SYARAT-SYARAT SAKSI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterangan yang diberikan oleh seorang ahli di sidang pengadilan sangat
diperlukan oleh hakim untuk meyakinkan dirinya. Maka dari itu, pada pemeriksaan
dalam sidang pengadilan bagi hakim peranan keterangan ahli sangat penting dan
wajib dilaksanakan demi keadilan. Akan tetapi hakim dengan demikian tidak wajib
untuk menuruti pendapat dari ahli itu bilamana pendapat dari ahli itu
bertentangan dengan keyakinannya. Mengenai keterangan ahli, disebutkan dalam
Pasal 180 ayat (1) KUHAP bahwa dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya
persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan
ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Pasal 7 ayat (1) huruf h juga disebutkan bahwa penyidik mempunyai
kewajiban yaitu mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara. Misalnya saja pada perkara yang terdakwanya diduga
mengalami kelainan jiwa atau pada perkara-perkara lain yang memang membutuhkan
peranan seorang ahli. Dengan begitu dapat diketahui bahwa keterangan dari
seorang ahli mempunyai peranan penting dalam proses pemeriksaan perkara pidana
di sidang pengadilan. Pembuktian dalam hukum islam juga diterangkan bahwasanya,
jika, seorang dijadikan sebagai saksi dalam persidangan maka haruslah
memberikan keterangan yang benar dan tidak di buat-buat, karena bagi saksi yang
memberi keterangan palsu maka akan diberikan sanksi.
Rasullah SAW juga bersabda mengenai
masalah persaksian “Apabila kamu melihat seorang lelaki bisa pergi ke
masjid, berikan kesaksian padanya bahwa dia seorang mukmin.”[1]
Hukum islam tidaklah menerangkan secara rinci tentang keberadaan saksi ahli
akan tetapi hanyalah menerangkan tentang kriteria saksi, dan dalam pembuktian
hukum islam keberadaan saksi sangatlah penting, karena, saksi adalah orang yang
mengetahui langsung tentang duduk perkara yang sedang dipersidangkan.
Kesaksian yang dilaksanakan dalam hukum positif hampir sama dengan
hukum islam, majlis hakim melaksanakan prosedur sesuai dengan KUHAP yaitu
mendengarkan kesaksian dari seorang saksi ahli yang dihadirkan oleh jaksa
penuntut umum, dengan ketentuan sebagai berikut yang dijelaskan berdasarkan
pasal 179 (2) KUHAP yang berlaku bagi saksi ahli, terdapat pula penjelasan mengenai saksi ahli yang
diatur dalam pasal 120 KUHAP adalah ahli yang mempunyai ahli dalam bidangnya,
pasal 179 KUHAP yang ditunjuk oleh pasal 133, untuk menentukan korban luka,
keracunan, atau mati adalah ahli kedokteran, kehakiman, atau dokter, atau ahli
lain dibidangnya[2].
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka dapat diambil fokus masalah sebagai berikut :
1.
Apa saja
syarat-syarat saksi?
2.
Apa saja
dalil-dalil syarat saksi?
3.
Bagaimana
mufrodat, tafsir global, asbabun nuzul, dan kandungan hukum dari masing-masing
dalil syarat saksi?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui
syarat-syarat saksi?
2. Untuk mengetahui
dalil-dalil syarat saksi?
3. Untuk mengetahui mufrodat, tafsir global, asbabun nuzul, dan
kandungan hukum dari masing-masing dalil syarat saksi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.SYARAT-SYARAT
SAKSI
1. Saksi
Harus Adil
· Q.S An-Nisa: 135
۞ يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ
عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا
اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا
ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ kụnụ
qawwāmīna bil-qisṭi syuhadā`a lillāhi walau 'alā anfusikum awil-wālidaini
wal-aqrabīn, iy yakun ganiyyan au faqīran fallāhu aulā-bihimā, sebuah ta'a
fallāhu aulā-bihimā, sebuah ta faq talwū au tu'riḍụ fa innallāha kāna bimā
ta'malụna khabīrā[3]
Terjemah arti: “Wahai orang-orang
yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah,
walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu.
Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena
ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha teliti terhadap segala apa yang
kamu kerjakan.”
-Mufrodat Q.S. An-Nisa ayat
135
بِالْقِسْطِ keadilan |
قَوَّامِيْنَ penegak |
كُوْنُوْا jadilah kamu |
اٰمَنُوْا beriman |
يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ wahai
orang-orang yang |
||
وَالْأَقْرَبِيْنَۚ dan
(terhadap) kaum kerabatmu |
أَوِ الْوَالِدَيْنِ atau (terhadap)
ibu bapak |
وَلَوْ عَلٰى أَنْفُسِكُمْ walaupun
(merugikan) terhadap dirimu sendiri |
لِلّٰهِ karena Allah |
شُهَدَاءَ menjadi saksi |
||
أَوْلٰى بِهِمَاۗ lebih tahu
kemaslahatan (kebaikannya) |
فَاللّٰهُ maka Allah |
أَوْ فَقِيْرًا ataupun
miskin |
غَنِيًّا kaya |
إِنْ يَّكُنْ jika dia
(yang terdakwa) |
||
أَوْ تُعْرِضُوْا atau enggan
(menjadi saksi) |
وَإِنْ تَلْوٗا dan jika kamu
memutarbalikkan (kata-kata) |
أَنْ تَعْدِلُوْاۚ karena ingin
menyimpang dari kebenaran |
الْهَوٰى hawa nafsu |
فَلَا تَتَّبِعُوا maka
janganlah kamu mengikuti |
||
خَبِيْرًا Mahateliti |
كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ terhadap
segala apa yang kamu kerjakan |
فَإِنَّ اللّٰهَ maka
ketahuilah bahwa Allah |
|
|||
-Asbabun Nuzul Q.S.
An-Nisa ayat 135
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari
As-Saddiy, katanya, "Tatkala ayat ini diturunkan kepada Nabi saw.
datanglah kepada beliau dua orang laki-laki bersengketa, yang seorang kaya dan
yang seorang lagi miskin. Mulanya Nabi saw. berada di pihak yang miskin karena
menurut beliau tidak mungkin si miskin akan menzalimi si kaya namun Allah tidak
rela kecuali bila beliau tetap bersikap adil antara yang kaya dan yang miskin.
-Tafsir Global Q.S. An-Nisa ayat 135
Wahai orang-orang yang beriman
kepada Allah SWT dan rasul Nya serta menjalankan syariat-Nya, jadilah kalian
orang-orang yang senantiasa tegak keadilan, mengemukakan persaksian karena
mengaharap wajah Allah SWT, walaupun terhadap diri kalian sendiri atau
ayah-ayah dan ibu-ibu kalian atau terhadap karib kerabat kalian, bagiamanapun
keadaan orang yang dipersaksikan, baik kaya maupun miskin, karena sebenarnya
Allah lebih memperhatikan mereka dibandingkan kalian dan lebih tahu apa yang
mendatangkan kemaslahatan mereka berdua. Janganlah membawa kalian hawa nafsu
dan fanatik buta untuk meninggalkan sikaf adil. Apabila kalian mengubah-ubah
persaksian dengan lisan-lisan kalian, lalu kalian membawakan persaksian yang
tidak sebenarnya atau berpaling yang tidak mengemukakannya atau membangunnya[4]...
-Kandungan Hukum Q.S. An-Nisa ayat
135
Dalam tafsir Al-Wasit, dijelaskan
makna beberapa lafadh dalam ayat tersebut. qawwamina merupakan bentuk
jamak dari bentuk mubalaghah lafadh qaimun dan qawwamun.
Bentuk mubalaghah berarti mendirikan sesuatu dengan sempurna dan
sebaik-baiknya. Sedangkan makna arti Shuhada’ bentuk plural dari
singular Shahid, inti artinya adalah menunjukkan sifat bagi sosok yang
berpegang teguh dengan pendirian. Panggilan dengan sebutan, yaayyuha
al-ladhina amanu, merupakan bentuk panggilan yang menunjukkan untuk berbuat
baik, taat dan melestarikan sesuatu yaitu keadilan.
Termasuk dalam tafsir Al-Jami’ Li
Ahkam al-Qur’an, Qurthubi menjelaskan, maksud dari lafadh walidain,
merupakan terhadap orang tua juga harus bersikap adil. Adalah berbuat baik
kepada orang tua, memuliakan kedua orang tua, termasuk bentuk kebaikan kepada
orang tua, juga membersihkan orang tua dari kesalahan, bukan untuk membela
dalam kesalahan, yang benar harus disampaikan dengan benar dan jika salah juga
harus ditetapkan sesuai prosedur. Kemudian kerabat juga disebut, kenapa
demikian? Karena, mereka terkadang menjadi sumber nepotisme dan fanatisme,
kekhawatiran jika kecendurungan unsur kerabat mempengaruhi dalam memutuskan
suatu keputusan dalam suatu perkara[5].
· Q.S. Al-Maaidah ayat 106
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ
اٰمَنُوْا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِيْنَ الْوَصِيَّةِ
اثْنٰنِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنْكُمْ اَوْ اٰخَرٰنِ مِنْ غَيْرِكُمْ اِنْ اَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ
فِى الْاَرْضِ فَاَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةُ الْمَوْتِۗ تَحْبِسُوْنَهُمَا مِنْۢ بَعْدِ
الصَّلٰوةِ فَيُقْسِمٰنِ بِاللّٰهِ اِنِ ارْتَبْتُمْ لَا نَشْتَرِيْ بِهٖ ثَمَنًا وَّلَوْ
كَانَ ذَا قُرْبٰىۙ وَلَا نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللّٰهِ اِنَّآ اِذًا لَّمِنَ الْاٰثِمِيْنَ
Arab-Latin: ya ayyuhallażīna amanu
syahādatu bainikum Iza hadhârah aḥadakumul-mautu ḥīnal-waṣiyyatiṡnāni Zawa
'adlim mingkum au ākharāni min gairikum di antum ḍarabtum fil-Ardi fa aṣābatkum
muṣībatul-Maut, taḥbisụnahumā mim ba'diṣ-Salati fa yuqsimāni billahi inirtabtum
La nasytarī bihī ṡamanaw walau kāna żā qurbā wa lā naktumu syahādatallāhi innā
iżal laminal-āṡimīn.
Terjemah Arti: “Hai orang-orang
yang beriman, kunjungan salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan
berwasiat, maka akanlah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di
antara jika kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, kamu dalam
perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan dua tahun
sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka menghilangkan bersumpah
dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan
membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang),
walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami tinggal persembunyian Allah;
sebenarnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa
".
-Mufrodat Q.S. Al-Maaidah ayat 106
حِيْنَ الْوَصِيَّةِ اثْنٰنِ Pada saaat (dia) berwasiat, maka hendaklah
(disaksikan) oleh dua orang |
إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ Ketika salahs seorang (diantara) kamu
sekalian |
شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ Kesaksian diantara kamu |
اٰمَنُوْا Yang beriman |
يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ Wahai orang-orang yang |
إِنْ أَنْتُمْ Jika kamu |
مِنْ غَيْرِكُمْ Yang berlainan (agama) dengan kamu |
أَوْ اٰخَرٰنِ Atau dua orang |
مِّنْكُمْ Dianatara kamu |
ذَوَا عَدْلٍ Yang adil |
الْمَوْتِۗ Kematian |
مُصِيْبَةُ Bahaya (musibah) |
فَأَصَابَتْكُمْ Lalu kamu ditimpa |
فِى الْأَرْضِ Di bumi |
ضَرَبْتُمْ Dalam perjalanan |
بِاللّٰهِ Dengan nama Allah |
فَيُقْسِمٰنِ Agar keduanaya bersumpah |
الصَّلٰوةِ Shalat |
مِنْ بَعْدِ Setelah |
تَحْبِسُوْنَهُمَا Hendaklah kamu tahan kedua saksi itu |
شَهَادَةَ اللّٰهِ Kesaksian Allah |
وَلَا نَكْتُمُ Dan kami tidak menyembunyikan |
وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰىۙ Walaupun dia karib kerabat |
لَا نَشْتَرِيْ بِهٖ ثَمَنًا Demi Allah kami tidak akan mengambil
keuntungan dengan keputusan ini |
إِنِ ارْتَبْتُمْ Jika kamu ragu-ragu |
لَّمِنَ الْاٰثِمِيْنَ Termasuk orang-orang yang berdosa |
إِنَّا إِذًا Sungguh, jika demikian, tentu kami |
-Asbabun Nuzul Q.S. Al-Maaidah ayat
106
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan
lainnya dari Ibnu Abbas yang bersumber dari Tamim Ad-Dari : bahwa dua orang
Nasrani yang bernama Tamim Ad-Dari dan ‘Adi bin Bada sering berpulang pergi ke
Syam berdagang sebelum mereka masuk Islam. Ikut bersama mereka seorang maula
dari Bani Salim yang bernama Badil bin Abi Maryam yang juga membawa dagangan
serta membawa bejana yang dibuat dari perak. Di perjalanan Badil bin Abi
Maryam sakit dan ia wasiat kepada kedua orang itu agar pusakanya disampaikan
kepada ahli warisnya. Berkatalah Tamim: “Ketika ia meninggal kami ambil
bejana perak dan kami jual dengan harga seribu dirham, dan uangnya kami bagi
dua bersama ‘Adi bin Bada. Setelah kami sampaikan amanat warisan itu kepada
ahli warisnya, mereka kehilangan bejana perak dan bertanya kepada kami, dan
kami katakan bahwa Badil tidak meninggalkan selain yang telah kami serahkan”.
Setelah Tamim masuk Islam, ia merasa
berdosa dari perbuatan itu kemudian mendatangi ahli waris Badil dan mengaku
terus terang serta menyerahkan uang sebanyak lima ratus dirham, dan sisanya
sebesar lima ratus dirham lagi ada pada kawannya (‘Adi bin Bada). Maka
berangkatlah ahli warisnya itu beserta ‘Adi menghadap Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW meminta bukti-bukti tuduhan terhadap ‘Adi itu, tetapi mereka
tidak dapat memenuhinya. Kemudian Rasulullah SAW menyuruh mereka menyumpah
‘Adi, dan ia pun bersumpahlah. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-Maidah ayat
106-108)[6].
Maka berdirilah Amr bin Assh dan
seorang lainnya bersumpah untuk menjadi saksi sehingga diputuskan agar diambil
yang lima ratus dirham lagi dari ‘Adi bin Bada.[7]
-Tafsir Global Q.S. Al-Maaidah ayat
106
Wahai orang-orang yang beriman
kepada Allah dan rasul-Nya serta melaksanakan syariat-Nya, harus dekat
datangnya kematian kepada salah seorang diantara kalian, didukungnya dia
mempersaksikan kepada dua orang terpecaya dari kaum Muslimin atas wasiatnya
maupun dua orang dari selain kaum Muslimin dalam keadaan kedekatan dan tidak
ada orang selain mereka berdua dari kalangan kaum Muslimin, yang mana
kalian mempersaksikan kepada mereka berdua ketika kalian dalam perjalanan jauh
di muka bumi, lalu kematian datang kepada kalian. Dan pasangan kalian meragukan
persaksian mereka berdua, tahanlah mereka berdua dulu setelah shalat,
(maksudnya shalat kaum Muslmin terutama shalat Ashar), kemudian mereka berdua
bersumpah atas nama Allah SWT dengan sumpah yang ikhlas, tanpa mengharapakan
ketidakseimbangan duniawi...
· Q.S. Ath-Thalaq ayat 2
وَّيَرْزُقْهُ مِنْ
حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ
اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
Arab-Latin:
fa iżā balagna ajalahunna fa amsikụhunna bima'rụfin au fāriqụhunna bima'rụfiw
wa asy-hidụ żawai 'adlim mingkum wa aqīmusy-syahādata lillāh, żālikum yụ'aẓu
bihī mang kāna yu`minu billāhi wal-yaumil-ākhir, wa may yattaqillāha yaj'al lahụ
makhrajā[8]
Terjemah
Arti: “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka
dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu
karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia
akan mengadakan baginya jalan keluar”.
-Tafsir Global Q.S. Ath-Thalaq ayat 2
Jika
mereka telah mendekati masa berakhirnya iddah mereka maka rujuklah mereka demi
cinta dan hubungan yang baik, atau biarkan kalian tidak merujuk mereka hingga
iddah mereka berakhir lalu mereka berkuasa atas diri mereka dengan kalian
berikan kepada mereka hak-hak mereka. Jika kalian hendak merujuk mereka atau
berpisah dengan mereka maka persaksikan dua saksi yang adil dari kalian sebagai
upaya mencegah pertikaian. Dan bersaksilah -wahai para saksi- dengan kesaksian
untuk mencari rida Allah. Hukum-hukum tersebut untuk mengingatkan orang yang
beriman kepada Allah dan beriman kepada hari Kiamat, karena dia adalah orang
yang bisa mendapatkan manfaat dari peringatan dan nasihat. Barangsiapa bertakwa
kepada Allah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya, niscaya Allah memberikan baginya jalan keluar dari segala
kesempitan dan kesusahan yang terjadi padanya. (Tafsir al-Mukhtashar)[9]
2. Tidak
Memberikan Kesaksian Palsu
•Q.S. An-Nisa ayat 135
۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ
شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ
ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا
الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ
بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ kụnụ
qawwāmīna bil-qisṭi syuhadā`a lillāhi walau 'alā anfusikum awil-wālidaini
wal-aqrabīn, iy yakun ganiyyan au faqīran fallāhu aulā-bihimā, sebuah ta'a
fallāhu aulā bihimā, sebuah ta faq talwū au tu'riḍụ fa innallāha kāna bimā
ta'malụna khabīrā
Terjemah Arti: “Wahai orang-orang
yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi
saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi
saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”
-Asbabun Nuzul Q.S. An-Nisa
ayat 135
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari
As-Saddiy, katanya, "Tatkala ayat ini diturunkan kepada Nabi saw.
datanglah kepada beliau dua orang laki-laki bersengketa, yang seorang kaya dan
yang seorang lagi miskin. Mulanya Nabi saw. berada di pihak yang miskin karena
menurut beliau tidak mungkin si miskin akan menzalimi si kaya namun Allah tidak
rela kecuali bila beliau tetap bersikap adil antara yang kaya dan yang miskin.
-Tafsir Global Q.S. An-Nisa ayat 135
Wahai orang-orang yang beriman
kepada Allah SWT dan rasul Nya serta menjalankan syariat-Nya, jadilah kalian
orang-orang yang senantiasa tegak keadilan, mengemukakan persaksian karena
mengaharap wajah Allah SWT, walaupun terhadap diri kalian sendiri atau
ayah-ayah dan ibu-ibu kalian atau terhadap karib kerabat kalian, bagiamanapun
keadaan orang yang dipersaksikan, baik kaya maupun miskin, karena sebenarnya
Allah lebih memperhatikan mereka dibandingkan kalian dan lebih tahu apa
yang mendatangkan kemaslahatan mereka berdua. Janganlah membawa kalian hawa
nafsu dan fanatik buta untuk meninggalkan sikaf adil. Apabila kalian
mengubah-ubah persaksian dengan lisan-lisan kalian, lalu kalian membawakan
persaksian yang tidak sebenarnya atau berpaling yang tidak mengemukakannya atau
membangunnya ...
-Kandungan Hukum Q.S. An-Nisa ayat 135
Dalam tafsir Al-Wasit, dijelaskan
makna beberapa lafadh dalam ayat tersebut. qawwamina merupakan bentuk jamak
dari bentuk mubalaghah lafadh qaimun dan qawwamun. Bentuk mubalaghah berarti
mendirikan sesuatu dengan sempurna dan sebaik-baiknya. Sedangkan makna arti
Shuhada’ bentuk plural dari singular Shahid, inti artinya adalah menunjukkan
sifat bagi sosok yang berpegang teguh dengan pendirian. Panggilan dengan
sebutan, yaayyuha al-ladhina amanu, merupakan bentuk panggilan yang menunjukkan
untuk berbuat baik, taat dan melestarikan sesuatu yaitu keadilan.
· Q.S Al-Maidah: 8
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ
شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ kụnụ
qawwāmīna lillāhi syuhadā`a bil-qisṭi wa lā yajrimannakum syana`ānu qaumin 'alā
allā ta'dilụ, i'dilụ, huwa aqrabu lit-taqwā wattaqullāh, innallāha khabīrum
bimā ta'malụn..
Terjemah Arti: “Hai orang-orang
yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”[10]
-Mufrodat Q.S. Al-Maidah ayat 8
لِلّٰهِ karena Allah |
قَوَّامِيْنَ (sebagai)
penegak keadilan |
كُوْنُوْا jadilah kamu |
اٰمَنُوْا beriman |
يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ wahai
orang-orang yang |
اِعْدِلُوْاۗ berlaku
adillah |
عَلٰى أَلَّا تَعْدِلُوْاۗ untuk berlaku
tidak adil |
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ dan janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu |
بِالْقِسْطِۖ dengan adil |
شُهَدَاءَ (yaitu ketika
kamu) menjadi saksi |
إِنَّ اللّٰهَ Sungguh Allah |
وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ dan bertakwalah kepada Allah |
لِلتَّقْوٰىۖ kepada takwa |
أَقْرَبُ lebih dekat |
هُوَ karena (adil)
itu |
|
بِمَا تَعْمَلُوْنَ terhadap apa yang kamu kerjakan |
خَبِيْرٌ Maha teliti |
-Asbabun Nuzul Q.S. Al-Maidah ayat 8
Setelah Allah SWT memerintahkan
kepada hamba mukmin supaya memenuhi janji secara umum, kemudian menyebbutkan
karunia-Nya dengan menghalalkan bagi mereka makanan yang baik dan mengaharamkan
makanan yang tidak baik serta memperbolehkan makan hewan yang disembelih oleh
Ahli kitab dan mengawini wanitanya (ahlu kitab), maka pada ayat diatas Allah
SWT menerangkan tentang bagaimana sebaiknya atau seharsnya kita berlaku
terhadap orang lain, baik Ahli Kitab musuh maupun sahabat atau kerabat.
Sebelumnya allah juga telah melarang
orang-orang yang beriman, agar tidak menjadikankebencian merkea pada
orang-orang yang telah menghalangi masuk ke Masjidil Haram sehingga melakukan
pelanggaran dan tindakan yang melampaui batas terhadap musuh.[11]
-Tafsir Global Q.S. Al-Maidah ayat 8
Wahai orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Muhammad jadilah kalian orang-orang
yang selalu menegakkan kebenaran, dengan mengharapkan wajah Allah, lagi menjadi
saksi-saksi yang adil. Dan janganlah kebencian terhadap suatu kaum menyeret
kalian untuk tidak berlaku adil. Berlakulah adil di hadapan musuh-musuh dan
orang-orang yang tercinta secara seimbang, karena berlaku adil itu lebih dekat
kepada takut kepada Allah, dan hindarilah untuk berlaku curang. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang kalian perbuat dan akan membalas kalian atas
semua itu.
3.Saksi
Terbebas Dari Tuduhan
·
(Q.S An-Nisa:
135)
۞
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ
لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ
يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا
الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ
كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ kụnụ
qawwāmīna bil-qisṭi syuhadā`a lillāhi walau 'alā anfusikum awil-wālidaini
wal-aqrabīn, iy yakun ganiyyan au faqīran fallāhu aulā-bihimā, sebuah ta'a
fallāhu aulā-bihimā, sebuah ta faq talwū au tu'riḍụ fa innallāha kāna bimā
ta'malụna khabīrā
Terjemah arti: “Wahai orang-orang
yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah,
walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu.
Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena
ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha teliti terhadap segala apa
yang kamu kerjakan[12].”
-Asbabun Nuzul Q.S. An-Nisa
ayat 135
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari
As-Saddiy, katanya, "Tatkala ayat ini diturunkan kepada Nabi saw.
datanglah kepada beliau dua orang laki-laki bersengketa, yang seorang kaya dan
yang seorang lagi miskin. Mulanya Nabi SAW berada di pihak yang miskin karena
menurut beliau tidak mungkin si miskin akan menzalimi si kaya namun Allah SWT
tidak rela kecuali bila beliau tetap bersikap adil antara yang kaya dan yang
miskin”.
-Tafsir Global Q.S. An-Nisa ayat 135
Wahai orang-orang yang beriman
kepada Allah SWT dan rasul Nya serta menjalankan syariat-Nya, jadilah kalian
orang-orang yang senantiasa tegak keadilan, mengemukakan persaksian karena
mengaharap wajah Allah, walaupun terhadap diri kalian sendiri atau ayah-ayah
dan ibu-ibu kalian atau terhadap karib kerabat kalian, bagiamanapun keadaan
orang yang dipersaksikan, baik kaya maupun miskin, karena sebenarnya Allah
lebih memperhatikan mereka dibandingkan kalian dan lebih tahu apa yang
mendatangkan kemaslahatan mereka berdua. Janganlah membawa kalian hawa nafsu
dan fanatik buta untuk meninggalkan sikaf adil. Apabila kalian mengubah-ubah
persaksian dengan lisan-lisan kalian, lalu kalian membawakan persaksian yang
tidak sebenarnya atau berpaling yang tidak mengemukakannya atau membangunnya[13],
-Kandungan Hukum Q.S. An-Nisa ayat
135
Dalam tafsir Al-Wasit, dijelaskan
makna beberapa lafadh dalam ayat tersebut. qawwamina merupakan bentuk
jamak dari bentuk mubalaghah lafadh qaimun dan qawwamun.
Bentuk mubalaghah berarti mendirikan sesuatu dengan sempurna dan
sebaik-baiknya. Sedangkan makna arti Shuhada’ bentuk plural dari
singular Shahid, inti artinya adalah menunjukkan sifat bagi sosok yang
berpegang teguh dengan pendirian. Panggilan dengan sebutan, yaayyuha
al-ladhina amanu, merupakan bentuk panggilan yang menunjukkan untuk berbuat
baik, taat dan melestarikan sesuatu yaitu keadilan.
Termasuk dalam tafsir Al-Jami’ li
ahkam al-Qur’an, Qurthubi menjelaskan, maksud dari lafadh walidain,
merupakan terhadap orang tua juga harus bersikap adil. Adalah berbuat baik
kepada orang tua, memuliakan kedua orang tua, termasuk bentuk kebaikan kepada
orang tua, juga membersihkan orang tua dari kesalahan, bukan untuk membela
dalam kesalahan, yang benar harus disampaikan dengan benar dan jika salah juga
harus ditetapkan sesuai prosedur. Kemudian kerabat juga disebut, kenapa
demikian? Karena, mereka terkadang menjadi sumber nepotisme dan fanatisme,
kekhawatiran jika kecendurungan unsur kerabat mempengaruhi dalam memutuskan
suatu keputusan dalam suatu perkara[14].
·
(Q.S. Al-An’am
: 152)
وَلَا
تَقْرَبُوْا مَالَ الْيَتِيْمِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ حَتّٰى يَبْلُغَ
اَشُدَّهٗ ۚوَاَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيْزَانَ بِالْقِسْطِۚ لَا نُكَلِّفُ
نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَاۚ وَاِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوْا وَلَوْ كَانَ ذَا
قُرْبٰىۚ وَبِعَهْدِ اللّٰهِ اَوْفُوْاۗ ذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَۙ
Arab-Latin: Wa
lā taqrabụ mālal-yatīmi illā billatī hiya aḥsanu ḥattā yabluga asyuddah, wa
auful-kaila wal-mīzāna bil-qisṭ, lā nukallifu nafsan illā wus'ahā, wa iżā
qultum fa'dilụ walau kāna żā qurbā, wa bi'ahdillāhi aufụ, żālikum waṣṣākum bihī
la'allakum tażakkarụn
Terjemah arti: “Dan janganlah kamu mendekati harta anak
yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai dia mencapai (usia)
dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak
membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila kamu berbicara,
bicaralah sejujurnya, sekalipun dia kerabat(mu) dan penuhilah janji Allah.
Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.”
-Asbabun Nuzul
Q.S. Al-An’am ayat 152
Atha’ bin
as-Saib mengatakan dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Ketika
Allah swt. menurunkan: wa laa taqrabuu maalal yatiimi illaa bil latii Hiya
ahsan (“Dan janganlah kamu dekatt harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat.”) Dan juga ayat yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang
memakan harta anak yatim secara dhalim.” (QS. An-Nisaa’: 10).
Maka
orang-orang yang memiliki anak yatim langsung bergerak memisahkan makanan
mereka dari makanannya (anak yatim), minuman mereka dari minumannya, lalu
mereka menyisakan sesuatu dan menyimpan untuknya hingga ia (anak yatim
tersebut) memakannya atau rusak. Maka hal itu semakin membuat mereka keberatan.
Kemudian mereka mengemukakan hal itu kepada Rasulullah SAW, lalu Allah SWT
menurunkan ayat yang artinya:
“Dan mereka
bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: ‘Mengurus urusan mereka
secara patut adalah baik. Dan jika kamu mencampuri mereka, maka mereka adalah
saudaramu.” (QS. Al-Baqarah: 220). Kemudian Ibnu `Abbas berkata, “Maka
mereka pun mencampurkan makanan mereka dengan makanan anak-anak yatim, dan
minuman mereka dengan minuman anak yatim.’” (HR Abu Dawud).[15]
-Mufrodat Q.S.
Al-An’am ayat 152
حَتّٰى يَبْلُغَ Sampai dia mencapai |
أَحْسَنُ Lebih bermanfaat |
إِلَّا بِالَّتِيْ
هِيَ Kecuali dengan cara yang |
مَالَ الْيَتِيْمِ Harta anak yatim |
وَلَا تَقْرَبُوْا Dan jangnlah kamu mendekati harta
anak yatim |
||
بِالْقِسْطِۚ Dengan adil |
وَالْمِيْزَانَ Dan timbangan |
الْكَيْلَ Takaran |
وَأَوْفُوا Dan sempurnakanlah |
أَشُدَّهٗۚ Usa dewasa |
||
فَاعْدِلُوْا Maka berbicaralah sejujurnya |
وَإِذَا قُلْتُمْ Apabila kamu berbicara |
إِلَّا وُسْعَهَاۚ Melainkan menurut kesanggupannya |
نَفْسًا Seseorang |
لَا نُكَلِّفُ Kami tidak membebani |
||
ذٰلِكُمْ Demikianlah |
أَوْفُوْاۗ Penuhilah |
وَبِعَهْدِ اللّٰهِ Diatas janji Allah SWT |
ذَا قُرْبٰىۚ Kerabatmu |
وَلَوْ كَانَ Sekalipun dia |
||
ۙتَذَكَّرُوْنَ Ingat |
لَعَلَّكُمْ Agar kamu |
وَصّٰكُمْ بِهٖ Dia memerintahkan kepadamu |
||||
-Tafsir Global Q.S. Al-An’am ayat
152
Dan janganlah
kalian mendekati wahai para penerima wasiat, harta anak yatim yang meningggal
bapaknya sedangkan dia masih kecil kecuali dengan cara yang menyebabkan
hartanya menjadi lebih baik dan dapat dia manfaatkan, sampai dia mencapai usia
baligh dan berakala matang. Ketika dia telah mencapainya, maka serahkanlah
hartanya kepadanya. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil hingga
sempurna dan penuh. Apabila kalian telah mengerahkan usaha-usaha kalian, maka
tidak masalah bagi kalian dalam hal yang mungkin masih terjadi kekurangan
padanya. Kami tidak membebani seseorang, melainkan sekedar kesanggupannya. Jika
kalian berkata, maka usahakanlah sekuat tenaga untuk berbuat adil dalam berucap
tanpa condong dari kebenaran, baik dalam menyampaikan berita, persaksian dan
pemutusan hukum serta pemberian pembelaan. Walaupun obyek yang terkait dengan
ucapan tersebut merupakan kaum kerabat dari kalian. Maka janganlah kalian
condong kepadanya tanpa alasan yang benar. Dan penuhilah janji Allah yang
mengikat kalian untuk komitmen dengan syariatNya. Hal-hal yang dibacakan kepada
kalian ini yang berupa hukum-hukum, Allah memerintahkan kalian untuk
melaksanakannya dengan harapan kalian mau mengingat-ngingat nasib kalian kelak.
4. Jujur
·
(Q.S
Al-Baqarah: 282)
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ
اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ
بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ
اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ
رَبَّهٗ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔاۗ فَاِنْ كَانَ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ
سَفِيْهًا اَوْ ضَعِيْفًا اَوْ لَا يَسْتَطِيْعُ اَنْ يُّمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهٗ
بِالْعَدْلِۗ وَاسْتَشْهِدُوْا شَهِيْدَيْنِ مِنْ رِّجَالِكُمْۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُوْنَا
رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَّامْرَاَتٰنِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَۤاءِ اَنْ تَضِلَّ
اِحْدٰىهُمَا فَتُذَكِّرَ اِحْدٰىهُمَا الْاُخْرٰىۗ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَۤاءُ اِذَا
مَا دُعُوْا ۗ وَلَا تَسْـَٔمُوْٓا اَنْ تَكْتُبُوْهُ صَغِيْرًا اَوْ كَبِيْرًا اِلٰٓى
اَجَلِهٖۗ ذٰلِكُمْ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ وَاَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَاَدْنٰىٓ اَلَّا
تَرْتَابُوْٓا اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيْرُوْنَهَا بَيْنَكُمْ
فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَلَّا تَكْتُبُوْهَاۗ وَاَشْهِدُوْٓا اِذَا تَبَايَعْتُمْ
ۖ وَلَا يُضَاۤرَّ كَاتِبٌ وَّلَا شَهِيْدٌ ەۗ وَاِنْ تَفْعَلُوْا فَاِنَّهٗ فُسُوْقٌۢ
بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ وَيُعَلِّمُكُمُ
Arab-Latin: Ya ayyuhallażīna amanu Iza tadāyantum bidainin ila
ajalim Musamman faktubụh, walyaktub bainakum kātibum bil-'adli wa La ya`ba
kātibun ay yaktuba Kama 'allamahullāhu falyaktub, walyumlilillażī' alaihil-ḥaqqu
walyattaqillāha rabbahụ wa la yabkhas min-hu syai`ā, ing fa kānallażī 'alaihil-ḥaqqu
safīhan au ḍa'īfan au lā yastaṭī'u ay yumilla huwa falyumlil waliyyuhụ
bil-'adl, wastasy-hidụ syahīdaini mir rijālikum, fa il il lam yakụnā rajulaini
fa rajuluw wamimasy man an taḍilla iḥdāhumā fa tużakkira iḥdāhumal-ukhrā, wa lā
ya`basy-syuhadā`u iżā mā du'ụ, wa lā tas`amū an taktubụhu ṣagīran au kabīran
ilāisy ajalih, żālikum aqsaṭu 'indallāhi wa aqnāqsaṭu' indallāhi wa aqwā illā
an takụna tijāratan ḥāḍiratan tudīrụnahā bainakum fa laisa 'alaikum junāḥun
allā taktubụhā, wa asy-hidū iżā tabāya'tum wa lā yuḍārra kātibuw wa lā syahīd,
wa in taf'alụ fa innahụ fusụqum bikum, wattaqullāh, wa yu'allimukumullāh,
wallāhu bikulli syai`in 'alīm.[16]
Terjemah Arti: “Hai orang-orang yang beriman, izin kamu
bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, kemudianlah kamu
menuliskannya. Dan permintaanlah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya kepada Allah
memerintahnya, meka akanlah ia menulis, dan memungkinkanlah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan didukunglah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun yang
diberdayakan. Jika yang berhutang itu kepada orang yang lemah akalnya atau
lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka cobalah
walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang dari orang-orang
lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki
dan dua perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, sarat jika seorang lupa
maka yang seorang mengingatkannya. Jangan saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) yang dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik
kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah
itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa
bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah kunjungan kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulitkan. Jika kamu
lakukan (yang demikian), maka sebenarnya hal itu adalah suatu kefasikan pada
dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.”[17]
-Mufrodat
Q.S. Al-Baqarah ayat 282
مُّسَمًّى Yang
ditentukan |
إِلٰى أَجَلٍ Untuk waktu |
إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ Apabila kamu
melakukan utang piutang |
اٰمَنُوْا beriman |
يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ Wahai
orang-orang yang |
أَنْ يَّكْتُبَ Untuk
menuliskannya |
وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ Janganlah
penulis menolak |
بِالْعَدْلِۖ Dengan benar |
وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌ Dan hendak
lah seorang penulis diantara kamu menuliskannya |
فَاكْتُبُوْهُۗ Hendaklah
kamu menuliskannya |
رَبَّهٗ Tuhannya |
وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ Dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah |
وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ Dan
hendaklah orang yang berhutang itu mendiktekan |
فَلْيَكْتُبْۚ Maka
hendaklah dia menuliskan |
كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ Sebagaimana
Allah telah mengajarkannya |
سَفِيْهًا Orang yang
kurang akalnya |
فَإِنْ كَانَ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ Jika orang yang
berhutang itu |
شَيْئًاۗ Sedikitpun |
مِنْهُ Dari padanya |
وَلَا يَبْخَسْ Dan
janganlah dia mengurangi |
بِالْعَدْلِۗ Dengan adil
(benar) |
فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهٗ Maka
hendaklah walinya mendiktekannya |
أَنْ يُّمِلَّ هُوَ Mendiktekan
sendiri |
أَوْ لَا يَسْتَطِيْعُ Atau tidak
mampu |
أَوْ ضَعِيْفًا Atau lemah
keadaannya |
فَرَجُلٌ Maka boleh
seorang laki-laki |
فَإِنْ لَّمْ يَكُوْنَا رَجُلَيْنِ Jika tidak
ada (saksi) dua orang laki-laki |
مِنْ رِّجَالِكُمْۚ Dari
laki-laki dianatara kamu |
شَهِيْدَيْنِ Dengan dua orang
saksi |
وَاسْتَشْهِدُوْا Dan
persaksikanlah |
فَتُذَكِّرَ Maka
mengingatkannya |
أَنْ تَضِلَّ إِحْدٰهُمَا Agar jika
seorang lupa |
مِنَ الشُّهَدَاءِ Dari para
saksi yang ada |
مِمَّنْ تَرْضَوْنَ Diantara
orang-orang yang kamu sukai |
وَّامْرَأَتٰنِ Dan dua orang
perempuan |
أَنْ تَكْتُبُوْهُ Menuliskannya
|
وَلَا تَسْأَمُوْا Dan
janganlah kamu bosan |
إِذَا مَا دُعُوْاۗ Apabila
dipanggil |
وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ Dan
janganlah saksi-saksi itu menolak |
إِحْدٰهُمَا الْأُخْرٰىۗ Yang seorang
lagi |
Lanjut...
أَقْسَطُ Lebih adil |
ذٰلِكُمْ Yang
demikian itu |
إِلٰى أَجَلِهٖۗ Untuk batas
waktunya |
أَوْ كَبِيْرًا Ataupun yang
besar |
صَغِيْرًا Baik (utang
itu) kecil |
أَلَّا تَرْتَابُوْا Kepada
ketidakraguan |
وَأَدْنٰى Dan lebih
mendekatkan kamu |
لِلشَّهَادَةِ Kesaksian |
وَأَقْوَمُ Lebih dapat
menguatkan |
عِنْدَ اللّٰهِ Di sisi Allah |
بَيْنَكُمْ Diantara
kamu |
تُدِيْرُوْنَهَا Yang kamu
jalankan |
حَاضِرَةً Tunai |
تِجَارَةً Merupakan
pedagang |
إِلَّا أَنْ تَكُوْنَ Kecuali jika
hal itu |
وَلَا يُضَارَّ
كَاتِبٌ Dan
janganlah dipersulit |
إِذَا تَبَايَعْتُمْۖ Apabila kamu
jual beli |
وَأَشْهِدُوْا Dan ambillah
saksi |
أَلَّا تَكْتُبُوْهَاۗ Jika kamu
tidak menuliskannya |
فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ Maka tidak
ada dosa bagi kamu |
بِكُمْۗ Pada kamu |
فُسُوْقٌ Suatu
kefasikan |
فَإِنَّهٗ Maka sungguh
hal itu |
وَإِنْ تَفْعَلُوْا Jika kamu
lakukan yang demikian |
.ۗ وَّلَا شَهِيْدٌ Dan begitu
juga saksi |
عَلِيْمٌ Maha
mengetahui |
بِكُلِّ شَيْءٍ Atas segala
sesuatu |
وَاللَّهُ Dan Allah |
وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُۗ Allah membeirkan
pengajaran kepadamu |
وَاتَّقُوا اللَّهَۗ Dan
bertakwalah kamu kepada Allah |
·
(Q.S
Al-Baqarah: 283)
وَاِنْ كُنْتُمْ عَلٰى سَفَرٍ وَّلَمْ تَجِدُوْا
كَاتِبًا فَرِهٰنٌ مَّقْبُوْضَةٌ ۗفَاِنْ اَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِى
اؤْتُمِنَ اَمَانَتَهٗ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَۗ
وَمَنْ يَّكْتُمْهَا فَاِنَّهٗٓ اٰثِمٌ قَلْبُهٗ ۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ ࣖ
Arab-Latin: Wa ing kuntum 'alā
safariw wa lam tajidụ kātiban fa rihānum maqbụḍah, fa in amina ba'ḍukum ba'ḍan
falyu`addillażi`tumina amānatahụ walyattaqillāha rabbah, wa lā
taktumusy-syahādah, wa may yaktum-hā fa innahū āṡimung qalbuh, wallāhu bimā
ta'malụna 'alīm[18]
Terjemah Arti: “Jika kamu dalam
perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh
seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.”[19]
-Mufrodat Q.S. Al-Baqarah Ayat 283
فَرِهٰنٌ Maka ada barang jaminan |
كَاتِبًا Seorang penulis |
وَّلَمْ تَجِدُوْا Sedang kamu tidak mendapatkan |
عَلٰى سَفَرٍ Dalam perjalanan |
وَإِنْ كُنْتُمْ Dan jika kamu |
أَمَانَتَهٗ Amanatnya (utangnya) |
فَلْيُؤَدِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ Hendaklah yang dipercayai itu menunaikan |
بَعْضًا Sebagian yang lain |
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ Tetapi jika sebagian kamu mempercayai |
مَّقْبُوْضَةٌۗ Yang dipegang |
وَمَنْ Karena barang siapa |
الشَّهَادَةَۗ Kesaksian |
وَلَا تَكْتُمُوا Dan janganlah kamu menyembunyikan |
رَبَّهٗۗ Tuhannya |
وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ Dan hendaklah ia bertawa kepada Allah |
وَاللّٰهُ Allah SWT |
قَلْبُهٗۗ Hatinya |
اٰثِمٌ (Kotor) dosa |
فَإِنَّهٗ Sungguh |
يَكْتُمْهَا Menyembunyikan nya |
عَلِيْمٌ Maha mengetahui |
بِمَا تَعْمَلُوْنَ Atas apa yang kamu kerjakan |
-Asbabun Nuzul Q.S. Al-Baqarah ayat 283
Amanah adalah kepercayaan dari yang
memberi terhadap yang diberi atau dititipi, bahwa sesuatu yang diberikan atau dititipkan
kapanya itu akan akan dipelihara sebagaimana mestinya, dan pada saat yang
menyerahkan memintanya kembali, maka ia akan menerima utuh sebagaimana adanya
tanpa keberatan dari yang dititipi. Yang menerimapun menerimanya atas dasar
kepercayaan dari pemberi bahwa apa yang diterimanya, diterima sebagaimana
adanya, dan kelak si pemberi atau penitip tidak akan meminta melebihi apa yang
diberikan atau disepakati kedua pihak.
Kepada para saksi, yang pada
hakikatnya juga memikul amanah kesaksian, diingatkan, janganlah kamu, wahai
para saksi, menyembunyikan persaksian, yakni jangan mengurangi, melebihkan,
atau tidak menyampaikan sama sekali, baik yang diketahui oleh pemilik hak maupun
yang tidak diketahuinya. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.
-Tafsir Global Q.S. Al-Baqarah ayat
283
Dan jika kalian tengah bepergian
jauh, sedang kalian tidak menjumpai seorang pencatat bagi kalian, maka
serahkanlah kepada pemilik hak (piutang) sesuatu yang menjadi jaminan di
sisinya bagi haknya sampai orang yang berhutang mengembalikan tanggungan
hutangnya. Jika sebagian dari kalian saling percaya dengan yang lain, maka
tidak mengapa untuk mengabaikan pencatatan (transaksi hutang), persaksian dan
jaminan barang, dan kemudian hutang tetap menjadi amanat (tanggungan) pihak
penghutang yang wajib membayarkannya, dia harus merasa diawasi oleh Allah SWT,
tidak menghiananti partnernya itu. Apabila penghutang mengingkari kewajiban
hutangnya, sedang disitu ada orang yang dahulu hadir dan menyaksikan, maka
kewajiban orang tersebut untuk mengajukan persaksiannya. Dan barangsiapa yang
menyembunyikan persaksiannya, maka orang itu orang yang berhati penghianat lagi
jahat. Dan Allah SWT maha mengetahui rahasia-rahasia hati, ilmu-NYA meliputi
seluruh urusan kalian dan akan memberikan balasan kepada kalian sesuai dengan
amal perbuatan kalian.
5.Sebaik-baik Saksi
·
Q.S. Al-Maarij
ayat [70]:33
وَالَّذِيْنَ هُمْ
بِشَهٰدٰتِهِمْ قَاۤىِٕمُوْنَۖ
Arab-Latin:
Wallażīna hum bisyahādātihim qā`imụn
Terjemah
arti: ”Dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya” (Q.S
Al-Ma’arij ayat 33)[20].
-Mufrodat Q.S.
Al-Ma’arij ayat 33
قَاۤىِٕمُوْنَۖ Beregang
teguh |
بِشَهٰدٰتِهِمْ Dengan
kesaksiannya |
هُمْ Mereka |
وَالَّذِيْنَ Dan
orang-orang yang |
-Asbabun Nuzul
Q.S. Al-Ma’arij ayat 33
Termasuk
golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah surat Al Haaqqah. Perkataan
Al Ma'arij yang menjadi nama bagi surat ini adalah kata jamak dari Mi'raj,
diambil dari perkataan Al Ma'arij yang terdapat pada ayat 3, yang artinya
menurut bahasa tempat naik. Sedang para ahli tafsir memberi arti
bermacam-macam, di antaranya langit, nikmat karunia dan derajat atau tingkatan
yang diberikan Allah s.w.t kepada ahli surga.[21]
-Tafsir Global
Q.S. Al-Ma’arij ayat 33
Barangsiapa menunaikan hajat
biologisnya bukan pada istri atau hamba sahaya, maka mereka adalah orang-orang
yang melampaui batas yang halal kepada yang haram. Dan juga orang-orang yang
menjaga amanat Allah dan amanat hamba-hamba. Juga orang-orang yang menjaga
janji-janji mereka dengan Allah dan dengan manusia. Juga orang-orang yang
menunaikan kesaksian mereka dengan benar tanpa merubah atau menyembunyikan.
Juga orang-orang yang menjaga shalat dan tidak menyepelekan kewajibannya.
Orang-orang dengan sifat-sifat mulia di atas tinggal di dalam surga yang penuh
kenikmatan, di dalamnya mereka dimuliakan dengan berbagai bentuk pemuliaan.[22]
-Kandungan Hukum Q.S. Al-Ma’arij
ayat 33
Orang yang berpegang teguh dengan
kesaksiannya” yang terdapat dalam ayat ini ialah orang yang mau melaksanakan
kesaksian bila diperlukan dan bila menjadi saksi, ia melakukannya dengan benar,
tidak berbohong, tidak mengubah atau menyembunyikan sesuatu dalam kesaksiannya
itu. akan tetapi mereka memberikan kesaksiannya, dan mereka harus konsisten
melaksanakanya tanpa merubah serta mengantinya Firman Allah:Dan janganlah kamu
menyembunyikan kesaksian, karena barang siapa menyembunyikannya, sungguh,
hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan...
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pembicaraan tentang saksi dibagi menjadi tiga, yaitu sifat-sifat
saksi, jenis kelamin, dan bilangannya. Sifat-sifat yang dipegangi dalam
penerimaan saksi secara garis besar ada lima, yaitu adil, dewasa, islam,
merdeka, dan tidak diragukan niat baiknya. Sebagian sifat ini telah disepakati
dan sebagian yang lain masih diperselisihkan. Hukum memberikan saksi adalah fardhu
kifayah, dengan kata lain, jika terjadi suatu perkara dan seseorang
menyaksikan perkara tersebut maka fardhu kifayah baginya untuk memberikan
kesaksian di pengadilan dan jika tidak ada pihak lain yang bersaksi atau jumlah
saksi tidak mencukupi tanpa dirinya maka ia menjada fardhu a’in. dengan
pemahaman ini saksi tentu tidak akan keberatan atau mangkir dari memberi
kesaksia di pengadilan sebab ia merupakan perbuatan yang bernilai pahala.
Selain itu, kesaksian harus didasarkan pada keyakinan pihak saksi, yakni
berdasarkanpenginderaanya secara langsung pada peristiwa tersebut.
Dalam sidang pengadilan jinayah yang terdiri dari satu majelis
yaitu majlisul al-imamah al-qubro dalam proses pemeriksaan usaha pengungkapan
atau penggalian fakta didasarkan pada alat bukti, dalam hal ini adalah
keterangan seorang saksi sebagai bahan landasan tetap untuk penjatuhan pidana
atau takzir kepada terdakwa. Sedangkan saksi juga digunakan sebagai hujjatul
al-ahkam sebagai bentuk pembelaan tehadap tuduhan yang disandarkan kepada
terdakwa sehingga majlisul al-imamah alqubro mewajibkan adanya saksi
pada saat proses pembuktian mewajibkan (fardhu a’in) dikarenakan
kesalaan dan pembenaran yang merupakan faktahukum terangkai dalam proses
pembuktian yang berasal dari keterangan saksi-saksi, hal ini sangat
dipertanggungjawabkan oleh majlisul al-imamahal-qubro
B.Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih memerlukan kritikan dan saran
bagi pembahasan materi tersebut. Selanjutnya kami berharap makalah yang kami
buat dapat membantu pembaca agar dapat memahami.
DAFTAR PUSTAKA
https://tafsirweb.com/1049-quran-surat-al-baqarah-ayat-283.html
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Hukum
Acara Peradilan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Belajar 2006), hlm. 137
Lily
Rosita., Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, (Bandung: Mandar Maju,
1996), hlm. 49
Hari Sasangka dan Lily Rosita., Hukum
Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Untuk Mahasiswa dan Praktisi, (Bandung:
Mandar Maju, 2003), hlm 90
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1989, hlm.
70
https://www.tokopedia.com/s/quran/al-baqarah/ayat-283
http://repository.uin-suska.ac.id/5372/4/BAB%20III.pdf
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/5597/6/BAB%20III.pdf
Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir
Ayat-Ayat Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, Cetakan I,
halaman 241-243
[1] Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Hukum Acara Peradilan Islam,
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006), hlm. 137
[2] Lily Rosita., Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana,
(Bandung: Mandar Maju, 1996), hlm. 49
[3] https://www.tokopedia.com/s/quran/al-maidah/ayat 106#:~:text=106.&text=Wahai%20orang%2Dorang%20yang%20beriman,berlainan%20(agama)%20dengan%20kamu.
[4] Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, Cetakan I, halaman 241-243
[5] Ahmad Baidowi, Tafsir Feminis Kajian Perempuan dalam Al-Qur’an
dan Mufasir Kontemporer, Bandung: Penerbit Nuansa, 2005, Cet. ke-I, hlm.
117
[6] Ibn ‘Abidin, Radd
al-Mukhtār, ( Mesir : Mustafa al-Babiy al-Halabi, 1966 ), juz V, Hal. 462
[7] https://alquran-asbabunnuzul.blogspot.com/2014/12/al-maidah-ayat-106-108.html
[8] https://tafsirweb.com/37029-quran-surat-ath-thalaq-ayat-2-3.html
[9] https://tafsirweb.com/37029-quran-surat-ath-thalaq-ayat-2-3.html
[10] Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1989, hlm.
70
[11] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur‟an vol.1, 570-571
[12] Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1989, hlm.
70
[13] Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, Cetakan I, halaman 241-243
[14] Ahmad Baidowi, Tafsir Feminis Kajian Perempuan dalam Al-Qur’an
dan Mufasir Kontemporer, Bandung: Penerbit Nuansa, 2005, Cet. ke-I, hlm.
117
[15]
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/12/20/tafsir-ibnu-katsir-surah-al-anam-ayat-152/
[16]
https://tafsirweb.com/1048-quran-surat-al-baqarah-ayat-282.html
[17]
https://www.tokopedia.com/s/quran/al-baqarah/ayat-282
[18] https://www.tokopedia.com/s/quran/al-baqarah/ayat-283
[19]
https://tafsirweb.com/1049-quran-surat-al-baqarah-ayat-283.html
[20] https://www.tokopedia.com/s/quran/al-maarij/ayat-33
[21] https://tafsirweb.com/11329-quran-surat-al-maarij-ayat-33.html
[22]
https://tafsirweb.com/11329-quran-surat-al-maarij-ayat-33.html