1.
Peradilan
pada masa Abu Bakar
a. Biografi
Beliau lahir pada tahun 51 H/573 M
dikota Mekkah setelah Alfail dua tahun enam bulan. Beliau berasal dari
keluarga bangsawan Quraisy kaya dan merupakan pemeluk agama Islam ke dua
setelah istri nabi Muhammad SAW yaitu Siti Khadijah dan beliau tidak pernah minum
khamar pada zaman jahiliyah. Oleh karena itu beliau mendapat gelar “As
Shiddiq”. Ketika Nabi saw udzur, beliau ditunjuk oleh menjadi imam shalat.
Beliau diridhoi oleh kaum muslimin
menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah, lalu beliau memerangi orang-orang
murtad dan tidak membayar zakat, kemudian beliau menempatkan islam di
jazirah arab, mengirimkan para tentara untuk menaklukkan kota Irak dan
Syam. Beliau wafat dikota Madinah pada tahun 13 H/ 634 M dan dimakamkan
disamping Rasullah saw.
b. Sumber Hukum Peradilan
Cara Abu Bakar menghukumi sesuatu
permasalahan adalah seperti apa yang dilakukan Rasulullah SAW
sebelumnya. Apabila abu bakar menghadapi suatu perkara dan apabila datang
sesuatu pengaduan kepadanya, memerhatikan kandungan al-Qur’an. Jika beliau
memperoleh sunnah dalam perkara itu, beliau pun memutuskannya menurut
ketetapan sunnah. Apabila tidak juga beliau dapati sesuatu ketetapan dalam
sunnah, beliau menanyakan hadis-hadis nabi tentang perkara itu kepada para
sahabat, lalu beliau memutuskan perkara menurut hadis yang beliau dapati
dari seseorang yang dipercaya. Kalau memang masalah tersebut berhubungan
langsung dengan hukum masyarakat. Beliau akan berijtihad secara sendiri
bagi masalah-masalah yang berhubungan dengan perserorangan. Walaupun Rasulullah
SAW menetapkan kebolehan melakukan ijtihad dengan pemikiran rasional seseorang
dan qiyas, Khalifah Abu Bakar RA enggan memakainya kecuali sedikit saja.
c. Hakim-hakim
Peradilan Pada Masa Abu Bakar
1)
Umar bin Khattab. |
7)
Al-Ala’ bin Al-Hadhromi. |
2)
Uttab bin Usaid. |
8)
Ziyad bin Lubaid. |
3)
Usman bin Abil Ashi |
9)
Ya’la bin Umayyah. |
4)
Abu Musa al-Asy’ari. |
10)
Jarir bin Abdullah Al-Bajali. |
5)
Mu’ad bin Jabal. |
11)
Abdullah bin Tsaur. |
6)
Al-Muhajir bin Abi Umayyah. |
12)
Iyyad bin Ghanam Al-Fihri. |
d. Kasus-kasus Peradilan
Ada beberapa keputusan pada masa Abu Bakar, sebagian
terjadi di Madinah, Mekkah dan kota-kota yang lain. Di antaranya:
1) Keputusan
Qishas
2) Keputusan
nafakahnya orang tua kepada anaknya
3) Keputusan
ketahanan yang disyari’atkan
4) Keputusan
hukum jilid
2.
Peradilan
pada masa Umar bin Khatab
Proses pengangkatan Umar bin Khattab sebagai khalifah
adalah degan cara di tunjuk langsung oleh Abu Bakar dan disetujui langsung oleh
kaum muslimin id muka bumi saat itu.
Khalifah Umar bin Khattab menjabat
sebagai khalifah selama 10 tahun, dan pada masa khalifah umar ini madinah
semakain meluas dengan meliputi semenanjung Arabia, Palestina, Suria, Irak,
Persia, dan Mesir. Karena wilayah kekuasaan islam semakin
bertambah luas dan umat islam semakin banyak, maka bertambah juga beban yang
dihadapi. Dari kemajuan yang sangat pesat, maka
terbentuklah qadhi atau hakim untuk menangani perkara yang terjadi di dalam
masyarakat.
a. Sistem desentralisasi
Pranata sosial yang
Umar bin Khattab terapkan di pemerintah daerah adalah dengan sistem
desentralisasi. Desentralisasi adalah pelimpahan wewenag dan otonomi seluas-luasnya kepada
pemerinah daerah. Disetiap provinsi nya umar mengangkat gibernur sebagai wakil khalifah di
daerah Gubernur
tersebut dalam melaksanakan tugasnya didampingi oleh pembantu-pembantu yaitu
sekretaris, pejabat pajak, pejabat kepolisian, pejabat keuangan, dan qadhi
(hakim).
b. Nama-nama qadhi pada masa umar bin khattab
Sehubungan dengan
perlunya hakim untuk membantu gubernur maka Umar mengangkat be berapa orang
untuk menyelesaikan perkara, dan mereka pun digelari hakim (qadhi). Orang-orang
di angkat sebagai qadhi oleh Umar adalah Abu Darda untuk menjadi hakim di Madinah:
1) Syuraih di Bashrah
2) Abu Musa al-Asy’ary di Kufah
3) Utsman ibn Qais ibn Abil ‘Ash di Mesir
Umar menetapkan bahwa
wewenang qadhi hanya untuk mengurusi kasus tentang penyelesaian sengketa harta
benda. Sedangkan untuk urusan jinayah yang menyangkut pada hukum qishash atau
had ditangani oleh khalifah dan penguasa-penguasa daerah
c. Peraturan peradilan
1) hakim harus berlaku adil dalam memutus perkara siapapun
2) terbebas dari rasa takut dan tidak memihak siapapun
3) memperlakukan semua orang sama di hadapan hukum
4) si penggugat harus menunjukan bukti akurat
5) si tertuduh harus disumpah jika menyangkal
6) penyelesaian perselisihan secara damai boleh selama tidak
bertentangan dengan hukum
d. Sumber hukum peradilan
1) Para qadhi memutuskan perkara dengan merujuk kepada
al-Qur’an.
2) Jika mereka tidak mendapati hukum dalam al-Qur’an, mereka
mencarinya dalam sunnah.
3) Jika dalam Al-Quran atau Sunnah sama-sama tidak menemukan
hukum maka mereka bertanya kepada fuqaha mujtahidin
4) Jika masih tetap tidak temukan juga mereka berijtihad
secara kolektif.
e.
Risalathul
qadha
Risalah
al-Qadha adalah sebuah surat yang merupakan instruksi Umar bin Khattab kepada
para hakim, khususnya kepada Abu Musa al Asy’ari tentang bagaimana beretika
dalam pengadilan dan apa yang semestinya dilakukan oleh seorang hakim. Isi dari
Risalah al-Qadha sebagai berikut:
1) Sesungguhnya menyelesaikan perkara adalah dan sunnah yang harus diikuti
2) Pahamilah apabila diajukan kepadamu suatu perkara dan putuslah apabila telah
jelas
3) Sama
ratakanlah manusia
4) Bukti
itu (wajib) atas penggugat sedangkan sumpah itu wajib atas pihak yang menolak
5) Boleh
mengadakan perdamaian diantara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang menghalalkan
yang haram dan mengharamkan yang halal
6) Barangsiapa
yang mendakwakan suatu hak yang tidak ada ditempatnya
7) Jangan
sekali kali menghalangi kepadamu suatu keputusan yang telah engkau jatuhkan
hari ini
8) Orang
orang islam itu di anggap adil sebagian mereka terhadap sebagian yang lain
9) Pahami
dengan sungguh sungguh tentang perkara yang diajukan kepadamu
10) Hindarkan
lah dirimu dari marah,pikiran yang kacau,rasa jemu,menyakiti orang yang
berperkara dan bersikap keras pada waktu menghadapi mereka
f.
Ijtihad
umar bin khattab dalam penetapan hukum
1) Pengguguran
hukum had bagi pencuri.
2) Thalak
tiga dengan satu lafadz
3) Hukum
ta’zir
4) Tindak
pidana perzinahan
3.
Peradilan
pada masa Usman bin Affan
a. Biografi
Usman bin Affan adalah salah seorang sahabat yang
termasuk al-sabiqual awwalin yang masuk Islam atas ajakan Abu Bakar al-Siddiq.
Nama lengkapnya adalah Usman bin Affan bin Umayyah bin Abd alManaf yang berasal
dari suku Quraisy. Lahir pada tahun 576 M enam tahun setelah Rasulullah Saw. Lahir Usman lahir dari rahim seorang perempuan yang
bernama Urwy bin Kuraiz bin Habib bin Abdi al-Syams bin Abd al-Manaf.
b. Proses Pengangkatan Khalifah Usman Bin Affan Dan
Pemerintahannya
Masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan yaitu
ketiga Tahun
(644-655 M) Diusia 70 tahun. Peradilan Masa Utsman bin Affan
juga melakukan hal sebagai berikut:
1) Mengirim pesan kesemua warga baik pejabat maupun rakyat
untuk menegakkan kelakuan baik
2) Berpesan kepada penarik pajak untuk menarik pajak dengan
jujur
3) Membangun gedung Peradilari di Madinah maupun di
daerah Gubernur
Pada masa usman bin affan,
beliau melakukan beberapa tindakan-tindakan
diantaranya:
1) Mengadakan pembangunan di bidang infrastruktur dengan
membangun bendungan untuk menjaga arus banjir dan mengatur pembagian air ke
kota-kota, membangun jalan dan jembatan mesjid, dan memperluas mesjid Nabi di Madinahperbedaan
bacaan umat Islam
2) Mebukukan mushaf Al-Qur’an dengan alasan dan pertimbangan
untuk mengakhiri perbedaan bacaan umat Islam
c.
Contoh
kasus pada masa Usman Bin Affan
Kasus Ali bin abi thalib pada masa umar telah membangun
pematang untuk menutup aliran air antara tanahnya dan tanah thalhah bin
abdullah , lalu keduanya mengadukan perkara tersebut kepada usman bin affan .
Maka , usman pergi bersama kedua belah pihak ke tempat pematang hingga dia
melihatnya . Kemudian dia berkata " saya melihat tidak ada bahaya yang
disebabkan pematang ini , dan dia juga telah ada sejak masa umar , sebab jika
pematang ini sebagai kezaliman niscaya umar tidak akan membiarkannya "
4.
Peradilan
pada masa Ali bin Abi Thalib
a.
Biografi
Ali
bin Abi Thalib bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf merupakan sepupu Rasulullah
SAW. Ali tidak hanya sebagai sepupu Rasulullah. Tetapi di juga
menantu Rasulullah, kärena Ali ketikä dewasa menikah dengan Fatimah
az-Zahra, putri Rasulullah, yang ketika itu baru berusia 15
tahun, sedang Ali sendiri 20 tahun. 'Ibunya bemama Fatimah binti Asad
bin Hasyim bin Abdul Manaf.
b.
Masa Kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib
Ali
bin Abi Thalib menjadi khalifah selama. Selama masa
pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Hampir tidak ada
yang stabil sedikitpun didalam masa pemerintahannya. Hal yang pertamakali
dilakukan Ali saat menjadi khalifah yaitu memecat para gubermur yang diangkat
oleh Khalifah Usman. Alasan Ali memecat para gubernur tersebut karena Ali
berkeyakinan bahwa pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Tidak
hanya memecat para gubernur, Ali juga kembali ke tanah yang dihadiahkan
Khalifah Usman kepada para gubernur untuk diberikan kepada penduduk dengan
menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali
distribusi pajak tahunan. Selama ia
memerintah, ia menjadikan kebijakan-kebijakan tertentu sesuai dengan
situasi yang dihadapinya, sehingga kebijakan Ali bin Abi Thalib sangat
berbeda dengan kebijakan khlaifah sebelumnya. Diantara kebijakannya yang
terkenal adalah sebagai berikut:
1) Penundaan Pengusutan Pembunuhan Khalifah Usman
2)
Mengganti Pejabat dan Penataan Administrasi
3) Munculnya Gerakan
Oposisi
c.
Sistem Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Sudah
diketahui bahwa Ali bin Abi Thalib memiliki sikap yang kokoh, kuat
pendirian dalam antrian yang hak. Setelah dibaiat sebagai
khalifah, dia cepat mengambil tindakan. Dia segera mengeluarkan
perintah yang menunjukan sikap ketegasan sikapnya.
Ali
juga melakukan pemecatan semua gubernur yang tidak disenangi oleh
rakyat. Ia juga membenahi dan menyusun arsip negara untuk mengamankan dan
menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah, serta
mengkordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.
Sejak
itu berakhirlah Madinah sebagai ibukota kedaulatan islam dan tidak ada lagi
khalifah yang berdiam di sana. Sekarang Ali adalah pemimpin dari seluruh
wilayah islam, kecali Suri'ah. Pada saat itu, Ali tidak bermukim
secara tetap di Kuffah, dia pergi ke sana hanya menegakkan kekuasaannya.