A.
Definisi Penelitian Hukum Empiris
Secara etimologi, Penelitian hukum berasal dari bahasa Inggris,
yaitu empirical legal research, dalam bahasa Belanda disebut empirisch
juridisch onderzoek, sedangkan dalam bahasa Jerman disebut dengan istilah empirische
juristische recherche”.[1]
Berbagai istilah tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
istilah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris itu secara sederhana
diartikan sebagai penelitian yang mengkaji dan menganalisis tentang perilaku
hukum individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum dan sumber data
yang digunakannya berasal dari data primer, yang diperoleh langsung dari dalam
masyarakat.[2]
Penelitian hukum empiris ini oleh Wignjosoebroto diistilahkan
dengan penelitian hukum non-doktrinal. Disebut demikian karena kajian-kajiannya
bersifat aposteriori, artinya, idea dan teori datangnya belakangan,
sedangkan fakta dan data akan tertampak lebih dahulu. Strategi pemikirannya
dengan demikian akan bersifat induksi. Idea hanya hipotesis, harus ditunjang
pembuktian data agar bisa terangkat sebagai tesis.[3] Sementara
Marzuki menyebut penelitian hukum empiris dengan istilah penelitian sosio
legal (socio legal research). Disebut demikian karena “penelitian ini hanya
menempatkan hukum sebagai gejala sosial. Dalam hal ini, hukum dipandang dari
segi luarnya saja.[4]
Menurut Wignjosoebroto, penelitian hukum non-doktrinal adalah
penelitian yang tak hanya akan bincang tentang hukum (undang-undang) sebagai
preskripsi-preskripsi yang terekam sebagai dead letters law, tapi juga
sebagai kekuatan sosial-politik yang terstruktur di dalam organisasi
penegakannya, berikut proses-prosesnya di tengah konteks sosio-kulturalnya. Ini
adalah studi-studi dengan penelitian tentang text in context. Lebih
lanjut dijelaskannya pula bahwa, “hasil penelitian yang nondoktrinal ini jelas
kalau bukan berupa imperativa (yang tentu saja bersifat formal pula).
Penelitian-penelitian non-doktrinal yang sosial dan empirik atas hukum akan
menghasilkan teori-teori tentang eksistensi dan fungsi hukum dalam masyarakat,
berikut perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses-proses perubahan sosial.[5]
Dengan demikian, titik fokus dalam penelitian hukum empiris adalah
perilaku hukum individu atau masyarakat. Di sini, hukum dikaji bukan sebagai
norma sosial, melainkan sebagai suatu gejala sosial, yaitu hukum dalam
kenyataan di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Tujuannya adalah untuk
menemukan konsep-konsep mengenai proses terjadinya hukum dan mengenai proses
bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Menurut Zainuddin Ali, penelitian hukum
empiris diarahkan untuk mempelajari fenomena sosial dalam masyarakat yang
tampak aspek hukumnya.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian hukum
empiris merupakan penelitian hukum yang dimaksudkan untuk mengkaji dan
menganalisis bekerjanya hukum di dalam masyarakat, yang termanifestasi ke dalam
perilaku hukum masyarakat. Penelitian hukum empiris berupaya untuk melihat
hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana perilaku hukum masyarakat dan
bagaimana bekerjanya hukum di dalam lingkungan masyarakat. Ada dua hal yang
menjadi fokus kajian dalam definisi ini, yaitu : (1) subjek yang diteliti, dan
(2) sumber data yang digunakan. Subjek yang diteliti dalam penelitian hukum
empiris, yaitu perilaku hukum (legal behavior), yaitu perilaku nyata
dari individu atau masyarakat yang sesuai dengan apa yang dianggap pantas oleh
kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Sementara itu sumber data yang digunakan
adalah data primer, yaitu data yang berasal dari masyarakat atau orang-orang
yang terkait secara langsung terhadap objek penelitian.
B.
Karakteristik Penelitian Hukum
Empiris
Pada penelitian hukum empiris hukum
dikonsepkan sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan
variabel-variabel sosial yang lain. Apabila hukum sebagai gejala sosial yang
empiris sifatnya, dikaji sebagai variabel bebas/sebab (independent variabel)
yang menimbulkan pengaruh dan akibat pada berbagai aspek kehidupan sosial, kajian
itu merupakan kajian hukum yang sosiologis (socio-legal research).
Namun, jika hukum dikaji sebagai variabel tergantung/akibat (dependent
variable) yang timbul sebagai hasil dari berbagai kekuatan dalam proses
sosial, kajian itu merupakan kajian sosiologi hukum (sociology of law)”.[6]
Terkait
penelitian hukum empiris, Zulfadli Barus menjelaskan bahwa hukum dalam
pendekatan sosiologis diasumsikan sebagai sesuatu yang tidak otonom sehingga
keberlakuannya ditentukan oleh faktorfaktor non yuridis. Itulah sebabnya, hukum
dilihat sebagai produk interaksi sosial. Artinya hukum itu dipatuhi oleh
masyarakat sehingga efektif berlaku karena hukum tersebut dianggap telah
merupakan representasi dari rasa keadilan yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat tersebut.[7]
Intinya, hukum bukan hanya gejala normatif, juga gejala sosial. Dengan begitu,
hukum harus berubah mengikuti perubahan masyarakat agar tidak terjadi
kekosongan hukum. Jadi, posisi hukum adalah sebagai pelayan masyarakat dimana
hukum harus mengikuti kemauan masyarakat yang berkembang sebagai tuannya”.
Menurut
Barus, apabila penelitian hukum normatif bermula dari das solen (law in
books) menuju das sein (law in actions), maka penelitian hukum
sosiologis bermula dari das sein (law in actions) menuju ke das solen (law
in books). Lebih dari itu, penelitian hukum empiris dibangun di atas dasar
peta konseptual empiris-obyektif-konstruktif yang unsur-unsurnya terdiri dari:
empirisme, historical jurisprudence, a posteriori, sintesa, induksi,
korespondensi, obyektivitas, generalisasi, konstruktif, field research, data
primer, dan kuantitatif”.
Barus
menjelaskan pula bahwa peneliti dalam penelitian hukum empiris bekerja mulai
dari fakta-fakta sosial (ekonomi, politik dan lain-lain) baru menuju ke
fakta-fakta hukum, karena hukum dilihat sebagai gejala sosiologis, yaitu hukum
dilihat sebagai produk interaksi sosial. Metode ini dilaksanakan untuk
memperoleh data primer sebanyak mungkin, dengan menggunakan kuesioner,
wawancara atau observasi.
Masih
menurut Barus, apabila interaksi sosial berubah maka hukum harus berubah pula
mengikuti perkembangan masyarakat tersebut. Bila hukum tidak berubah maka akan
terjadilah kekosongan hukum. Hal ini berbahaya karena dapat menimbulkan
disintegrasi sosial dan membuka peluang munculnya anarki karena
penyelesaian setiap konflik semata-mata didasarkan pada power dan bukan pada
prinsipprinsip kebenaran dan keadilan. Itulah sebab dalam perspektif ini hukum
dilihat sebagai alat perubahan sosial karena supremasi tidak terletak pada
hukum tetapi pada interaksi masyarakat. Dalam perspektif ini, tujuan hukum
adalah untuk mewujudkan rasa keadilan yang hidup ditengahtengah masyarakat.
Merujuk
pada uraian di atas, diperoleh gambaran bahwa penelitian hukum empiris memiliki
karakteristik tersendiri, yaitu:
1.
Pertama, titik fokus penelitian hukum empiris adalah perilaku hukum
dari individu atau masyarakat hukum. Jadi hukum dilihat sebagai suatu gejala
sosial, yaitu hukum dalam kenyataan di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Oleh karena itu, keabsahan temuannya sangat dipengaruhi dunia empiris.
2.
Kedua, karena bersandar pada kenyataan masyarakat, maka sumber
data utamanya adalah data primer yang diperoleh melalui studi lapangan (field
research), dan didukung data data sekunder sebagai data awalnya yang
diperoleh melalui studi kepustakaan (library research). Penelitian hukum
empiris tetap bertumpu pada premis normatif, sebab hukum dikaji sebagai
dependent variable.
3.
Ketiga, karena mengutamakan data primer, maka teknik pengumpulan
data dalam penelitian hukum empiris dilakukan melalui pengamatan (observasi)
dan wawancara (interview). Untuk kepentingan tersebut, dibutuhkan adanya
penetapan sampling, terutama jika hendak meneliti perilaku hukum warga
masyarakat.
4.
Keempat, penelitian hukum empiris menggunakan kajian yang bersifat
a posteriori dengan pendekatan penalaran induksi untuk menjelaskan suatu gejala
hukum.
5.
Kelima, penelitian hukum empiris dalam situasi tertentu
membutuhkan hipotesis, terutama dalam penelitian yang bersifat korelatif yaitu
mencari korelasi berbagai gejala hukum sebagai variabelnya. Bagaimana pun,
kajian ilmu-ilmu sosial itu bersifat deskriptif. Keenam, dari sudut kebenaran
yang dituju, penelitian hukum empiris hendak menemukan kebenaran korespendensi
yaitu kesesuaian hipotesis atau asumsi yang dibangun dalam suatu penelitian
dengan fakta yang berupa data.
C.
Objek Penelitian Hukum Empiris
Ditinjau dari objek kajiannya, penelitian hukum empiris
dapat dibagi atas 5 (lima) jenis. Kelima objek kajian dalam penelitian empiris
ini dijelaskan sebagai berikut:
1.
Penelitian efektivitas hukum
Penelitian ini merupakan penelitian yang mengkaji tentang
keberlakuan, pelaksanaan, dan keberhasilan dalam pelaksanaan hukum. Jadi,
kajian penelitian ini meliputi pengetahuan masyarakat, kesadaran masyarakat dan
penerapan hukum dalam masyarakat.[8]
Bagaimana bekerjanya hukum dalam masyarakat menjadi objek yang dituju dalam
penelitian ini. Menurut Aminuddin dan Asikin, penelitian hukum yang hendak
menelaah efektivitas suatu peraturan perundang-undangan (berlakunya hukum) pada
dasarnya merupakan penelitian perbandingan antara realitas hukum dengan ideal
hukum. Ideal hukum adalah kaidah hukum yang dirumuskan dalam undang-undang atau
keputusan hakim (law in book), sementara realitas hukum adalah hukum
dalam tindakan (law in action). Dalam realitas hukum, orang seharusnya
bertingkah laku atau bersikap sesuai dengan tata kaidah hukum.[9]
Masih menurut Aminuddin dan Asikin, apabila seseorang
ingin meneliti efektivitas suatu undang-undang, hendaknya ia tidak hanya menetapkan
tujuan dari undang-undang saja (baik dari perspektif kehendak pembuat
undang-undang, atau tujuan langsung-tidak langsung, maupun tujuan
instrumental-tujuan simbolis), melainkan juga diperlukan syarat-syarat lainnya,
agar diperoleh hasil yang lebih baik.[10] Syarat-syarat
tersebut, antara lain:
a.
perilaku yang diamati adalah
perilaku nyata;
b.
perbandingan antara perilaku yang
diatur dalam hukum dengan keadaan jika perilaku tidak diatur dalam hukum.
Seandainya hukum sudah mampu mengubah perilaku hukum warga masyarakat, maka perilaku
itu seharusnya akan sama dengan ketika ada hukum yang mengatur perilaku
tersebut;
c.
harus mempertimbangkan jangka
waktu pengamatan, jangan lakukan pengamatan yang sesaat, perlu dikemukakan
kondisi-kondisi dari yang diamati pada saat itu; dan
d.
harus mempertimbangkan tingkat
kesadaran pelaku.
2.
Penelitian kepatuhan terhadap
hukum
Kepatuhan terhadap
hukum merupakan penelitian yang mengkaji tingkat ketaatan atau kedisiplinan
masyarakat terhadap hukum. Misalnya, meneliti tentang ketaatan masyarakat dalam
berlalu lintas. Apakah subjek hukum pengguna jalan telah berlalu lintas sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku atau tidak. Peranan lembaga atau institusi
hukum didalam penegakan hukum merupakan penelitian yang mengkaji tentang
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penegak hukum didalam menegakkan hukum.
Misalnya, peran Jaksa di dalam melakukan penuntutan terhadap terdakwa. Apakah
Jaksa dalam melakukan penuntutan telah didasarkan fakta hukum atau telah sesuai
dengan prosedur hukum acara yang berlaku.
3.
Penelitian implementasi aturan
hukum
Implementasi aturan hukum merupakan penelitian yang mengkaji dan
menganalisis tentang pelaksanaan atau penerapan hukum didalam masyarakat.
Misalnya, penelitian tentang penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan. Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah ditentukan syarat
sahnya perkawinan, yaitu menurut hukum agama masing-masing dan dicatat. Namun ,
dalam kenyataan banyak pejabat yang tidak melakukan pencatatan perkawinan,
seperti, yang terjadi pada kasus bupati Garut, Atjeng Fikri, yang telah
melakukan perkawinan tanpa dilakukan pencatatan di KUA.
4.
Penelitian pengaruh aturan hukum
terhadap masalah sosial
Pengaruh aturan hukum terhadap masalah sosial tertentu atau sebaliknya
merupakan penelitian yang mengkaji dang menganalisis tentang daya yang ada atau
timbul sesuatu yang ikut membentuk watak atau kepercayaan atau perbuatan dari
masyarakat, sehingga dengan adanya aturan hukum itu mereka tidak lagi melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang ada. Hal ini
dicontohkan, pengaruh UU No. 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial.
Keberadaan UU ini dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya konflik sosial.
Apakah dengan adanya UU konflik sosial, maka konflik sosial menjadi berkurang
atau semakin tinggi tingkat konflik sosial.
5.
Penelitian pengaruh masalah sosial
terhadap aturan hukum
Pengaruh masalah sosial terhadap aturan hukum merupakan penelitian yang
mengkaji atau menganalisis tentang pengaruh masalah kemasyarakatan terhadap
aturan hukum. Misalnya, meneliti tentang keberadaan masyarakat hukum adat yang
berada di wilayah pertambangan PT. Newmont Nusa Tenggara. Masyarakat hukum adat
tersebut, meminta kepada Pemerintahan Kabupaten Sumbawa supaya mereka dapat
diakui keberadaan sebagai masyarakat hukum adat, yang dituangkan dalam
Peraturan Daerah. Namun, Pemerintah Kabupaten Sumbawa belum memberikan
tanggapan terhadap permintaan masyarakat adat tersebut, karena belum dilakukan
penelitian secara holistik tentang keberadaan masyarakat hukum adat.
Dari kelima objek kajian penelitian hukum empiris di atas, hukum
dipandang sebagai gejala sosial, dengan titik berat pada perilaku individu atau
masyarakat dalam kaitannya dengan hukum. Oleh karena itu, dalam
penelitian-penelitian yang demikian, hukum ditempatkan sebagai variabel terikat
dan faktor-faktor nonhukum yang memengaruhi hukum dipandang sebagai variabel
bebas. Menurut Marzuki, hasil yang hendak dicapai oleh penelitian semacam ini
adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan: apakah ketentuan tertentu efektif di
suatu daerah tertentu?; apakah ketentuan tertentu efektif untuk seluruh
Indonesia?; faktor-faktor nonhukum apakah yang memengaruhi terbentuknya ketentuan-ketentuan
suatu undang-undang?; dan apakah peranan lembaga tertentu efektif dalam
penegakan hukum?.[11]
Penelitian dengan masalah-masalah seperti itu biasanya dimulai dengan
hipotesis. Misalnya, “Kehadiran LBH di Kota Tangerang Selatan telah mendorong
peningkatan pemahaman hukum masyarakat Kelurahan Buaran”. Hipotesis ini
merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang nantinya akan
diuji atau dibuktikan peneliti. Hanya saja hipotesis tidak harus selalu ada
dalam penelitian hukum, tergantung pada tujuan dan lingkup permasalahan yang
hendak diteliti. Artinya, jika penelitian yang dilakukan bertujuan untuk
menggambarkan secara lengkap ciri-ciri atau karakter dari suatu keadaan,
perilaku individu atau kelompok masyarakat, maka hipotesis tidak diperlukan.
Akan tetapi jika penelitian tersebut bertujuan untuk memperoleh data tentang
hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain, maka diperlukan hipotesis
penelitian”.
D.
Pendekatan dalam Penelitian Hukum
Empiris
Pendekatan penelitian
adalah metode atau cara mengadakan penelitian. Dalam penelitian hukum empiris,
terdapat 3 (tiga) pendekatan. Ketiga pendekatan tersebut adalah sebagai berikut
:
1.
Pendekatan Sosiologi Hukum
Pendekatan
sosiologi hukum merupakan pendekatan yang hendak mengkaji hukum dalam konteks
sosial. Hasil yang diinginkan adalah menjelaskan dan menghubungkan, menguji dan
juga mengkritik bekerjanya hukum formal dalam masyarakat. Bagaimana pun hukum
selalu bertautan dengan individu dan masyarakat, sehingga bekerjanya hukum itu
tidak lepas dari realitas sosial di mana hukum itu bersemai. Hukum dihadirkan agar
individu dan masyarakat berperilaku sebagaimana yang dikehendaki hukum.
2.
Pendekatan Antropologi Hukum
Pendekatan antropologi hukum merupakan pendekatan yang
mengkaji cara-cara penyelesaian sengketa, baik dalam masyarakat modern maupun
masyarakat tradisional. Hoboel mengemukakan tiga alur dalam kajian antropologi
hukum, yaitu : (1) ideologi, (2) deskriptif, dan (3) mengkaji ketegangan,
perselisihan, keonaran, keluhan-keluhan. Hal-hal yang dianalisis dan dikaji
pada kajian ideologis ini, yaitu identifikasi aturan-aturan yang umumnya di
lingkungan masyarakat yang bersangkutan dipersepsikan sebagai pedoman untuk
berlaku dan memang dianggap seharusnya menguasai perilaku.
Ada dua dimensi dari norma yaitu : (1) dimensi norma
ideal, dan (2) dimensi perilaku yang terujud. Dimensi norma ideal adalah aturan
hukum yang menjadi bagian pedoman bagi orang yang bertindak. Kajian deskriptif
merupakan kajian yang menganalisis dan mengkaji bagaimana orang nyata-nyata
berperilaku. Hal-hal yang dikaji berkaitan dengan kajian terhadap
keterangan-keterangan, perselisihan, keonaran, keluhan-keluhan, yang meliputi :
(1) jenis-jenis sengketa; (2) motif dari orang yang melakukan, dan (3) cara
yang dilakukan untuk mengatasinya atau menyelesaikan.
3.
Pendekatan Psikologi Hukum
Pendekatan psikologi hukum merupakan pendekatan
didalam penelitian hukum empiris, dimana dilihat pada kejiwaan manusia.
Kejiwaan manusia tentu menyangkut tentang kepatuhan dan kesadaran masyarakat
tentang hukum. yang dikaji disini, yaitu dengan faktor-faktor penyebab
masyarakat melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
E.
Tips Jika Memilih Penelitian Hukum
Empiris
Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan Anda apabila memilih penelitian hukum empiris. Tips berikut
ini akan membantu untuk mempermudah penelitian dengan tipe penelitian hukum
empiris.
1.
Kemampuan Peneliti
Maksud dari
kemampuan peneliti disini adalah menyangkut interes penelitian terhadap studi
lapangan. Sebab, penelitian hukum empiris lebih banyak menghabiskan waktu
penelitian di lapangan. Apabila peneliti tidak terbiasa dan tidak minat
terhadap studi lapangan, maka penelitian dengan metode ini sangat sulit untuk
dilaksanakan. Misalnya, peneliti tidak memiliki kemampuan adaptasi dengan
lingkungan saat observasi maupun interview. Sehingga kemampuan peneliti
khususnya terkait kemampuan menelitinya di lapangan menjadi kunci dari
suksesnya penelitian hukum empiris ini.
2.
Waktu Penelitian
Penelitian hukum
empiris sudah pasti akan memerlukan waktu yang lebih panjang daripada hukum
normatif. Untuk itu sangat penting perencanaan waktu dan melihat waktu yang
tersedia.
3.
Waktu Penelitian
Bahwa penelitian
hukum empiris lebih banyak menggunakan teori-teori sosial sebagai pisau analisisnya.
Dengan demikian, penguasaan peneliti terhadap teori tersebut sangat menunjang
terlaksananya metode penelitian empiris ini.[12]
REFERENSI
Amiruddin. dan
Zainal Asikin. (2006). Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Barus, Zulfadli.
(2013). “Analisis Filosofis tentang Peta Konseptual Penelitian Hukum Normatif
dan Penelitian Hukum Empiris”. Jurnal
Dinamika Hukum. Volume 13 No. 2.
Efendi, Jonaedi.
dan Johnny Ibrahim. (2016). Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Jakarta: Prenadamedia Group.
Mamudji, Sri.
dkk., (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Marzuki. Peter
Mahmud. (2014). Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana).
Nasution, Bahder
Johan. (2016). Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju.
Salim. dan Erlies
Septiana Nurbani. (2014). Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan
Disertasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Wignjosoebroto,
Soetandjo. (2013). “Metode Penelitian Sosial/Nondoktrinal untuk Mengkaji Hukum
dalam Konsepnya Sebagai Realitas Sosial”. Digest Epsitema. Volume 3.
Wignjosoebroto,
Soetandjo. (2013). “Penelitian Sosial Berobjek Hukum”. Digest Epsitema.
Volume 3.
[1] Salim H.S. dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada
Penelitian Tesis dan Disertasi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), hlm.
18.
[2] Ibid, hlm. 18.
[3] Soetandjo Wignjosoebroto, “Penelitian Sosial Berobjek Hukum”, Digest
Epsitema, Volume 3 Tahun 2013, hlm. 9.
[4] Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana,
2014), hlm. 12-13 & 47.
[5] Soetandjo Wignjosoebroto, “Metode Penelitian Sosial/Nondoktrinal untuk
Mengkaji Hukum dalam Konsepnya Sebagai Realitas Sosial”, Digest Epsitema,
Volume 3 Tahun 2013, hlm. 13.
[6]
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 110.
[7] Zulfadli Barus, “Analisis Filosofis tentang Peta Konseptual Penelitian
Hukum Normatif dan Penelitian Hukum Empiris”, Jurnal Dinamika Hukum,
Volume 13 No. 2, Mei 2013, hlm. 311.
[8] Sri Mamudji, dkk., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum,
(Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 10.
[9] Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 123.
[10] Ibid, hlm. 128.
[11] Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung:
Mandar Maju, 2016), hlm. 131-132.
[12] Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris, Prenadamedia Group, Cimanggis, Depok, 2016, hlm. 151-155.