MAKALAH HUKUM AGRARIA PENDAFTARAN TANAH

 

MAKALAH HUKUM AGRARIA

PENDAFTARAN TANAH

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.            Latar Belakang

Kondisi kehidupan masyarakat terus berkembang sesuai dengan dinamika pembangunan dan tuntutan zaman. Akibatnya, aktifitas kehidupan masyarakat yang berhubungan dengan tanah semakin hari semakin bertambah dan bahkan semakin kompleks. Bila kompleksitas itu tidak diikuti dengan upaya penertiban maka kelak masyarakat akan membebani dirinya dengan permasalahan pertanahan yang semakin rumit.

Kondisi masyarakat juga hingga saat ini masih sangat tergantung pada kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha yang sebagian besar bersifat agraria sehingga tanah merupakan tumpuan harapan bagi masyarakat agar dapat melangsungkan asas dan tata kehidupan. Salah satu upaya untuk menjaga agar permasalahan tersebut tidak semakin menjadi beban bagi kehidupan masyarakat oleh Negara dilakukan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dalam Pasal 1 angka 9 PP No. 24 Tahun 1997 adalah

“Kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum terdaftar berdasarkan PeraturanPemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini.”.

Adapun dasar hukum pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia adalah Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peratura Dasar Pokok-Pokok Agraria atau lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Sebagai pelaksanaan dari UUP dalam hal ketentuan pendaftaran tanah adalah melalui Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP No. 10 Tahun 1961) yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP No. 24 Tahun 1997) yang ditetapkan pada tanggal 8 Juli 1997 dan mulai diberlakukan pada tanggal 8 Oktober 1997. Pengaturan lebih rinci dan lengkap tentang ketentuan pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997 diatur dalam Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PMA/Ka BPN No. 3 Tahun 1997).

B.            Rumusan Masalah

1.    Apa itu pengertian pendaftaran tanah?

2.    Apa asas dan landasan pendaftaran tanah?

3.    Apa tujuan dari pendaftaran tanah?

4.    Apa objek dari pendaftaran tanah?

5.    Bagaimana sistem pendaftaran tanah?

C.           Tujuan Penulisan

1.    Mengetahui pengertian dari pendaftaran tanah.

2.    Mengetahui asas dan landasan pendaftaran tanah.

3.    Mengetahui tujuan dari pendaftaran tanah.

4.    Mengetahui objek dari pendaftaran tanah.

5.    Mengetahui sistem pendaftaran tanah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

A.           Pengertian Pendaftaran Tanah

Pengertian Pendaftaran Tanah berasal dari kata Cadastre (bahasa Belanda Kadaster) adalah suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukan kepada luas, nilai dan kepemilikan (atau lain-lain alas hak) terhadap suatu bidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa Latin “Capistratum” yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi (Capotatio Terrens). Dalam arti yang tegas, Cadastre adalah record pada lahan-lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian, Cadastre merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan identifikasi dari uraian tersebut dan juga sebagai Continuous recording (rekaman yang berkesinambungan) daripada hak atas tanah[1].

Pengertian pendaftaran tanah baru dimuat dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu serangkain kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, bersinambungan, dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Definisi pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 merupakan pengyempurnaan dari ruang lingkup kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang hanya meliputi : pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah, pendaftaran dan peralihan hak atas tanah serta pemberiaan tanda bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat. Dari pengertian pendaftaran tanah tersebut dapat diuraikan unsurunsurnya, yaitu:

1.          Adanya serangkaian kegiatan. Kata-kata “serangkaian kegiatan” menunjuk kepada adanya berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang berkaitan satu dengan yang lain, berurutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada tersedianya data yang diperlukan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan bagi rakyat. Kegiatan pendaftaran tanah terdiri atas kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali, bentuk kegiataanya adalah pengumpulan dan pengolahan data fisik; pembuktian hak dan pembukuannya; penerbitan sertipikat; penyajian data fisik dan data yuridis; dan penyimpanan daftar umum dan dokumen, dan kegiatannya adalah pendaftaran peralihan dan pembebanan hak; dan pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya. Kegiatan pendaftaran tanah menghasilkan dua macam data, yaitu data fisik dan yuridis. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas, dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya. Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.

2.          Dilakukan oleh pemerintah. Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat modern merupakan tugas negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah bagi kepentingan rakyat dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.

3.          Secara terus-menerus, berkesinambungan. Kata-kata "terus-menerus, berkesinambungan” menunjuk kepada pelaksanaan kegiatan, yang sekali dimulai tidak akan ada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia harus selalu dipelihara, dalam arti disesuaikan dengan perubahan yang terjadi kemudian hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali menghasilkan tanda bukti hak berupa sertipikat. Dalam kegiatan pendaftaran tanah dapat terjadi peralihan hak, pembebanan hak, perpanjangan jangka waktu hak atas tanah; pemecahan, pemisahan dan pengabungan bidang tanah; pembagian hak bersama; hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun; peralihan dan hapusnya hak tanggungan; perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan; dan perubahan nama pemegang hak harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir.

4.          Secara teratur. Kata “teratur" menunjukkan bahwa semua kegiatan harus belandaskan peraturan perundang-undangan yang sesuai, karena hasilnya akan merupakan data bukti menurut hukum, biarpun daya kekuatan pembuktiannya tidak selalu sama dalam hukum negara-negara yang melaksanakan pendaftaran tanah.

5.          Bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun. Kegiatan pendaftaran tanah dilakukan terhadap Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Tanah Wakaf, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, Hak Tanggungan, dan Tanah Negara.

6.          Pemberian surat tanda bukti hak. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya menghasilkan surat tanda bukti hak berupa sertipikat atas bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan sertipikat hak milik atas satuan rumah susun. Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

7.          Hak-hak tertentu yang membebaninya. Dalam pendaftaran tanah dapat terjadi objek pendaftaran tanah dibebani dengan hak yang lain, misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan, atau Hak Milik atas tanah dibebani dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai.

 

B.            Asas-Asas dan Dasar Hukum Pendaftaran Tanah

Soedikno Mertokusumo menyatakan bahwa dalam pendaftaran tanah dikenal dua macam asas, yaitu:[2]

a. Asas Specialiteit.

                   Artinya pelaksanaan pendaftaran tanah itu diselenggarakan atas dasar peraturan perundang-undangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan, dan pendaftaran peralihannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pendaftaran tanah dapat memberikan data fisik yang jelas mengenai luas tanah, letak, dan batas-batas tanah.

b. Asas Openbaarheid (asas publitas).

Asas ini memberikan data yuridis tentang siapa yang menjadi subyek haknya, apa nama hak atas tanah, serta bagaimana terjadinya peralihan dan pembebanannya. Data ini sifatnya terbuka untuk umum, artinya setiap orang melihatnya.

Berdasarkan asas ini, setiap orang berhak mengetahui data yuridis tentang subyek hak, nama hak atas tanah, peralihan hak, dan pembebanan hak atas tanah yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, termasuk mengajukan keberatan sebelum sertipikat diterbitkan, sertipikat pengganti, sertipikat yang hilang atau sertipikat yang rusak.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas:

1. Asas sederhana.

Asas ini dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

2.          Asas aman.

Asas ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

3.          Asas terjangkau.

Asas ini dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memerhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukan.

4.          Asas mutakhir.

Asas ini dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang muktahir. Untuk itu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas ini menuntut diperiharanya data pendaftaran tanah secara terus-menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.

5.          Asas terbuka.

Asas ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh keterangan mengenai data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota.

 

 

C.           Tujuan Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum dikenal dengan sebutan rechts cadaster atau legal cadaster. Jaminan kepastian hukum yang hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah ini, meliputi kepastian status hak yang didaftar, kepastian subyek hak, dan kepastian obyek hak. Pendaftaran ini menghasilkan sertipikat sebagai tanda bukti haknya. Kebalikan dari pendaftaran tanah yang rechts cadaster, adalah fiscal cadaster, yaitu pendaftaran tanah yang bertujuan untuk menetapkan siapa yang wajib membayar pajak atas tanah. Pendaftaran tanah ini menghasilkan surat tanda bukti pembayaran pajak atas tanah, yang sekarang dikenal dengan sebutan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPTPBB).4 UUPA mengatur pendaftaran tanah yang bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum. Pendaftaran tanah ini menjadi kewajiban bagi Pemerintah maupun pemegang hak atas tanah. Ketentuan tentang kewajiban bagi Pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia diatur dalam Pasal 19 UUPA, yaitu:

1.    Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah, diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.    Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :

1)   Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah

2)   Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; dan

3)   Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

3.    Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial-ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

4.    Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

D.            Obyek Pendaftaran Tanah

Dalam kegiatan pendaftaran tanah tidak semua bidang-bidang tanah menjadi obyek pendaftaran tanah, hanya obyek tertentu yang telah ditentukan oleh Undang-undang. Pengaturan terhadap obyek pendaftaran tanah diatur lebih lanjut dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu sebagai berikut :

1. bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai ;

2. tanah hak pengelolaan;

3. tanah wakaf ;

4. hak milik atas satuan rumah susun ;

5. hak tanggungan ;

6. tanah Negara.

Dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah.”

Ketentuan Pasal 9 tersebut, dapat diketahui macam-macam obyek pendaftaran tanah, meliputi tanah dengan status Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, tanah hak tanggungan dan tanah negara. Sedangkan Pendaftaran tanah yang obyeknya bidang tanah yang berstatus tanah Negara dilakukan dengan mencatatnya dalam daftar tanah dan tidak ditertibkan sertipikat.

E.            Sistem Pendaftaran Tanah

Sistem pendaftaran tanah yang dipakai di suatu negara tergantung pada asas hukum yang dianut negara tersebut dalam mengalihkan hak atas tanahnya. Terdapat 2 macam asas hukum, yaitu asas itikad baik dan asas nemo plus yuris. Sekalipun sesuatu negara menganut salah satu asas hukum/sistem pendaftaran tanah, tetapi yang secara murni berpegang pada salah satu asas hukum/sistem pendaftaran tanah tersebut sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga setiap negara mencari jalan keluar sendiri-sendiri.[3] Asas itikad baik berbunyi: orang yang memperoleh sesuatu hak dengan itikad baik, akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum. Asas ini bertujuan untuk melindungi orang yang beritikad baik. Guna melindungi orang yang beritikad baik inilah maka perlu daftar umum yang mempunyai kekuatan bukti. Sistem pendaftarannya disebut sistem positif.

Lain halnya dengan asas nemo plus yuris yang berbunyi : orang tak dapat mengalihkan hak melebihi hak yang ada padanya. Ini berarti bahwa pengalihan hak oleh orang yang tidak berhak adalah batal. Asas ini bertujuan melindungi pemegang hak yang sebenarnya. Berdasarkan asas ini, pemegang hak yang sebenarnya akan selalu dapat menuntut kembali haknya yang terdaftar atas nama siapa pun. Oleh karena itu, daftar umumnya tidak mempunyai kekuatan bukti. Sistem pendaftaran tanahnya disebut sistem negatif.12 Dalam sistem positif, di mana daftar umumnya mempunyai kekuatan bukti, maka orang yang terdaftar adalah pemegang hak yang sah menurut hukum. Kelebihan yang ada pada sistem positif ini adalah adanya kepastian dari pemegang hak, oleh karena itu ada dorongan bagi setiap orang untuk mendaftarkan haknya.

Kekurangannya adalah pendaftaran yang dilakukan tidak lancar dan dapat saja terjadi bahwa pendaftaran atas nama orang yang tidak berhak dapat menghapuskan hak orang lain yang berhak. Lain halnya dengan sistem negatif, daftar umumnya tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga terdaftarnya seseorang dalam Daftar Umum tidak merupakan bukti bahwa orang tersebut yang berhak atas hak yang telah didaftarkan. Jadi, orang yang terdaftarkan tersebut akan menanggung akibatnya bila hak yang diperolehnya berasal dari orang yang tidak berhak, sehingga orang lalu enggan untuk mendaftarkan haknya. Inilah kekurangan dari sistem negatif. Adapun kelebihannya, pendaftaran yang dilakukan lancar/cepat dan pemegang yang sebenarnya tidak dirugikan sekalipun orang yang terdaftar bukan orang yang berhak.

BAB III

PENUTUP

A.    Simpulan

Pendaftaran tanah, sebagai pelaksanaan Pasal 19 UUPA merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk memberikan jaminan kepastian hukum. Jaminan kepastian hukum tersebut meliputi: jaminan kepastian hukum mengenai orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak (subyek hak atas tanah); jaminan kepastian hukum mengenai letak, batas, dan luas suatu bidang tanah (obyek hak atas tanah); dan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanahnya.2 Dengan pendaftaran tanah, pemegang hak atas tanah akan menerima tanda bukti hak atas tanahnya yakni sertifikat.

Sehingga dengan sertifikat itu pemegang hak atas tanah akan terjamin eksistensi haknya. Sekalipun tanah itu akan difungsikan dalam lalu lintas perdagangan. Sungguhpun pelaksanaan pendaftaran tanah ini harus terus dilakukan sehingga kelak makna tanah bagi manusia benar-benar dapat memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya sebagaimana yang diharapkan. Pendaftaran tanah di Indonesia terdiri dari 2 (dua) tahap yaitu pendaftaran tanah untuk pertama kali kemudian pemeliharaan data pendaftaran tanah. pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui 2 (dua) jenis pendaftaran yaitu pendaftaran tanah sistematik dan pendaftaran tanah sporadik. Pendaftaran tanah sistematik dilakukan secara serentak dengan prakarsa Pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disebut BPN), untuk mendaftarkan bidang tanah yang belum bersertifikat berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN sedangkan pendaftaran tanah sporadik dilakukan atas prakarsa pemilik bidang tanah yang belum terdaftar.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Urip Santoso, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif , (Jakarta: Kencana, 2011) , hlm. 286.

 

Sudikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, Universitas Terbuka, (Jakarta: Karunika, 2008), hlm. 99.

 

Adrian Sutedi,  Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 117.



[1]  Urip Santoso,Hukum Agraria: Kajian Komprehensif , (Jakarta: Kencana, 2011) , hlm. 286.

[2] Sudikno Mertokusumo,Hukum dan Politik Agraria, Universitas Terbuka, (Jakarta: Karunika, 2008), hlm. 99.

[3] Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 117.

Lebih baru Lebih lama