A. Awal
Mula Peradilan
Islam yang di wahyukan
kepada Nabi Muhammad Saw telah membawak bangsa arab yang semula terbelakang,
bodoh, tidak beradap dan tidak terkenal, dan di abaikan oleh bangsa lain, menjadi
bangsa yang maju, ia dengan
cepat bergerak mengembangkan
dunia,membina suatu ke budayaan dan peradaban yang sangat penting
artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang. Peristiwa penting
yang memperlihatkan kebijaksanaan
Muhammad terjadi pada
usia 35 tahun, Waktu itu bangunan
Ka’bah rusak berat.Perbaikan
ka’bah di lakukan secara gotong
royong, para penduduk
Mekkah membantu perkerjaan
itu dengan sukarela.
Tetapi pada saat terahir.ketika perkerjaan
tinggal mengangkat dan
meletakkan hajarul aswad
di tembat semula, timbul perselisihan karena setiap suku merasa berhak
melakukan tugas terahir dan
terhormat.perselisihan
semangkin memuncak maka
pemimpin qurais sepakat bahwa orang
yang pertama masuk ke ka’bah melalui
pintu shafa, akan
di jadikan hakim
untuk memutuskan perkara. Ternya orang pertama masuk itu adalah nabi Muhammad Saw. Ia pun di percaya menjadi
hakim, Ia lantas
membentangkan kain dan
meletakkan hajar aswad
di tengah-tengah, lalu meminta
seluruh pemimpin suku
memengang tepi kain dan mengangkatnya secara
bersama-sama.setelah sampai pada
ketinggian tertentu, Muhammad meletakkan batu
itu pada tempatnya
semula. Dengan demikian,
perselisihan dapat di selesaikan
dengan bijaksana, dan
semua kepala suku
merasa puas dengan cara
penyelesaian seperti itu. Nabi Muhammad segera kembali ke Madina.
Beliau mengatur organisasi masyarakat kabila yang
telah memeluk agama
islam. Petugas keagamaan
dan para dai
dikirim ke berbagai daerah
dan kabila mengajarkan
ajaran-ajaran islam, mengatur
peradilan, dan memungut zakat.
Dua bulan setelah
itu, Nabi menderita
sakt demam. Tenaganya
dengan cepat berkurang. Pada hari senin 12 Rabi’ul Awal 11 H/8 Juni 632
M., Nabi Muhammad Saw wafat di rumah isterinya aisyah. Dari perjalan
sejarah Nabi ini,
dapat di simpulkan
bahwa Nabi Muhammad Saw,
di samping sebagai pemimpin
agama, juga seorang
negarawan, pemimpin politik
dan administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi
pemimpin politik, beliau berhasil menundukkan jazirah Arab ke dalam
kekuasaannya.
B. Sumber
Peradilan Islam Masa Rasulullah SAW
Penetapan hukum pada periode Rasulullah
saw berlangsung 22 tahun 2 bulan 22 hari. Periode ini telah mewariskan nas-nas
Hukum dalam al-Qur’an dan sunah Rasul, mewariskan sejumlah asas-asas penetapan hukum
yang menyeluruh serta memberi petunjuk Kepada sejumlah sumber dan dalil-dalil untuk
menentukan hukum. Periode ini telah meninggalkan asas-asas penetapan hukum yang
sempurna. Pada periode rasulullah terdiri dari dua fase yang memiliki corak dan
karakteristik tersendiri.
Pertama, yaitu fase makkiyah. Masa
makkiyah ini umat islam masih terisolir, sedikit kuantitas dan kapasitasnya
masih lemah, belum bisa membentuk komunitas umat yang memiliki lembaga
pemerintahan yang kuat. Perhatian Rasulullah pada masa ini ialah divyrahkan
kepada aktifitas penyebaran dakwah untuk menanamkan tauhid kepada Allah dan
meninggalkan praktik penyembahan berhala. Pada masa ini belum ada kesempatan
untuk membentuk perundang-undangan, tata pemerintahan dan lainnya.
Kedua, fase madaniyah.
Fase madaniyah ini Islam sudah kuat, kuantitas umat islam sudah banyak dan telah
mempunyai tata pemerintahan sehingga media dakwah berjalan dengan lancar dan
damai. Keadaan seperti ini yng mendorong perlu adanya tasyri dan pembentukan
undang-undang yang mengatur hubungan antar umat. Di Madinah ini disyariatkan
hukum-hukum perkawinan, perceraian, kepidanaan, warisan, perjanjian, utang
piutang, dan lainnya.
Sebagai seorang Qādli (pemegang
otoritas jurisdiksi) Nabi SAW telah menjalankan perannya dengan baik dalam
memutuskan berbagai persoalan yang terjadi pada zaman itu. Diantara putusan Nabi
ada diantaranya yang merupakan implementasi langsung dari aturan-aturan wahyu yang
terdapat dalam al-Quran, seperti saat Nabi SAW memerintahkan pemotongan tangan seorang
perempuan Bani Makhzūm yang mencuri, sebagai pelaksanaan kandungan ayat QS. Al-Mā’idah:
38. Nabi SAW juga sering memutuskan sesuatu melalui ijtihad jika tidak terdapat
dalam nas-nya. Ada empat perangkat hukum yang dijadikan panduan bagi qadhi dalam
memberikan hak kepada penerimanya:
a. Ikrar
(pengakuan), yaitu pengakuan dari seorang terdakwa terhadap semua dakwaan
terhadapanya dengan jujur.
b. Bukti,
yaitu kesaksian para saksi sebagaimana disebutkan dalam sebuah kaidah dalam
majalah al-ahkam al-‘adhiyah bersumber dari sebuah hadis Nabi Muhammad SAW.
c. Sumpah,
Suatu pernyataan yang khidmat, diucapkan pada waktu memberi keterangan atau
janji atas nama Allah SWT. dengan menggunakan salah satu huruf qasam.
d. Penolakan,
yaitu terdakwa menolak untuk bersumpah sehingga ia tidak mengucapkan sumpahnya.
C. Contoh
Kasus dan Penyelesaiannya
Kebanyakan kasus yang
diselesaikan pada masa Rasulullah saw. Bersifat ad hoc dan diselesaikan secara
informal di dalam suatu acara yang bersifat ad hoc pula. Meskipun peradilan
yang dilaksanakan oleh Rasulullah terkesan tidak formal, tetapi putusan-putusan
yang ditetapkan Rasulullah mengandung nilai-nilai keadilan sehingga putusan itu
sangat dihormati oleh semua pihak yang berperkara.
1. Perkara
keluarga
Perkara
keluarga yang berhubungan dengan keluarga(ahwal syakhsiyah), seperti hubungan
suami istri, mahar, nikah, talak, rujuk, li’an, al-walad, penyusuan anak,
wasiat, waris, dan nafkah. Contohnya kasus khiyar dalam pernikahan, Seorang
wanita yang ditalak suaminya, dan suaminya ingin mengambil anakanya,dan ia pun
pergi kepada rasul. Rasul berkata kepadanya: “engkau lebih berhak dengannya
selama engkau tidak menikah”.
2. Perkara
perdata
Perkara
perdata adalah perkara mengenai perselisihan hubungan antara perseorangan
(subyek hukum) yang satu dengan perseorangan (subyek hukum) yang lain mengenai
hak dan kewajiban/perintah dan larangan dalam lapangan keperdataan sebagai
contoh, permasalahan perselisihan tentang perjanjian jual beli, sewa, pembagian
harta bersama, dan lainnya.
3. Perkara
pidana
Perkara
pidana yaitu tindak pidana yang pelanggarnya diproses menurut hukum acara
pidana yang berlaku. Sedangkan, tindak pidana yaitu perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan sanksi pidana oleh undang-undang bagi barang siapa yang dengan
melawan hukum melanggar larangan tersebut tanpa adanya alasan pembenar.
D. Para
Hakim Masa Rasulullah SAW
Keberadaan Nabi SAW
sendiri di masyarakat-negara Madinah saat itu jika dilihat dari konsep
ketatanegaraan modern menggabungkan ketiga institusi trias politica yaitu
kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan judikatif sekaligus.
Sebagai seorang penerima sekaligus penyampai wahyu dari Allah, Nabi Muhamad SAW
merupakan satu-satunya sumber segala hukum dan tata aturan. Bahkan segala
perbuatan dan ucapannya juga diposisikan sebagai sumber legislasi yang harus
ditaati. Sedangkan unsur kekuasaan eksekutif Rasulullah dapat dilihat dari
pelaksanaan beliau dan pengejawantahan hukum-hukum Allah/syariat Islam serta
menegakkannya dalam berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi maupun politik.
Adapun kekuasaan judikatif Rasulullah diperlukan dalam kerangka penegakan
keadilan dan pemeliharaan hak-hak masyarakat waktu itu yang terkadang mengalami
perselisihan atau persengketaan antar pemiliknya.
Nabi SAW merupakan
satu-satunya pemegang otoritas jurisdiksi saat itu. Namun beberapa riwayat yang
ada menunjukkan bahwa Nabi SAW pernah menunjuk beberapa orang sahabatnya untuk
menyelesaikan kasus-kasus persengkataan tertentu. Diantaranya:
1. Hudzaifah
ibn al-Yaman al-`Absy
2. Muadz
ibn Jabal
3. Uqbah
ibn Amir al-Juhani, Ma`qil ibn Yasar, Ali bin Abi Thalib, Utab bin Asib di
Makkah, Al-Ala Al-Hadrami ke Bahrain.
4. Uwaimir
bin Amir untuk wilayah Madinah, Syuraih bin Kharits Al Kindi untuk Kufah, Abu
Musa Al Asyari di Bashrah dan Ustman bin Qais bin Abi Al Ash untuk wilayah
Mesir.
Dari uraian di atas, yang
perlu dicatat adalah bahwa Nabi SAW tidak pernah mengangkat seorangpun yang
secara khusus mengemban tugas “profesi” sebagai qādli maupun memberikan mandat
jurisdiksi (qadlā’) secara penuh kepada sahabat-sahabat beliau untuk melakukan
tugas tersebut secara multak tanpa batasan tempat dan waktu. Akan tetapi
pemberian otoritas jurisdiksi oleh Nabi kepada sahabatnya tersebut paling
tinggi terjadi saat beliau menujuk wakilnya untuk melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan di daerah tertentu sebagai bagian dari wilayah `āmmah.