seseorang yang memiliki kelebihan air” yaitu air yang lebih dari kebutuhannya. Orang ini tidak memberikan sesuatu yang ia tidak butuhkan kepada orang yang membutuhkan.”Seorang pedagang yang bersumpah setelah waktu ashar dan mengatakan sekian modalnya ke pembeli hingga ia percaya” yakni apabila yang dikatakan tidak sesuai dengan yang ia ucapkan dalam sumpahnya. Orang seperti ini telah melakukan dua dosa besar yaitu berdusta atas nama Allah dan berdusta ketika mengabarkan harga modal yang ia keluarkan.

Maka tidak boleh  bagi seorang muslim untuk menjadikan sumpahnya sebagai permainan dan menjadikan sumpah untuk melariskan dagangan dan jualan-jualannya. Dan tidak boleh bagi seseorang untuk terlalu berani dalam perkara sumpah. Setiap ia ingin menjual barang dagangannya, ia selalu bersumpah. Padahal sumpahnya ialah dengan sumpah yang bohong. Dan hal ini ialah termasuk dosa yang besar dan penyebab datangnya kemurkaan Allah SWT.

“Seseorang yang bersumpah setia kepada seorang imam karena ingin mendapatkan harta dunia”, yakni karena ia mendapat subsidi dari imam tersebut. Ancaman itu kemungkinan tertuju kepada semua orang yang bersumpah setia karena ingin mendapatkan harta dunia yang berarti niatnya tidak ikhlas dan disebabkan ia tidak memenuhi janjinya karena tidak lagi menaati imam tersebut serta menyempal dari jama’ah kaum muslimin.[4]

Pada dasarnya tujuan bersumpah setia kepada seorang imam adalah untuk menegakkan syari’at, menegakkan kebenaran dan melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah serta menghancurkan  apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dihancurkan.

Pandangan Ulama tentang  Sunpah dalam pengadilan Sumpah secara Istilah adalah Menegaskan sesuatu dengan menyebut  nama dan sifat Allah SWT.[5]

Fuqaha sepakat bahwa sumpah dapat menggugurkan gugatan terhadap pihak terhadap pihak tergugat apabila penggugat tidak mempunyai saksi. Ulama berselisih pendapat diantaranya Imam Malik, dengan sumpah hak penggugat dapat ditetapkan, yang diikuti dengan penetapan hal-hal yang diingkari atau dibantah oleh tergugat. Sumpah juga dapat membatalkan penetapan hakhak tergugat, jika ia mengakui gugurnya hak-hak tersebut, dalam arti posisi penggugat lebih kuat sebab dan alasannya dibanding posisi tergugat.7

Sedangkan menurut fuqaha selain Malik, gugatan penggugat itu tak dapat ditetapkan berdasarkan sumpah, baik itu untuk menggugurkan ketetapan hak dirinya, atau untuk penetapan hak yang diingkari oleh musuhnya. Bentuk-bentuk sumpah 

1.      Sumpah laghwi  sumpah yang diucapkan oleh lidah tanpa ada maksud untuk bersumpah, seperti perkataan seseorang والله لا tidak, demi Allah atau والله بلى iya, demi Allah, diucapkan disaat menyambung perkataan atau karena marah.

2.      Sumpah Gamus, adalah sumpah mengenai perkara masa lampau yang sengaja berbohong untuk mengambil ak

saudaranya, dinamakan juga  الساجر ، الزور ,ataupun الصبر يمين

3.      Al-Yamin al-Mun aqadah (sumpah yang sah atau diakui) adalah al- yamin (sumpah) terhadap sesuatu yang akan terjadi dan bersifat mungkin menurut akal, baik dalam hal positif maupun negatif, seperti perkataan , demi Allah! Aku tidak akan melakukannya atau demi Allah! Aku akan melakukannya.[6]

B. Metode atau Cara Hakim dalam Mendamaikan Pihak Berperkara

Hakim merupakan pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. sedangkan istilah hakim artinya orang yang mengadili perkara dalam pengadilan. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk melaksanakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terciptanya Negara Hukum Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan pasal 24 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hakim dalam melaksanakan pemeriksaan perkara di persidangan Pengadilan Negeri, diberi kewajiban menawarkan perdamaian kepada para pihak yang berperkara. Dalam kaitannya ini hakim diwajibkan dapat memberikan suatu pengertian bahwa perdamaian adalah salah satu cara penyelesaian yang lebih bagus dan lebih bijaksana dari pada melalui putusan pengadilan, baik dari pandangan hukum dimasyarakat maupun dilihat pada segi waktu, biaya, dan tenaga yang diperlukan.[7]

Menurut ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 pasal 3 (3) Apabila Hakim Pemeriksa Perkara tidak menyarankan dilakukannya mediasi kepada para pihak sehingga para pihak akhirnya tidak melaksanakan mediasi maka Hakim Pemeriksa Perkara tersebut dinyatakan melanggar perundang-undangan mengenai Mediasi Di Pengadilan dan Mahkamah Agung dengan putusan sela akan memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama untuk melakukan proses mediasi. Waktu yang diberikan adalah 30 hari terhitung pada saat diperolehnya pemberitahuan putusan sela Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung. Hasil mediasi dan berkas perkara disampaikan oleh Ketua Pengadilan Tingkat I ke Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung yang kemudian akan diputus oleh Mahkamah Agung atau pengadilan Tinggi.Para pihak baik penggugat maupun tergugat akan dijelaskan tentang Prosedur Mediasi oleh Hakim Pemeriksa Perkara yang berisikan:

1.      Pengertian dan Manfaat mediasi, hal ini bertujuan agar para pihak baik tergugat maupun penggugat sadar akan pentingnya perdamaian dan apa saja keuntungan yang didapatkan apabila baik pihak penggugat maupun tergugat mau menempuh jalur perdamaian atau mediasi.

2.      Kewajiban agar para pihak menghadiri langsung proses mediasi, serta memberitahukan apa akibat apabila para pihak atau salah satu pihak tidak beriktikad baik dalam jalannya proses mediasi. Akibat dari para pihak yang tidak beriktikad baik pada saat proses mediasi berlangsung adalah membayar biaya mediasi baik itu pihak tergugat maupun penggugat.

3.      Biaya karena menggunakan Mediator non hakim atau bukan pegawai pengadilan karena penggunaan mediator hakim atau pegawai pengadilan tidak dikenakan biaya

4.      Apabila para pihak setuju atau sepakat melakukan perjanjian atau mediasi di persidangan maka hasil dari mediasi di persidangan tersebut akan di kukuhkan dengan akta perdamaian dan kewajiban para pihak untuk menandatangani formulir penjelasan mediasi.

Setelah memberikan pemaparan tentang kewajiban melaksanakan mediasi Hakim Pemeriksa Perkara mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi hari itu juga untuk memilih mediator dengan batas waktu selama dua (2) hari. Hakim yang bertindak sebagai mediator harus berada ditengah-tengah para pihak yang bersengketa ataupun didalamnya, tidak boleh terpengaruh dari kondisi internal maupun eksternal, Mediator tidak berperan sebagai hakim, ia bukan hakim yang memutuskan siapa yang benar dan salah, bukan juga bertindak sebagai penasehat hukum, tetapi berperan sebagai penolong.[8]

Hakim pemeriksa perkara akan menangguhkan proses persidangan guna memberikan waktu untuk para pihak melakukan perdamaian. Jangka waktu untuk para pihak baik pihak tergugat maupu penggugat melakukan mediasi adalah 30 (tiga puluh) hari terhitung pada saat melakukan Mediasi oleh Hakim Pemeriksa Perkara. Apabila waktu yang diberikan tidak mencukupi maka akan diberikan jangka waktu tambahan yaitu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jangka waktu Mediasi yang di perintahkan oleh Hakim Pemeriksa Perkara berakhir dan para pihak harus memohonkan permintaan tambahan waktu kepada Hakim Pemeriksa Perkara dengan menjelaskan alasan mengapa dibutuhkan perpanjangan waktu tersebut.

Mediator hakim ataupun pegawai pengadilan yang ditunjuk sebagai mediator dapat menentukan waktu dilaksanakannya mediasi, setelah mendapatkan penetapan penunjukan mediator oleh Hakim Pemeriksa Perkara. Mediator Hakim ataupun pegawai pengadilan yang telah ditunjuk dapat menggunakan gedung Pengadilan dan tidak dikenakan biaya untuk itu kepada para pihak. Pemanggilan para pihak oleh mediator dimintai bantuan kepada juru sita atau juru sita pengganti.[9]

Mediasi yang berhasil mencapai kesepakatan antara para pihak dibantu oleh mediator, yang kemudian dirumuskan secara tertulis dalam Kesepakatan Perdamaian yang ditanda tangani oleh Para Pihak dan

Mediator. Pada saat merumuskan Kesepakatan Perdamaian mediator hakim maupun pegawai pengadilan yang ditunjuk/ dipilih harus memastikan agar kesepakatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban umum dan kesusilaan, serta tidak merugikan pihak ketiga. Para pihak yang diwakili oleh kuasa hukumnya harus memberikan pernyataan tertulis bahwa pihak tersebut telah setuju atas perjanjian yang telah dicapai. Mediator akan mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada Hakim Pemeriksa Perkara yang kemudian dikukuhkan dalam Akta Perdamaian. 

 Setelah menerima Kesepakatan Perdamaian yang syarat dan ketentuanya telah terpenuhi, Hakim Pemeriksa Perkara menetapkan waktu sidang untuk membacakan Akta Perdamaian. Dimana para pihak diwajibkan untuk mematuhi dan melaksanakan isi dari putusan perdamaian yang telah mereka sepakati yang telah dikukuhkan atau dikuatkan dalam Akta Perdamaian. Tetapi apabila mediasi gagal maka tugas mediator untuk melaporkannya secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara.

Hal ini diperjelas dalam pasal 131 ayat 1 HIR yang menyatakan

“Jika para pihak telah datang menghadap tetapi tidak dapat dilaksanakan perdamaian (hal mana harus dicantumkan dalam berita acara persidangan), dibacakan surat-surat yang telah diajukan oleh para pihak.

Dalam HIR dan R.Bg. tidak ada ketegasan mengenai sampai kapan batas waktunya Hakim dapat mengusahakan perdamaian. Peraturan tidak mengikat suatu batas waktu pada tercapainya suatu perdamaian, sehingga setiap saat selama proses berjalan perdamaian dapat diadakan.[10]

Ini berarti bahwa hakim dalam pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri mempunyai kesempatan yang luas untuk menawarkan perdamaian kepada para pihak yang berperkara dan bukan saja pada awal sidang tetapi juga pada setiap sidang, sampai pada akhirnya sebelum Hakim menjatuhkan putusan. Dalam HIR dan R.Bg. tidak ada ketegasan mengenai sampai kapan batas waktunya Hakim dapat mengusahakan perdamaian. Peraturan tidak mengikat suatu batas waktu pada tercapainya suatu perdamaian, sehingga setiap saat selama proses berjalan perdamaian dapat diadakan. 

Ini berarti bahwa hakim dalam pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri mempunyai kesempatan yang luas untuk menawarkan perdamaian kepada para pihak yang berperkara dan bukan saja permulaan sidang tetapi juga pada setiap sidang, sampai pada akhirnya sebelum Hakim menjatuhkan putusan.

Semua cara yang ditempuh atau diusahakan oleh Hakim tersebut diharapkan akan menumbuhkan pengertian, kesadaran dan keinginan pihakpihak yang bersengketa untuk mengakhiri sengketa secara perdamaian, sekalipun mungkin hati mereka tertutup atau tidak ada niat untuk mengadakan perdamaian.Apabila dengan berbagai cara telah ditempuh oleh Hakim dalam usaha mendamaikan para pihak ternyata tidak ada hasilnya, maka untuk menghindari jangan sampai penyelesaian perkara berlarut-larut Hakim harus menghentikan usahanya untuk sementara waktu untuk mendamaikan para pihak.

Usaha hakim dalam mengusahakan perdamaian tidak akan selalu berujung dengan keberhasilan apabila tidak adanya kesadaran dari para pihak bersengketa yang ingin menyelesaikan perkaranya secara damai, karena dapat atau tidaknya perdamaian itu tercapai tergantung pada kebijaksanaan Hakim dan kesadaran serta keinginan para pihak yang bersengketa.[11]

             
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Keberadaan Saksi dan Sumpah sangat penting dalam sebuah peradilan.karena dengan adanya saksi dan sumpah dapat menggugurkan gugatan. Pada dasarnya tujuan bersumpah adalah untuk menegakkan syari’at, menegakkan kebenaran dan melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah serta menghancurkan  apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dihancurkan. Selain sumpah dan saksi hakim juga sangat penting adanya dalam sebuah peradilan. Hakim berperan sebagai pemutus perkara, oleh karenanya ada bebarapa tindakan yang harus dilakuakn hakim sebelum memutuskan perkara, diantaranya berperilaku adil, bijaksana, jujur, mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, disiplin,profesioanal,menjunjung tinggi harga diri, dan Rendah hati. Selain itu hakim juga tidak boleh melakukan tindakan seperti, menerima hadiah, suap,dan korupsi. Dengan adanya etika tersebut, diharapkan hakim dalam memutuskan perkara dapat memutus dengan seadil-adilnya dengan mengutamakan prinsip persamaan di hadapan hukum. Selain itu Hakim dalam melaksanakan pemeriksaan perkara di persidangan Pengadilan Negeri, diberi kewajiban menawarkan perdamaian kepada para pihak yang berperkara. Dalam kaitannya ini hakim diwajibkan dapat memberikan suatu pengertian bahwa perdamaian adalah salah satu cara penyelesaian yang lebih bagus dan lebih bijaksana dari pada melalui putusan pengadilan, baik dari pandangan hukum dimasyarakat maupun dilihat pada segi waktu, biaya, dan tenaga yang diperlukan.

             

Dafar Pustaka

Tarebbi,Suarrdi.  Hadis-Hadis tentang larangan Bersumpah selain dari Nama Allah

SWT. 2017. UIN Alauddin,

Nurul Irfan dan Muyasaroh, Fiqih Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013),

Muhammad bin Ismai’l Al-Amir Ash-Shan’ani, Syarah Bulughul

Maram,(Jakarta Timur: Darus Sunnah,2007)

Kamal.Bin sayyid Salim. Fiqh al-sunnah Juz II ( al-qabirah : Maktabah tawfiqiyah, 2003 )

Harahap, K. (2008). Hukum Acara Perdata. Bandung: PT Grafiti Budi Utami

Harahap, M. Y. (2005). Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika Marzuki, P. M. (2016). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenamedia Group Oeripkartawinata, I. (1981). Perdamaian dalam Perkara Perdata, Pro Yustitia.

Peraturan Mahkamah No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Al-Manhaj,      Persaksian    Palsu,     Termasuk    Dosa    Besar    Paling     Besar,

http://almanhaj.or.id/5628-persaksian-palsu-termasuk-dosa-palingbesar.html, 16 April 2021 pukul 11.23

HMJ Tafsir Hadits UIN SUSKA Riau, Tentang Dosa Besar, http://hmjtafsirhadis.blogspot.com/2012/04/tentang-dosa-besar.html?m=1, 16 April 2021 pukul 10.58

Ahmad Said bin Hazm, al-Mahlli, juz VII (Al-Qahirah : Idarah al-tabaah almuniriyah) hal. 30

 

 

 

 

 



[1] HMJ Tafsir Hadits UIN SUSKA Riau, Tentang Dosa Besar, http://hmj-

tafsirhadis.blogspot.com/2012/04/tentang-dosa-besar.html?m=1, 16 April 2021 pukul 10.58

[2] Al-Manhaj, Persaksian Palsu, Termasuk Dosa Besar Paling Besar, http://almanhaj.or.id/5628persaksian-palsu-termasuk-dosa-paling-besar.html, 16 April 2021 pukul 11.23 3 HMJ Tafsir Hadits UIN SUSKA Riau, Tentang Dosa Besar, http://hmj-

tafsirhadis.blogspot.com/2012/04/tentang-dosa-besar.html?m=1, 16 April 2021 pukul 10.58

[3] Muhammad bin Ismai’l Al-Amir Ash-Shan’ani, Syarah Bulughul Maram,(Jakarta Timur: Darus Sunnah,2007), hlm. 700-701.

[4] Muhammad bin Ismai’l Al-Amir Ash-Shan’ani, Syarah Bulughul Maram,(Jakarta Timur: Darus Sunnah,2007), hlm. 702.

[5] Kamal.Bin sayyid Salim. Fiqh al-sunnah Juz II ( al-qabirah : Maktabah tawfiqiyah , 2003 ). H.285 7 Nurul Irfan dan Muyasaroh, Fiqih Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 200.

[6] Ahmad Said bin Hazm, al-Mahlli, juz VII (Al-Qahirah : Idarah al-tabaah al-muniriyah) hal. 30

[7] Harahap, K. (2008). Hukum Acara Perdata. Bandung: PT Grafiti Budi Utami

[8] Harahap, M. Y. (2005). Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika

[9] Marzuki, P. M. (2016). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenamedia Group

[10] Oeripkartawinata, I. (1981). Perdamaian dalam Perkara Perdata, Pro Yustitia.

[11] Peraturan Mahkamah No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

 

Lebih baru Lebih lama