ALIRAN FILSAFAT IDEALISM DAN REALISME

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Idealism dan Realisme dalam filsafat merupakan dua faham filsafat yang saling bertentangan. Idealism telah dianut oleh tokoh-tokoh pemikir selama lebih daari dua ribu tahun. Realisme tidak pernah dipersoalkan oleh pemikir-pemikir Barat sampai abad ke-17. Kebanyakan orang mengira diri mereka itu ada, ditengah-tengan dunia benda yang tidak adaa hubungannya dengan mereka. Akal manusia dan alam diluarnya saling mempengaruhi, tetapi interaksi ini tidak mempengaruhi watak dasar dari alam. Alam sudah ada sebelum fikiran manusia sadar akan adanya dan akan tetap ada setelah akal tidak lagi menyadari akan adanya.

Filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang kita pelajari sekarang ini Nampak sukar, karena memang mengandung pandangan-pandangan yang muluk-muluk yang dalam-dalam yang sukar dimengerti. Akan tetapi hal ini tidaklah berarti bahwa filsafat itu tidak ada artinya bagi kita, namun sebaliknya, karena yang dipersoalkan dalam filsafat itu ialah diri kita sendiri. Filsafat adalah “existensial” sifatnya, erat hubungannya dengan hidup kita sehari-hari, dengan adanya manusia sendiri. Hidup kita sendiri yng memberikan bahan-bahan untuk direnungkan. Filsafat berdasarkan dan berpangkalan pada manusia yang konkrit, pada diri kita yang hidup di dalam dunia dengan segala persoalan-persoalan yang kita hadapi. Pemahaman mengenai filsafat sendiri juga menimbulkan berbagai aliran-aliran dalam filsafat. Dari beberapa aliran yang ada, kami akan membahas mengenai aliran Idealisme dan Realisme.

Aliran metafisika menurut Hasbullah Bakry membagi metafisika kedalam dua golongan, yaitu ontology dan teologi. Dalam persoalan ontology orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada. Pertama kali orang sudah dihadapkan pada adanya dua kenyataan, yaitu kenyataan yang berupa materi (kebendaan) dan kenyataan yang berupa rohani kejiwaan. Selanjutnya ontology mempersoalkan bagaimana hakikat dan hubungan antara dua macam kenyataan itu. Apakah dua kenyataan itu berlainan hakikatnya satu sama lain atau saatu hakikatnya. Dari persoalan diatas, Hasbullah Bakry berpendapat akan timbul empat aliran dalam filsafat metafisika, yaitu: duaalisme, materialisme, idealism, agnosticisme, theisme, dan pantheisme. Namun dalam makalah ini hanya akan mengambil dan membahas mengenai aliran idealism dan realisme, yang merupakan aliran/madzhab beerpikir yang ada dalam filsafat.

B.     Rumusan masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Aliran Idealisme?

2.      Apa saja jenis-jenis dari Aliran Idealisme?

3.      Bagaimana pandangan para Filosofis Idealisme?

4.      Apa yang dimaksud dengan Aliran Realisme?

5.      Apa saja pembagian Realisme menurut Popper?

C.    Tujuan

1.      Untuk memahami Aliran Idealism dalam Filsafat.

2.      Untuk mengetahui jenis dari Aliran Idealisme.

3.      Untuk mengetahui pandangan filosof Idealisme.

4.      Untuk memahami Aliran Realisme dalam Filsafat

5.      Untuk mengetahui pembagian realisme menurut Popper.


BAB II

PEMBAHASAN

1.      Pengertian Aliran Idealisme

Idealisme merupakan sebuah pemikiran filosofis yang telah memberikan pengaruh besar terhadap dunia Pendidikan selama beberapa abad. Sebelum menjadi sebuah aliran filsafat yang berkembang di abad ke-19 M. sebenarnya gagasan idealism telah diperkenalkan oleh Plato jauh sebelum itu. Secara historis, idealism telah diformulasi dengan jelas oleh Plato pada abad ke-4 sebelum Masehi. Filsafat idealism berkembang dengan pesat. Idealism dengan penekanannya pada kebenaran yang tak berubah, mempunyai pengaruh kuat terhadap pemikiran kefilsafatan.[1]

Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serba-cita, sedangkan spiritualisme berarti serba-Roh. Aliran ini menganggap bahwa hakikat kenyataan yang beraneka warnaini semua berasal dari roh (sukma) atau yang sejenis dengan itu. Pokoknya sesuatu yang tidak berbentuk dan materi atau zat itu hanyalah suatu dari jenis penjelmaan rohani.[2] Kata Idealis dalam filsafat mempunyai arti yang sangat berbeda dari artinya dalam Bahasa sehari-hari. Secara umum kata idealis berarti: pertama, seorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika dan agama serta menghayatinya. Kedua, orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada. Dengan ringkas, idealism mengatakan bahwa realitas terdiri atas ide-ide, fikiran-fikiran, akal (mind) atau jiwa (selves) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealism menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu daripada materi.

Idealisme adalah suatu pandangan dunia atau metafisik yang mengatakan bahwa realitas dasar terdiri atas, atau sangat erat hubungannya dengan ide, fikiran atau jiwa. Dunia mumpunyai arti yang berlainan dari apa yang tampak pada permukaannya. Dunia difahami dan ditafsirkan oleh penyelidikan tentang hukum-hukum fikiran dan kesadaran, dan tidak hanya oleh metode lmu obyektif semata-mata. Menurut sebagian dari kelompok idealis, terdapat kesatuan yang dalam, suatu rangkaian tingkatan yang mengungkapkan, dari mateeeri melalui bentuk tumbuh-tumbuhan kemudian melalui binatang hingga sampai kepada manusia, akal, dan jiwa. Dengan begitu maka prinsip idealisme yang pokok adalah kesatuan organik. Kaum idealis condong untuk menekankan teori koheresi atau eksistensi dari percobaan kebenaran, yakni suatu putusan (judgment) dipandang benar jika ia sesuai dengan putusan-putusan lain yang telah diteerima sebagai yang benar.[3]

Beberapa ahli filsafat menggunakan istilah bahwa sejarah idealisme adalah berbelit-belit dalam arti yang luas, sehingga mencakup semua filsafat yang mengatakan bahwa kekuatan-kekuatan spiritual (non-material) menentukan proses alam. Dengan cara ini, filsafat idealis menentang filsafat naturalis yang menganggap kekuatan-kekuatan tersebut timbul pada suatu tahap akhir dari perkembangan alam. Dalam arti sempit, idealism dipakai untuk menunjukkan filsafat yang memandang alam, dalam arti yang pasti , sebagai beersandar kepada jiwa.

2.      Jenis-jenis Idealisme

Terdapat pengelompokkan tentang jenis-jenis idealism, namun masih terdapat tumpeng tindih. Berikut akan diuraikan secara sigkat tentang idealism subyektif, idealism obyektif, dan personalisme.

a.       Idealism Subyektif (immaterialisme)

Jenis ini juga dinamakan materialism atau fenomenalisme. Seorang idealis subyektif berpendirian bahwa akal, jiwa, dan persepsi-persepsinya atau ide-idenya merupakan segala yang ada. Obyek pengalaman bukan benda material, obyek pengalamannya adalah persepsi. Benda-benda seperti bangunan dan pohon itu ada, tetapi hanya ada dalam akal yang mempersepsikannya.

Seorang idealis subyektif tidak mengingkari adanya apa yang dinamakan alam yang riil. Permasalahannya adalah bukan pada adanya benda-benda itu, akan tetapi bagaimana alam itu diinterpretasikan. Idealism subyektif diwakili oleh George Barkeley (1685-1753), seorang filosof dari irlandia. Ia lebih suka menamakan filsafatnya dengan immaterialisme. Menurutnya hanya akal dan ide-idenya yang ada. Ia mengatakan bahwa ide itu ada dan ia dipersepsikan oleh suatu akal.

b.      Idealisme Obyektif

Kelompok idealis obyektif modern berpendapat bahwa semua bagian alam yang tercakup dalam suatu tertib yang meliputi segala sesuatu, dan mereka menghubungkan kesatuan tersebut kepada ide dan maksud-maksud dari suatu akal yang mutlak (absolute mind). Hegel (1770-1831) memaparkan satu dari system-sistem yang terbaik dalam idealism monistik atau mutlak. Pikiran adalah esensi darialam, dan alam adalah keseluruhan jiwa yang diobyektifkan.

Kelompok idealis obyektif tidak mengingkari adanya realitas luar. Mereka percaya bahwa sikap mereka adalah satu-satunya sikap yang bersifat adil kepada segi obyektif dari pengalaman, oleh karena mereka menemukan dalam alam prinsip: tata tertib, akal dan maksud yang sama seperti yang ditemukan manusia dalam dirinya sendiri.

c.       Personalisme atau Idealisme Personal

Personalisme muncul sebagai proses terhadap materialisme mekanik dan idealisme monistik. Kelompok personalis berpendapat bahwa perkembangan terakhir dalam sains modern, termasuk didalamnya formulasi teori realitas dan pengakuan yang selalu bertambah terhadap tempat berpijaknya si pengamat telah memperkuat sikap mereka. Realitas adalah suatu system jiwa personal, oleh karena itu realitas bersifat pluralistic.Kelompok peersonalis menekankan realitas dan harga diri dari orang-orang, nilai moral, dan kemerdekaan manusia.

Bagi kelompok personalis, alam adalah tata tertib yang obyektif, walaupun begitu alam tidak berada sendiri. Manusia mengatasi alam jika ia mengadakan interpretasi terhadap ala mini. Sains mengatasi materialnya melalui teori-teorinya. Pengikut aliran idealisme personal menunjukkan perhatian yang lebih besar kepada etika daan lebih sedikit kepada logika daaripada pengikut idealism mutlak.[4] Mereka percaya bahwa proses hidup itu lebih penting daripada bentuk-bentuk ekspresi kata-kata atau arti-arti yang tepat, dan mereka menekankan realisasi kemampuan dan kekuatan seseorang, dengan jalan kemerdekaan dan mengontrol diri sendiri.[5]

3.      Pandangan Filosofis Idealisme

Pandangan filosofis idealism dapat dilihat pada cabang-cabang filsafat yaitu ontology, epistemology, dan aksiologi.

a.       Realitas Akal Pikiran (kajian onttologi)

George Knight mengemukakan bahwa realitas bagi idealism adalah dunia penampakkan yang ditangkap dengan panca indera dan dunia realitas yang ditangkap melalui dunia kecerdasan akal pikiran (mind). Dunia akal piker berfokus pada ide gagasan yang lebih dulu ada dan lebih penting daripada dunia empiris indrawi. Para penganut idealism berpandangan bahwa seseorang haruslah telah mempunyai ide dalam akal pikirannya sebelum ia dapat menuangkan ide tersebut.

Dapat dipahami bahwa meskipun idealism berpandangan yang terfokus pada dunia ide yang bersifat abstrak, namun demikian ia tidak menafsirkan unsur materi yang bersifat empiris indrawi. Pandangan idealism tidak memisahkan antara sesuatu yang bersifat abstrak yang ada dalam tatanan ide  dengan dunia materi. Namun menurutnya, yang ditekankan bahwa yang utama adalah dunia ide, karena dunia materi tidak akan pernah ada tanpa terlebih dulu ada dalam tatanan ide.

b.      Kebenaran sebagai Ide dan Ggasan (kajian epistemology)

Untuk mengetahui epistemology idealism terletak pada metafisika mereka. Ketika idealism menekankan realitas dunia ide dan akal pikiran dan jiwa, maka dapat diketahui bahwa teori mengetahui (epistemology)nya pada dasarnya adalah suatu penjelajahan secara mental menyerap ide-ide, gagasan dan konsep-konsep. Dalam pandangannya, mengetahui realitas tidaklah melalui sebuah pengalaman melihat, mendengar atau meraba, tetapi lebih sebagai tindakan menguasai ide sesuatu dan memeliharanya dalam akal pikiran.

Dapat dipahami bahwa pengetahuan tidak didasarkan pada suatu yang datang dari luar, tetapi pada sesuaatu yang telah diolaah dalam ide dan pikiran. Gerald Gutek mengatakan bahwa menurut idealism, proses untuk mengetaahui dapat dilakukan dengan mengenal atau mengenang kembali ide-ide tersembunyi yang telah terbentuk dan telah ada dalam pikiran. Dengan mengenang kembali, pikiran manusia dapat menemukan ide-ide tentang pikiran makrokosmik dalam pikiran yang dimiliki seseorang. Jadi pada dasarnya mengetahui itu melalui proses mengenal atau mengingat, memanggil dan memikirkan kembali ide yang tersimpan yang telah ada dalam pikirannya.[6]

c.       Nilai-nilai dari Dunia Ide (kajian Aksiologi)

Aksiologi idealism berakar kuat pada cara metafisisnya. Menurut George Knight, jagat raya ini dapat dipikirkan dan direnungkan dalam kerangka makrokosmos (jagat besar) dan mikrokosmos (jagat kecil).  Makrokosmos dipandang sebagai dunia akar piker absolut, sementara bumi ddan pengalaman-pengalaman snsori dapat dipandang sebagai bayangan dari apa yang sejatinya ada. Dalam konsepsi demikian, tentu akan terbukti bahwa baik kriteria etik maupun estetik dari kebaikan dan kemudahan itu berada diluar diri manusia, berada pada hakikat realitas kebenaran itu sendiri dan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang abadi dan baku.

Dapat dipahami bahwa nilai kebaikkan dipandang dari sudut diri absolut. Ketika manusia dapat menyelaraskan diri dan mampu mengejewantahkan diri dengan yang absolut sebagai sumber moral etik, maka kehidupan etik telah diperolehnya.[7]

4.      Pengertian Aliran Realisme

Realisme pada dasarnya adalah sintesis antara Idealisme Immanuel Kant dengan empirisme John Lock. Rasionalisme Descartes sering juga dikontraskan dengan empirisme, sama seperti idealism. Di Amerika realisme sering juga disebut sebagai rasionalisme baru (new rationalism). Realisme jerman merupakan simplikasi realisme Descartes (pengakuan eksistensi benda sebagai substansi), Aristoteles (pengakuan pada peran kognitif yang teleologic), dan Plato ( pengakuan terhadap entitas ideal seperti makna dan nilai). Realisme Amerika XIX dengan tokohnya Witherspoon biasa disebut realisme skotlandia, yang menolak yang transenden, dan menggunakan persepsi dan intuisi. Realisme Amerika abad XX ada duaa yaitu realisme baru dan realisme kritis. Rrrrealisme baru menolak subyektivisme dan mempertahankan pengakuan terhadap benda diluar subyek, pengakuan terhadap hal yang lebih spesifik dan yang universal sebagai realitas pencitraan, dan pengakuan pada epistemology monistik.

Realisme kritis berpendapat bahwa persepsi direk tidak menyajikan evisdensi, hanya menampilkan data. Obyek fisik hanya dikenal secara indirek lewat inferensi, sehingga realisme kritis jatuh pada pandangan dualistic, membedakan antara data dan inferensi. Para filosof muda sekarang meninggalkan pandangan dualistic tersebut dan kembali ke epistimologi monistik.[8]

5.      Pembagian Realisme K.R Popper

Realisme popper disebut empirisme kritis dan rasionalisme kritis. Popper mengakui kemampuan imajinatif fikir manusia, untuk membaca kebenaran obyektif universal.

a.       Realisme Ilmiah

Richard Burian dan Ian Hacking merupakan pendukung realisme ilmiah. Mereka mengakui tentang adanya entitas hasil eksperimentasi sebagai riil dan dalam sejumlah kasus memang diakui actual. Pandangan mereka memberi pemecahan atas pertentangan pandangan yang normative universal (yang dinilai tidak memberikan deskripsi jelas tentang norma baik) dengan yang menuntut deskripsi yang jelas.

Popper mengakui kebenaran obyektif universal. Sesuatu yang universal menjadi acuan kita dan obyektif benar. Dikaitkan dengan realisme ilmiah Burian dan Hcking, maka entitas hasil eksperimentasi pun dapat diangkat sebagai kebenaran riil obyektif universal.

b.      Realisme Moral

Di lingkungan filsafat pada tahun 1970an, epistemology moral dipelajari dengan du acara, yaitu telaah metodologik dan telaah metaphisik.

Telaah Metodologik bersifat induktif, menggunakan logika model koherensi. Salah satu yang meonjol adalah telaah equilibrium reflektif (Daniel, 1979, DePaul, 1993). Proses penyusunan teori moral ini dimulai dari penetapan moral yang dipilih, dilanjutkan dengan pemilihan prinsip-prinsip yang hendak digunakan. Lalu diuji proses penyesuaian prinsip satu dengan lainnya, dan diuji pada moral sentralnya, diketemukan konflik dengan moral sentralnya atau tidak, bila ada konflik, diadakan revisi. Prosedur menurut Goodman (1965). Sedang Rawls (1971) menyarankan untuk melihat koherensinya dengan moral lebih jauh missal, keyakinanya atau teori yang dianut.

Telaah Metaphisik, cara ini yang digunakan oleh realisme metaphisik. Seperti tatap mata minta belas kasih seorang miskin, mata bersinar bahagia anak kecil dengan mainanya adalah fakta-fakta konstruktif. Fakta tersebut bukan hasil temuan pada obyek seperti fakta-fakta penelitian pada umumnya, melainkan fakta konstruk pandangan human.

Moral sebagai fakta konstruksi human berada pada dataran metaphisik, bukan berada pada dataran phisik. Padangan human sendiri yaitu pandangan yang memahami benar tentang sifat human. Metaphisik dalam realisme metaphisik popper bersifat intrasenden. Moral berupa sesuatu yang obyektif universal. Disebut obyektif karena kebenarannya bebas (independent) dari subyektivitas individual. Disebut universal karena bebas dari kasus, bebas dari tempat dan waktu.[9]



[1] Rusdi.2013.Dinamika Ilmu.Vol.13.Hlm:236.Samarinda.adicita nusa.pdf.https://journal.iain.samarinda.ac.id/index.php/dinamika_ilmu/article/view/70/69.pdf

[2] Drs. Surajiwo.2012.Ilmu Filsaafat suatu pengantar.revisi:I.vol:V.Hlm:125.Jakarta.PT Bumi Aksara

[3] Staffnew.uny.ac.id.Filsafat idealism dan realisme.edisi revisi.vol:III.Hlm:18-20.Yogyakarta:universitas negeri Yogyakarta.pdf.(diakses pada 29 februari 2020)

[4] Staffnew.uny.ac.id.Filsafat idealism dan realisme.edisi revisi.vol:III..Yogyakarta:universitas negeri Yogyakarta.pdf.(diakses pada 29 februari 2020)

[5] Staffnew.uny.ac.id.Filsafat idealism dan realisme.edisi revisi.vol:III.Hlm:20-23.Yogyakarta:universitas negeri Yogyakarta.pdf.(diakses pada 29 februari 2020)

[6] Gerald L.Gutek,Philosophical and Ideological Persfektif on Education (Chicago: Loyoia University of Chicago: 1988) hlm.22

[7] Rusdi.2013.Dinamika Ilmu.Vol.13.Hlm:239-242.Samarinda.adicita nusa

[8] Muhadjir H.Noeng.1998.Filsafat Ilmu.edisi I.vol.I.Yogyakarta.Rake sarakin.

[9] Prof. Dr. Muhadjir H.Noeng.1998.Filsafat ilmmu.vol:I.hlm:100-102.Yogyakarta.Rake Sarakin


Lebih baru Lebih lama