1.
Sekilas tentang Sejarah Bani Umayah
a.
Latar
belakang berdirinya dinasti umayyah
Pada masa pemerintah
khalifah Ali Bin Abi thalib, terjadi pertempuran ali dan muawiyyah di shiffin.
Perang ini di akhiri dengan tahkim, tapi ternyata tidak menyelesaikan masalah
bahkan menimbulkan adanya tiga golongan yaitu khawarij yang keluar dari barisan
Ali umat islam menjadi terpecah menjadi tiga golongan politik yaitu Muawiyyah,
Syiah, dan khawarij. Pada tahun 660 M ali terbunuh oleh salah seorang anggota
khawari. Dengan demikian berakhirlah masa khulafaur rasyidin dan mulai
kekuasaan Bani Umayyah dalam semangat polotik Islam. Kekuasaan Bani Umayyah
berbentuk pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi
monarchiheridetis(kerajaan turun temurun).
Hal ini dimulai
ketika muawiyyah mewajibkan seluruh rakyaknya untuk menytakan setia terhadap
anaknya Yazid. Peristiwa tahkim berdasarkan sejarah yang kita pelajari ialah
berlaku perebutan kekuasaaan antara Ali dan Muawiyyah yang membeawa mereka ke
meja. Muawiyyah bin Abi sufyan sudah terkenal sifat dan tipu muslihatnya yang licik.
Dia adalah kepala angkatan perang yang mula-mula mengatur angkatan laut, dan ia
pernah dijadikan amir “Al-Bahar”.
b.
Tokoh-tokoh
penggagas terbentuknya Dinasti Umayyah
Muawiyyah telah
ditugaskan untuk men-tadbir Syam sebagai wakil sebagai pihak Umar bin Khattab
dan syam terus berada di bawah pen-tadbir-nya sehingga umar meninggal dunia.
Kemudian usman menjadi khalifah dan beliau melanjutkan jabatan muawiyyah.
Apabila usman dibunuh dan Ali menjadi Khalifah, beliau tidak melanjutkan
jabatan Muawiyyah dimana jabatan tersebut terlepas dengan sebab berakhirnya
pemerintahan khalifah yang telah melantiknya. Dengan itu Muawiyyah telah
kehilangan pusat kekuasaan nya dan jabatannya sebagai gubernur syam walauoun
sebenarnya beliau masih berkuasa dengan sebab penduduk syam mendukung beliau
Dan mereka puas dan
setuju dengan alasan Muawiyyah yang tidak mau memberi Bai’at kepada Ali.
Sebabnya ialah tuntutan pelaksanaan hukum qisas terhadap pembunuh-pembunuh
usman berdasarkan hak-nya sebagai penuntut bela kematian Usman. Daulah Bani
Umayyah yang berpusat di Damaskus, telah diperintahkan oleh 14 orang khalifah.
Namun di antara khalifah-khalifah tersebut yang paling menonjol adalah khalifah
Muawiyyah Bin Abi sufyan, Abdul Malik bin Marwan, Walid Bin Abdul Malik, Umar
Bin Abdul Aziz, dan Hisyam Bin Abdul Malik.
c. Kemajuan yang dicapai Dinasti Umayyah
Telah terbentuk
berbagai lembaga administrasi pemerintahan yang mendukung tambuk pimpinan
dinasti Umayyah. Banyak terjadi kebijaksanaan yang dilakukan pada masa ini, di
antaranya:
1)
Permisahan
kekuasaan |
6)
Organisasi
kehakiman |
2)
Pembagian
wilayah |
7)
Sosial
dan budaya |
3)
Bidang
administrasi pemerintahan |
8)
Bidang
seni dan sastra |
4)
Organisasi
keuangan |
9)
Bidang
seni rupa |
5)
Organisasi
keteraturan |
10)
Bidang
arsitektur |
Disamping melakukan
ekspansi teritorial, pemerintah dinasti Umayyah juga menaruh perhatian dalam
bidang pendidikan, diantara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini:
1)
Ilmu
agama
2)
Ilmu
sejarah dan geografi
3)
Ilmu
pengetahuan bidang bahasa
4)
Bidang
filsafat
2.
Hubungan Peradilan dengan Penguasa
Terdapat pernyataan menarik yang
dikemukakan para pegiat dan pemerhati fikih qadha berkaitan dengan
penyelenggaraan peradilan pada masa Bani Umayah ini, yakni bahwa peradilan
tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik; sementara ijtihad hakim dalam
menentukan dan menetapkan hukum berkembang pesat. Apabila klausul tentang penyelenggaraan peradilan
tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik dipahami dengan tidak terlibatnya
penguasa khalifah Bani umayah dalam praktik peradilan, maka tentunya dapat
dimengerti karena secara ngsung para khalifah itu tidak melibatkan diri menjadi
hakim.
Dalam kenyataannya, praktik
pemerintahan Bani Umayah itu ditandai oleh gaya pemeribtahan yang jelas-jelas
mengambil bentuk otokrasi bahwa yang bedcuasa menganggap mbadinya berbeda dalam
segala hal dari rakyatnya. Bentuk kekuasaan model itu tentu .apal
memberikan pengamh terhadap pelbagai sektor pemerintahan, termasuk
terhadap uberadaan lembaga musyawarah sehingga pada gilirannya akan menempatkan
lembaga musyawarah ini menjadi kurang berani lagi. lembaga musyawarah
tidak bedanya sebagai lembaga formalitas saja.
Salah satu gambaran mengenai tindakan
otoriter khalifah Bani Umayah, antara lain dikabarkan bahwa suatu
waktu, Marwan Gubernur Yamamah meminta petunjuk kepada Khalifah Mu’awiyah
lbn Abi Sufyan mengenai status barang yang dicuri. Menurut penjelasan
Khalifah Mu'awiyah Ibn Abi Sufyan bahwa barang yang dicuri itu adalah hak si
pemilik untuk mengambilnya kembali barang yang dicuri orang itu di manapun ia
dapati barangnya itu. Tampaknya, penjelasan yang dikirimkan Khalifah
Mu'awiyah lbn Abi Sufyan itu tidak memuaskan Marwan sehingga ia mengirimkan
surat permohonan yang sama kepada hakim Usaid lbn Hudhair untuk meminta
penjelasan hukum tentang status barang yang dicuri itu.Bentuk
dan Praktik Peradilan
3.
Bentuk dan Praktik Peradilan
Peradilan dimasa Bani
Umayyah mempunyai ciri khusus:
1) Hakim memutuskan perkara menurut ijtihadnya sendiri,
dalam hal-hal yang tidak ada nash atau ijma’.
2) Lembaga peradilan belum dikuasai oleh penguasa,
Hakim-hakim pada masa itu mempunyai hak otonom yang sempurna, tidak dipengaruhi
oleh keinginan-keinginan penguasa.
Khalifah Umar bin Abdul
Aziz, menentukan 5 keharusan bagi para hakim :
1) Harus tahu apa yang terjadi sebelum dia
2) Harus tidak mempunyai kepentingan pribadi
3) Harus tidak mempunyai rasa dendam
4) Harus mengikuti jejak para imam
5) Harus mengikut sertakan para ahli cerdik dan pandai
Kebijakan yang dilakukan
Mu’awiyah bin Abi sufyan pada masa pemerintahan Bani Umayyah
1) Pembentukan diwanul hijabah, yaitu sebuah lembaga
yang bertugas memberikan pengawalan terhadap pemimpinnya.
2) Pembentukan diwanuk khatam, yaitu lembaga yang
bertugas mencatat semua peraturan yang dikeluarkan oleh pemimpinya dalam berita
acara pemerinth
3) Pembentukan diwanul barid, yaitu departemen pos dan
transportasi, yang bertugas menjaga pos-pos perjalanan dan menyediakan kuda
sebagai alat transportasi
4) Pembentukan shabibulm kharaj (pemungutan pajak)
4. Hakim-hakim yang terkenal dan Contoh Kasus yang diselesaikan
pada Masa Bani Umayah
Adapun tokoh Qadhi/Hakim yang terkenal pada masa ini
cukup banyak yang tersebar diberbagai daerah seperti Madinah, Basrah, Kufah,
dan Mesir, antara lain:
Beberapa contoh kasus yang
diselesikan pada masa Bani Umayah:
1) Hakim
Yahya Ibn Yahya
Yahya Ibn Yahya al-Laitsi adalah Hakim yang
ditugaskan di Andalusia. Dalam perjalanan karirnya sebagai
hakim, Yahya Ibn Yahya al-Laitsi pernah mendapat kritikan dari fukaha
Malikiah berkenaan dengan putusannya tentang kafarat orang Islam yang berjima’
di siang hari pada bulan Ramadhan. Dalam peristiwa itu, Abdul Rahman
Ibn Hakam, gubernur Andalusia yang "diduga telah bersenggama"
dengan istrinya di bulan Ramadhan, menyesali perbuatannya dan bermaksud
untuk bertaubat. Kemudian, ia mengumpulkan ulama dan meminta fatwa
hukum perihal sanksi yang harus dijalaninya.
Yahya Ibn Yahya al-Laitsi, selaku ulama yang
diundang saat itu memberikan fatwa bahwa sanksi yang harus diterima Gubernur
Abdul Rahman Ibn Hakam adalah berupa berpuasa dua bulan berturut-turut. Fatwa
Yahya Ibn Yahya al-Laitsi itu oleh sebagian ulama Malikiah yang hadir dipandang
kontroversial, karena bertentangan dengan nash yang memberikan opsi
hukum-pilihan khiyar untuk memerdekakan hamba sahaya atau memberi makan kepada
60 orang miskin, apabila puasa dua bulan berturut-turut itu tidak dapat
dilakukan. "Yahya Ibn Yahya al-Laitsi menjawab, "Apabila
dibéri hak untuk memilih, gubernur pasti memilih memerdekakan hamba sahaya
atau memberi makan kepada 60 orang miskin. "Tampaknya fatwa yang
dikeluarkan Hakim Yahya Ibn Yahya al-Laitsi itu merujuk dan menggunakan
pendekatan prinsip maslahah, yaitu dengan mempertimbangkan kondisi sosial
yang ada. "
Menurut ulama Malikiah, implikasi dari
menggunakan pendekatan prinsip maslahah sebagaimana yang dilakukan Hakim Yahya
Ibn Yahya al-Laitsi itu akan membatu dampak kepada perubahan hukum dengan
berubahnya situasi dan kondisi.
2) Umar Ibn Abd.
Satu-satunya
khalifah Bani Umayah yang terjun langsung dalam praktik peradilan adalah
Khalifah Umar lbn Abd Al-Aziz. Karena itu, pandangannya pun di bidang hukum
cukup banyak. Para fukaha' hampir sepakat bahwa apabila terjadi
persengketaan antara ahl al-dzimmah (non muslim) dengan muslim, dan kedua
belah pihak itu sepakat untuk mengadukan perkaranya dan diadili oleh hakim
Islam di meja pengadilan, maka dalam hal ini hakim tidak mesti mengadili
mereka, tetapi boleh dipilih antara memutuskan atau menolaknya. Begitu
pula apabila terjadi kasus tentang sengketa di antara ahl al-dzimmah mengenai
mazhalim yang dampaknya akan menimbulkan kerugian dan kebinasaan, maka
dalam hal ini hakim wajib bertindak dengan memberlakukan hukum Islam terhadap
ahl al-dzimmah, sebab upaya menumpas sesuatu yang berupa kezaliman merupakan
kewajiban.