TUJUAN FILOSOFI TERHADAP HUKUM IBADAH I MAKALAH FILSAFAT HUKUM ISLAM

 

TUJUAN FILOSOFI TERHADAP HUKUM IBADAH I
MAKALAH FILSAFAT HUKUM ISLAM

 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kehidupan manusia di dunia merupakan anugrah dari Allah swt dengan segala pemberitahuannya, manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bida di rasakan oleh dirinya tetapi dengan anugrah tersebut kadangkala manusia lupa dengan dzat Allah swt yang telah memeberikannya. Sebab itu, manusia harus mendapatkan suatu bimbinhan sehingga dala kehidupannya dzat berbuat sesuai bimbingan Allah SWT atau memanfaatkan anugrah Allah swt. Hidup yang di bombing oleh Syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan tujuan Allah swt dan rosulnya, salah satu cara untuk mencapai tuntutan tersebut adalah dengan beribadah.

 Sebagai penganut agama islam tentunnya kita sudah banyak mengetahui tentang beribadah telah di syariatkan dalam isalm sendiri, namun dari kita banyak tidak mengetahui hakikat beribadah. Kita hanya menjalankan apa yang telah di syariatkan islam tanpa berfikir lebih radikal yang berfikir secara lebih dalam lagi hakikat beribadah. Sehingga kita mampu memahami hikmah hikmah dalam beribadah. Dalam hal ini sesungguhnya Allah memberi amanah yang di ciptakan di muka bumi ini yaitu sebagai khalifah atau memimpin di muka bumi ini dan amanah itu merupakan sebuah kewajiban. Maka sebagai khilafah di muka bumi kita harus menunaikan kewajiban yang Allah berikan kepada kita yaitu kewajiban beribadah kepadanya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Tinjauan Filosofis Ibadah Thaharah?

2.      Bagamamana Tinjauan Filosofis Terhadap Ibadah Sholat

C.     Tujuan Masalah

1.      Mengetahui Tinjauan Filosofis Ibadah Thaharah.

2.      Mengetahui Tijnauan Filosofis Ibadah Shola

 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tinjauan Filosofis Thaharah

Islam memberi perhatian yang sangat besar terhadap bersuci (thahârah). Ia bahkan menjadi syarat berbagai aktivitas ibadah tertentu. Bersuci merupakan perintah agama yang bisa dikatakan selevel lebih tinggi dari sekadar bersih-bersih. Sebab, tak setiap yang bersih adalah suci. Thahârah terbagi menjadi dua, yakni bersuci dari najis dan bersuci dari hadats. Bersuci dari najis dilakukan dengan berbagai cara tergantung dengan tingkatan najis: berat (mughalladhah), sedang (mutawassithah), atau ringan (mukhaffafah). Sementara bersuci dari hadats dilakukan dengan wudhu (untuk hadats kecil) dan mandi (untuk hadats besar) atau tayamum bila dalam kondisi terpaksa.[1]

1.      Pengertian Thaharah

Thaharah menurut bahasa artinya bersih, suci. Sedangkan menurut istilah syara’ thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.Sedangkan pengertian thaharah secara istilah, thaharah artinya menghilangkan hadats, najis dan kotoran menggunakan air atau pengganti air (tanah) yang bersih sesuai ajaran Islam. Hadats, najis dan kotoran yang dimaksud yang dapat membuat tidak sahnya ibadah seperti shalat dan ibadah lainnya. Secara umum, pembagian thaharah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu thaharah ma'nawiyah dan  thaharah nissiyah. Thaharah ma'nawiyah meliputi thaharah hati atau rohani, sedangkan thaharah nissiyah meliputi thaharah badan atau jasmani.

a)      Thaharah ma’nawiyah

Thaharah ma'nawiyah atau thaharah qalbu (hati), adalah bersuci dari syirik dan maksiat dengan cara bertauhid dan melakukan kegiatan amal sholeh. Thaharah ini menjadi yang paling utama dibandingkan thaharah nissiyah, karena thaharah nissiyah tak dapat dilaksanakan jika hati kita belum suci. Untuk itu, sebagai muslim kita harus mensucikan diri dan jiwa kita dari perbuatan syirik dan munafik serta kegiatan maksiat lain seperti dengki, sombong, dendam, benci, riya' dan lain-lain.

b)      Thaharah nissiyah

Thaharah Nissiyah atau thaharah badan/jasmani, adalah mensucikan bagian tubuh dari hadats (baik  hadas kecil maupun hadas besar), najis dan segala jenis kotoran. Untuk menghilangkan hadas kecil kita harus berwudhu dan untuk menghilangkan hadas besar kita harus mandi besar. Jika dalam kondisi tidak ada air, maka kita boleh melakukan tayamum dengan menggunakan pengganti air yaitu tanah atau debu. Kita juga harus membersihkan tubuh dari macam macam najis yang ada[2]

2.      Sarana Thaharah

Sarana atau alat untuk thaharah adalah dengan air dan tanah (debu) sebagai pengganti daripada air, baik air maupun tanah dapat digunakan untuk berwudhu, mandi dan tayamum. Berwudhu digunakan untuk bersuci dari hadas kecil, dan madi digunakan untuk bersuci dari hadas besar, diantara air sebagai sarana thaharah adalah:Air yang dapat dipakai untuk bersuci ialah air yang bersih yaitu air yang turun dari langit atau air yang keluar dari bumi yang belum dipakai untuk bersuci. Contoh air yang suci dan mensucikan adalah :

1)      Air Embun

2)        Air Hujan

3)       Air Sumur

4)      Air Salju

5)      Air Sungai

6)      Air Laut

7)       Air Telaga

3.      Cara-Cara Thaharah

Cara-cara thaharah menurut pembagian najisnya:

1)      Najis ringan (najis mukhafafah)

Najis mukhafafah adalah najis yang berasal dari air kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun kecuali air susu ibunya saja dan umurnya kurang dari 2 tahun. Cara membersihkan najis ini cukup dengan memercikkan air kebagian yang terkena najis.

2)      Najis sedang (najis mutawassitah)

Yang termasuk kedalam golongan najis ini adalah kotoran, air kencing dan sebagainya. Cara membersihkannya cukup dengan membasuh atau menyiramnya dengan air sampai najis tersebut hilang (baik rasa, bau dan warnanya).

3)      Najis berat (najis mughalazah)

Najis berat adalah suatu materi yang kenajisannya ditetapkan berdasarkan dalil yang pasti (qat’i)  yaitu anjing dan babi. Cara membersihkannya yaitu dengan menghilangkan barang najisnya terlebih dahulu lalu mencucinya dengan air bersih sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan tanah atau batu

4.      Dasar Hukum Tharahah

a)      Al-Quran

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya:“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai

  orang-orang yang mensucikan diri”. (Q.S Al-Baqarah: 222).[3]

Artinya:

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرۡ 

“dan pakaianmu bersihkanlah” (Q.S. Al-Mudatstsir).

a)    Dalam Hadtis.

لايقبل الله لاةبغيرطهورولاصدقةمن غلول         

"Allah tidak akan menerima Shalat tanpa dalam keadaan suci, dan tidak akan menerima shadaqah yang bersumber dari penipuan.”

(H.R. At Tirmidzi yang bersumber dari Ibnu Umar).

 

الطهور شطر الاءيمان

 “Kebersihan itu sebagian dari iman.”

Karena bersuci merupakan syarat sah untuk mengerjakan salat. Nabi Saw bersabda:

عن ابي بكر ةقال رسول الله صلى الله عليه وسلم لايقبل الله صلاة بغير طهور ولاصدقة من غلول

“Allah tak akan menerima salat tanpa bersuci dan tak menerima sedekah dari harta curian.” (Hr.Ibnu Majah).[4]

Riwayat Bukhori dan Muslim yang berbunyi:

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌأَخْرَجَهُ الثَّلَاثَةُ وَصَحَّحَهُ أَحْمَد 

Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya (hakekat) air adalah suci dan mensucikan, tak ada sesuatu pun yang menajiskannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).[5]

عن ابي بكر ةقال رسول الله صلى الله عليه وسلم لايقبل الله صلاة بغير طهور ولاصدقة من غلول

“Allah tak akan menerima salat tanpa bersuci dan tak menerima sedekah dari harta curian.” (H. R. Ibnu Majah).[6]

5.      Hikmah Pensyariatan Thaharah

            Sebagaimana ibadah-ibadah lainnya, perintah bersuci ini mengandung hikmah atau kebijaksanaan. Setidaknya ada empat hikmah tentang disyariatkannya thahârah sebagaimana disarikan dari kitab al-Fiqh al-Manhajî ‘ala Madzhabil Imâm asy-Syâfi‘î karya Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan ‘Ali asy-Asyarbaji. [7]

1)      Pertama, bersuci merupakan bentuk pengakuan Islam terhadap fitrah manusia. Manusia memiliki kecenderungan alamiah untuk hidup bersih dan menghindari sesuatu yang kotor dan jorok. Karena Islam adalah agama fitrah maka ia pun memerintahkan hal-hal yang selaras dengan fitrah manusia.

2)       Kedua, menjaga kemuliaan dan wibawa umat Islam. Orang Islam mencintai kehidupan bermasyarakat yang aman dan nyaman. Islam tidak menginginkan umatnya tersingkir atau dijauhi dari pergaulan lantaran persoalan kebersihan. Seriusnya Islam soal perintah bersuci ini menunjukkan komitmennya yang tinggi akan kemuliaan para pemeluknya.

3)      Ketiga, menjaga kesehatan. Kebersihan merupakan bagian paling penting yang memelihara seseorang dari terserang penyakit. Ragam penyakit yang tersebar umumnya disebabkan oleh lingkungan yang kotor. Karena itu tidak salah pepatah mengungkapkan, “kebersihan adalah pangkal kesehatan”. Anjuran untuk membersihkan badan, membasuh wajah, kedua tangan, hidung, dan kedua kaki, berkali-kali saban hari relevan dengan kondisi dan aktivitas manusia. Sebab, anggota-anggota tubuh itu termasuk yang paling sering terpapar kotoran.

4)      Keempat, menyiapkan diri dengan kondisi terbaik saat menghadap Allah: tidak hanya bersih tapi juga suci. Dalam shalat, doa, dan munajatnya, seorang hamba memang seyogianya suci secara lahir dan batin, bersih jasmani dan rohani, karena Allah yuhhibbut tawwâbîna yayuhibbul mutathahhirîna (mencintai orang-orang yang bertobat dan menyucikan diri).

B.     Tinjauan Filosofis Sholat

Secara filosofis, ibadah dalam Islam tidak semata-mata bertujuan untuk menyembah Allah. Sebab, disembah maupun tidak disembah Allah tetaplah Allah. Esensi ketuhanan-Nya tidak akan berkurang meskipun seluruh manusia dan yang ada di jagad raya ini tidak menyembah-Nya.Ibadah merupakan upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah[8]. Ibadah merupakan komunikasi langsung antara hamba dan RabbNya, sekaligus tarbiyyah untuk selalu marasa dekat dengan Allah dan cinta kepada-Nya[9]. Manhaj ibadah memenuhiIbadah adalah tarbiyyah untuk memerangi kelemahan tersebut dan jalan untuk meraih keluhuran dan kekuatan Kekuatan yang dimaksud adalah mengendalikan hawa nafsu dan menegakkan keadilan. Salah satu ibadah yang memberikan pengaruh tarbiyyah adalah shalat. Shalat secara umum merupakan ringkasan dari konsep Al-Qur’an tentang manusia, bahwa ia terdiri dari ruh, akal, dan jasad. Seluruh gerakan shalat merupakan aktifitas yang berfungsi untuk mengembangkan kekuatan ruh, akal dan jasad.

Pelaksanaan ibadah merupakan pengaturan hidup seorang muslim baik itu melalui shalat maupun ibadah lainnya seperti zakat atau haji. Shalat adalah ibadah pertama yang diwajibkan oleh Allah. Perintah shalat diterima langsung oleh Rasulullah saw tanpa melalui perantara. Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya sumbangsih shalat terhadap diri seorang muslim, dari gerakan shalatnya dapat diperoleh manfaat kesehatan seperti olahraga fisik yang diperlukan untuk kesehatan tubuh dan memeliharanya dari penyakit.Ibadah shalat merupakan salah satu bentuk perwujudan tertinggi pengesaan seorang hamba kepada Rabbnya. Dengan shalat, seorang hamba melakukan komunikasi langsung dengan Rabbnya. Memuja, tunduk, mengakui ketuhanan, dan keesaan Allah secara mutlak di hadapan-NyaShalat juga memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Salah satunya memberikan penyembuhan manusia dari duka cita dan kegelisahan sikap berdiri di waktu shalat dengan khusyuk, berserah diri dan pengosongan diri dari kesibukan dan permasalahan hidup duniawi dapat menimbulkan perasaan tenang, bahagia dan damai dalam jiwanya serta dapat mengatasi perasaan ketegangan yang ditimbulkan oleh tekanan jiwa yang selalu berkecamuk dalam diri dan jiwanya. Kegiatan ibadah khususnya di lembaga pendidikan Islam merupakan salah satu bentuk pendidikan dan sarana manifestasi peserta didik atas berbagai macam bentuk ilmu pengetahuan terutama dalam hal pengetahuan agama dalam rangka memenuhi tujuan Tuhan menciptakan manusia, serta sebagai perwujudan rasa syukur atas kenikmatan ilmu pengetahuan yang dimiliki Segala bentuk kenikmatan ilmu pengetahuan, akal dan kemauan, serta keberadaan ini (yang ada di dunia) ditundukkan demi kepentingan manusia. Dengan demikian, jelaslah peribadatan itu menjadi hak milik Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap makhluk. [10]Di dalam ibadah pada hakikatnya terdapat beberapa konsentrasi untuk meluruskan sebuah tujuan. Salah satu contoh adalah shalat dhuha sebagai perwujudan rasa syukur dan memudahkan jalan rezeki.

1.      Hakekat Dan Pengertian Sholat

Pengertian Shalat secara bahasa berarti do’a memohon kebaikan dan pujian.Sedangkan Shalat dalam perspektif Fiqih adalah beberapa ucapan dan perbuatan yangdimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam, dan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan[11]. Kata As-shalah dalam bahasa Arab itu mempunyai dua makna (dua akar kata)yaitu shalla dan washala. Shalla artinya berdo’a, jadi kita memohon atau menyeru kepadaAllah. Washala artinya sama dengan shilah, yaitu menyambungkan. Jadi Shalat itumempunyai makna adanya ketersambungan kita sebagai hamba dengan Allah. Dalam pengertian lain Shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannyasebagai bentuk ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, sertasesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’. Shalat dalam pandanganIslam adalah merupakan bentuk komunikasi manusia dengan Tuhannya dan sekaligussebagai cermin keimanan bagi seorang mukmin.

Dalam kajian tasawuf, secara umum ada dua makna sufistik Shalat. Pertama, Shalat itu adalah mi’raj artinya mendaki, taraqqi menuju Allah. Dan setiap kali hamba Tuhanakan mendaki (mi’raj) pada saat itu Tuhan akan turun. Misalnya bagi orang yang Shalat,tetapi Shalat itu tidak pernah mengangkatnya maka Shalatnya itu diragukan. Karena merasa tidak dekat dengan Allah. Artinya orang itu baru Shalat secara lahiriyah dan secarasufistik belum menimbulkan perubahan yang ada dalam dirinya. Karena tujuan dari padaShalat bukan sekedar gerakan-gerakan badan, tetapi adanya keterkaitan hati dengan Allah.Di dalam sejarah, Shalatnya Nabi saw. Dan para sufi, badannya gemetar, mukanya pucat, bibirnya kadang bergetar saat membaca ayat-ayat Allah. Kalau ingin memperoleh Shalatyang seperti itu, maka Shalatlah seperti orang yang akan meninggal besok. Shalli Shalatan Shalata muwatti’, Shalatlah seperti orang yang akan melepaskan atau meninggalkan dunia.Kalau kita mengetahui besok akan mati, pasti akan menyiapkan segala sesuatunya, salah satunya dengan melakukan Shalat dengan sebaik-baiknya.Seperti kata Rasul, kalau ingin memperoleh Shalat yang bisa menjadi mi’raj atau Shalat yang bisa menjadi kendaraan, maka syarat utamanya adalah berupaya menjadikanShalatnya sebagai yang terakhir. Sehingga orang yang Shalatnya demikian, tidak akan pernah merasakan capek. Justru dengan Shalat, akan memperoleh kenikmatan danketenganan di dalam batinnya. Kedua, Shalat yang bisa menjadi kekuatan spiritual. Dalamkonteks inilah bisa dimengerti bahwa fungsi Shalat dalam persepsi al-Qur’an diklaimmampu mencegah kemungkar (QS. Al-Ankabut [29]: 45). Shalat juga sebagai sumber segala kekuatan dan penolong (QS. Al-Baqarah [2]: 45), Jadikanlah sabar dan Shalatsebagai penolongmu. Dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagiorang-orang yang khusyu’, Kesabaran merupakan bekal yang harus dimiliki di dalammenghadapi setiap kesulitan dan penderitaan. Kesabaran dalam arti yang positif. Sabar dalam ketahanan diri, berarti tidak boleh panik. Sabar dalam ketahanan jiwa agar tetaptegar dan mantap. Sehingga mampu menenangkan diri dan menepis kepanikan apalagifrustasi. Ketika mengalami kesulitan dalam hidup, kebingungan, keraguan, keresahan danmengalami kegoncangan jiwa maka kerjakanlah Shalat, sebagaimana sabda Nabi yangShalat merupakan aktifitas jiwa (soul), sebuah proses perjalanan spiritual yang penuhmakna yang dilakukan oleh seorang hamba untuk bertemu dengan Sang Khaliq.

Shalat di ibaratkan sebagai suatu perjalanan ruhani, karena semua gerak-gerik di dalamnya diiringi dengan niat.Dengan mendirikan Shalat, manusia telah menempuh setengah perjalanan menujuAllah, ditambah dengan puasa, maka telah sampai ke pintu-Nya dan dilengkapi dengansedekah, maka telah memasuki rumahNya. Kita tidak menyadari untuk memanfaatkanShalat sebagai alat penolong, sumber hidup, penerang jiwa dan tempat di mana manusiaharus bertanya dan berdialog tentang persoalan yang dihadapi atau bahkan persoalan yangsulit dipecahkan sekalipun. Oleh karena itu, Shalat harus dipahami tidak hanya sebagairutinitas kewajiban, tetapi sudah menjadi taraf kebutuhanSering kita mendengar seseorang ketika diajak Shalat mengatakan: “Ah nanti saja Shalatnya kalau pikiranku sudah tenang”. Hal ini menunjukkan bahwa Shalat merupakan bagian rutinitas yang sangat membebani. Shalat bukan lagi bagian dari kebutuhan ruhani. Padahal Shalat ibarat sumber mata air yang mengalir yang tiada habisnya pada saat terik  panas matahari, sedangkan perbekalan sudah mulai habis. Justru dengan Shalat merekaakan mendapatkan tempat beristirahat dan sekaligus menghilangkan rasa dahaga yangdirasakan oleh rohaninya. Shalat bukan sekedar membungkuk, bersujud dan komat-kamit bahkan tidak sadar dengan apa yang dilakukan. Kalau Shalatnya benar-benar mengingatAllah, maka akan merasakan kadamaian dan ketenangan. Shalat adalah pekerjaan jiwa, jika Shalat dilakukan dengan baik, maka akan menghasilkaan etos kerja yang profesionaldan penuh tanggung jawab.

2.      Mengapa Sholat Di Wajibkan

Shalat merupakan media komunikasi vertikal transendetal. Komunikasi transendental ini dapat dilakukan melalui berbagai macam media yang biasa dikenaldengan ritual ibadah, baik itu ibadah wajib maupun sunnah. Salah satu media komunikasi transendental yang terjalin untuk berkomunikasi dengan Allah adalah Shalat. Hasilnyaadalah bahwa Shalat sebagai tiang agama. Shalat merupakan ibadah rutinitas harian yangakan merugi jika ibadah yang telah rutin dilakukan tapi esensinya terlupakan, yaituterjalinnya komunikasi yang harmonis antara seorang hamba dan Sang Khalik. Langkah yang paling tepat agar komunikasi transendental melalui Shalat ini berhasil adalah denganShalat secara khusyuk. Khusyuk bermakna kesadaran penuh akan kerendahan kehambaandiri kita sebagai manusia di hadapan keagungan Rububiyyah (Ketuhanan). Sikap khusyuk ini timbul sebagai konsekuensi kecintaan sekaligus ketakutan kita kepada Zat Yang MahaKasih dan Maha Dahsyat ini. Sebagai implikasinya, orang yang memiliki sikap seperti iniakan berupaya memusatkan seluruh pikiran kepada Kehadiran- Nya dan membersihkannyadari apa saja yang selain Allah.

3.      Tujuan Dan Fungsi Sholat

Utama Shalat adalah agar manusia selalu mengingat Allah, denganmengingatAllah maka akan selalu berbuat ma’ruf dan takut atas perbuataan yang munkar dan Shalat juga akan memperoleh ketenangan jiwa. Shalat di didahulukan oleh thaharah berarti membersihkan badan yang menjadi syarat Shalat, seperti wudhu atau tayamum.Didalam Al-Quran disebutkan berbagai macam fungsi sholat yaitu :

1)      Shalat adalah pencegah dari berpuatan keji dan mungkar. Firman Allah “sesungguhnyaShalat mencegah dari perbuatan keju dan mungkar ( QS Al Ankabut : 45). Perbuatankeji adalah semua perbuatan yang mengotorikehormatan dan kesucian dir, sementaramungkaradalah sema yang ditolak oleh syariat.

2)      Shalat adalah sumber petunjuk. Rosulullah bersabda “ Shalat adalah cahaya”. Barangsiapa yang memeliharanya dia akan mendapatkan cahaya dan petunjuk.

3)      Shalat adalah sarana kita meminta pertolongan dari Allah. “mintalah pertolongan dengan sabar dan Shalat” (QS Al Baqarah : 45)

4)      Shalat adalah pelipur jiwa. Allah berfirman “ ...dirikanlah Shalat untuk mengingat_Ku (QS Thaha 13-14). “ Dan bukankah dengan mengingatKu hati menjadi tentram? (QS Al-Rad : 28).

5)      Shalat yang dilakukan secara teratur akan dapat melahirkan kreatifitas. Seorang psikolog mutahir telah menunjukan besarnya pengaruh ketenangan terhadap kreativitas.Mihaly csikzentmihalyi, ahli psikologi memperkenalkan suatu keadaan dalam diri manusia yang di sebut sebagai flow. Bukan saja flow adalah kebahagiaan tetapi juga sebagai sumber kreativitas.

4.      Dasar Hukum Sholat

Hukum sholat adalah fardhu ain dalam arti kewajiban yang di tujukan kepada setiap orang yang telah di kenai beban hukum(mukallaf),dan tidak lepas kewajiban seseorang dalam sholat kecuali bila telah di lakukannya sendiri sesuai dengan ketentuan dan tidak dapat di wakilkan pelaksanaanya

Sholat merupakan salah satu rukun islam yang wajib dan harus di laksanakan berdasarkan ketetapan Al-quran,Sunnah,dan ijma. Kewajiban itu di terima nabi Muhammad SAW secara langsung yang di perintahkan oleh Allah SWT di sidratulmuntaha,setahun sebelum hijrah ke madinah pada waktu yang telah di kenal,yaitu dzuhur,ashar,mahgrib,isya,dan subuh.Sholat fardhu yang pertama di lakukan oleh nabi Muhammad SAW adalah sholat Dzuhur. Sedangkan firman-firman Allah yang memerintahkan sholat seperti dalam Al-quran Surat Toha ayat 14 yang berbunyi :

a)      Al-Qur’an.

 

إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا

Artinya:

 

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” ( Q.S. An – Nisa : 103 )

 

وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ

Artinya:

 

”dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar” ( Q.S. Al – Ankabut : 45 )

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱرۡكَعُواْ وَٱسۡجُدُواْۤ وَٱعۡبُدُواْ رَبَّكُمۡ وَٱفۡعَلُواْ ٱلۡخَيۡرَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ۩ 

                                                            Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (Q.S. Al-Hajj : 77)

 

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ 

 Artinya:

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.”(Q.S. Al-Baqrah:43).

اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ

Artinya:

“Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku.” (Q.S. Al-Ta Ha:19).

b)     Hadist.

   Rasulullah SAW bersabda. :

 

فرض الله على امتى ليلة الاسراءخمسين صلاة فلم ازل اراحعه واساله التحفيف حتى جعلها خمسا في كل يوم وليلة

 

“Allah SWT pada malam isra’ mewajibkan atas ummatku lima puluh sholat kemudian aku terus menerus kembali kepada Allah dan memohon keringanan sehingga Allah menjadikannya menjadi lima shalat dalam sehari semalam”. (H.R. Bukhari dan Muslim).[12]

5.      Hikmah Sholat

1)      Dapat mencerahkan wajah sebelum sholat diwajibkan untuk berwudhu. Secara lahir, wudhu ini membersihkan wajah dari kotoran yang melekat.

2)      Menerangi hati orang yang menjalankan sholat hatinya akan merasa tenang, hanya fokus mengingat Allah.

3)      Menyehatkan badanmenjalankan ibadah sholat membuat badan sehat, layaknya sedang berolahraga.

4)      Menjadi sebab turunnya rahmat sholat merupakan bekal yang akan dibawa ke akhirat nanti. Karena itu orang yang menjalankan sholat akan merasa tenang dialam kubur.

5)      Menjadi sebab turunnya rahmat Allah akan membukakan pintu rahmat-Nya kepada hamba-Nya yang melaksanakan perintah-Nya dengan menjalankan sholatnya.

6)      Kunci membuka pintu langit orang yang rajin sholat akan dibukakan pintu langit. Dalam artian doanya cepat dikaabulkan oleh Allah.

7)      Dapat memberatkan timbangan barangsiapa yang menyempurnakan (menjalankan sholat lima waktu) maka kelak memperoleh pahala yang sempurna. (HR. Dailami)

8)      Tempat keridhoan Allah Sholat adalah sarana pendekatan diri kepada Allah bagi setiap orang yang bertaqwa. (HR. Qadloi).

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Masih banyak hikmah dan nilai filosofi dalam ibadah shalat dan dapat kita jadikan landasan amal dan aktifitas kita setelah shalat. Termasuk rahasia dibalik gerakkan – gerakkan secara  fisik dalam shalat yang ditinjau dari ilmu kesehatan.Sedikit mengupas rahasia, mengapa Allah SWT menyuruh kita untuk melaksanakan shalat minimal lima kali dalam sehari. Dengan penghayatan yang mendalam terhadap makna yang terkandung dalam ajaran shalat dan itu diulangi sebanyak lima kali setiap harinya, maka hal ini akan membawa pengaruh pada kesehatan fisik dan psikis.Dengan shalat jiwa kita menjadi suci, tidak ada sifat keserakahan yang menjerumuskan kita pada sikap merendahkan orang lain. Dengan hilangnya sifat-sifat syaithaniyah inilah akan membawa kita pada kesuksesan. Dengan hilangnya penyakit-penyakit yang ada dalam jiwa ini, jiwa akan cenderung untuk melakukan kebaikan.

Sholat bukan hanya gerakan badan atau komat-kamit mengucapkan sesuatu dalam bahasa arab. Sholat juga bukan sekedar gerakan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Jika pengetahuan kita tentang sholat sebatas itu, tentu saja terlalu sederhana. Lebih jauh dan dalam dari itu semua, sholat adalah sarana latihan, sarana pendekatan dan sarana komunikasi batin kita kepada allah. Sungguh dahsyat makna dan tujuan sholat itu sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA

 

Al-Khuli, Hilmi. 2007. Menyikap Rahasia Gerakan-Gerakan Sholat, (Jogjakarta,Diva Press,2007).

 

Khoirul, Abror. 2016. Fiqh Ibadah, Bandar Lampung: Fakultas Syariah IAIN Raden Intan.

 

Qardhawi, Yusuf. 1991. Konsep Ibadah Dalam Islam Surabaya: Central Media.

Rambe, H.A. Nawawi. Cetakan Pertama. 1994. Fiqh Islam. Jakarta: PT. AKA.

Syadid,Muhammad. 2003 Manhaj Tarbiyah Metode Pembinaan Dalam Al-Quran Jakarta: Robbani Press.

Sholikhin, Muhammad. 2012. Panduan Sholat (Lengkap Dan Praktis). Jakarta : Erlangga.

Surahman Maman, Imama, dan Pamungkas. 2014. Fiqih 4 Madzhab. Bandung: Al-makmur.

https://islam.nu.or.id/thaharah/empat-hikmah-disyariatkannya-bersuci-dalam-islam-0gKuwdc. diakses pada 15 November 2021. Pukul 16:49 WIB.

http://www.wajibbaca.com/2018/04/pengertian-thaharah.html. diakses pada 15 November 2021. Pukul 16:49 WIB.

 


[2] http://www.wajibbaca.com/2018/04/pengertian-thaharah.html. Rabu, 15 November 2021. Pukul 16:49 WIB.

[3] Khoirul Abror, Fiqh Ibadah, (Bandar Lampung: Fakultas Syariah IAIN Raden Intan, 2016), hlm. 15-16.

[4] “Dikutip dari Drs.Mahjuddin.hal 5.”

[5] Drs. H.A. Nawawi Rambe, Fiqh Islam, hlm. 16-18.

[6] Ibid.

[8] Hilmi Al-Khuli, Menyikap Rahasia Gerakan-Gerakan Sholat, (Jogjakarta,Diva Press,2007),98

[9] Muhammad Syadid,Manhaj Tarbiyah Metode Pembinaan Dalam Al-Quran (Jakarta:Robbani Press,2003)238-239.

[10] Yusuf Qardhawi,Konsep Ibadah Dalam Islam (Surabaya:Central Media,1991),89.

[11] Muhammad Sholikhin, Panduan Sholat (Lengkap Dan Praktis), (Jakarta : Erlangga,2012), hlm.43

[12] Drs. H.A. Nawawi Rambe, Fikih Islam, hlm. 67-68.

 

Lebih baru Lebih lama