DEFINISI, DALIL, DAN RUKUN WAKAF MENURUT FUQAHA DENGAN UNDANG-UNDANG

DEFINISI, DALIL, DAN RUKUN WAKAF MENURUT FUQAHA DENGAN UNDANG-UNDANG


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

    Wakaf adalah bentuk perbuatan ibadah yang sangat mulia di mata Allah Swt karena memberikan harta bendanya secara cuma–cuma, yang tidak setiap orang bisa melakukannya dan merupakan bentuk kepedulian, tanggung jawab terhadap sesama dan kepentingan umum yang banyak memberikan manfaat. Wakaf dikenal sejak masa Nabi Muhammad Saw. Wakaf disyariatkan saat beliau hijrah ke Madinah, pada tahun kedua Hijriah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat Ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Nabi Muhammad Saw ialah wakaf tanah milik Nabi Muhammad Saw untuk dibangun masjid. Kemudian ada pendapat sebagian Ulama yang mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bin Khathab. Kemudian syariat wakaf yang telah dilakukan Umar bin Khathab disusul oleh Abu Thalhah yang selanjutnya disusul oleh Abu Bakar, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Mu’adz bin Jabal, Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam dan Aisyah isteri Nabi Muhammad Saw

B. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Wakaf menurut para fuqaha dan Undang-undang?

2. Sebutkan dalil dan rukun wakaf menurut para fuqaha?

C. Tujuan

Agar dapat membandingkan anatar definisi, dalil dan rukuf wakaf menurut fuqaha dan undang-undang.

 

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi wakaf menurut para fuqaha dan Undang-Undang

    Kata Wakaf atau waqf berasal dari bahasa Arab Waqafa. Asal kata “Waqafa” berarti menahan atau berhenti atau diam di tempat atau tetap berdiri. Kata “Waqafa-Yuqifu-Waqfan” sama artinya dengan “HabasaYahbisu-Tahbisan”. Pengertian menghentikan ini. Jika dikaitkan dengan waqaf dalam istilah ilmu Tajwid, ialah tanda berhenti dalam bacaan Al-Qur’an. Begitu pula bila dihubungkan dalam masalah ibadah haji, yaitu wuquf, berarti berdiam diri atau bertahan di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. 

    Pengertian wakaf menurut istilah, para ulama’ berbeda pendapat dalam memberikan batasan mengenai wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqih adalah sebagai berikut :

a) Menurut Iman Abu Hanifah

    Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaat”. Karena itu madzhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah : “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang”.

b) Menurut Mazhab Maliki

    Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang.

    Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedangkan benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya).

c) Menurut Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal

    Mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf adalah: “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial)”.

    Ahmad bin Hambal mengatakan wakaf terjadi karena dua hal. Pertama karena kebiasaan (perbuatan) bahwa dia itu dapat dikatakan mewakafkan hartanya. Seperti seorang mendirikan mesjid, kemudian mengizinkan orang shalat di dalamnya secara spontanitas bahwa ia telah mewakafkan hartanya itu menurut kebiasaan (uruf). Walaupun secara lisan ia tidak menyebutkannya, dapat dikatakan wakaf karena sudah kebiasaan. Kedua, dengan lisan baik dengan jelas (sariih) atau tidak. Atau ia memaknai kata-kata habastu, wakaftu, sabaltu, tasadaqtu, abdadtu harramtu. Bila menggunakan kalimat seperti ini ia harus mengiringinya dengan niat wakaf.

d) Imam Taqiy ad-Din Abi Bakr

    Dengan wakaf dimungkinkan adanya pengambilan manfaat beserta menahan dan menghentikan harta yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah”. 

e)     Muhammad Jawad Mughniyah

    Dalam bukunya al-Ahwalus Syakhsiyah menyebutkan bahwa wakaf adalah : “Suatu bentuk pemberian yang menghendaki penahanan asal harta dan mendermakan hasilnya pada jalan yang bermanfaat” 

 f)     Sayyid Sabiq 

    “Wakaf adalah menahan harta dan memberikan manfaatnya dijalan Allah” Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian wakaf dalam syari’at Islam kalau dilihat dari perbuatan orang yang mewakafkan, wakaf ialah suatu perbuatan hukum dari seseorang yang dengan sengaja memisahkan/ mengeluarkan harta bendanya untuk digunakan manfaatnya bagi keperluan di jalan Allah/ dalam jalan kebaikan. 

    Sedangkan pengertian wakaf dalam Undang-Undang sebagai berikut :

a) Kompilasi Hukum Islam Pasal 215 ayat 1 

    Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam Berdasarkan ketentuan Pasal 215 ayat 4 KHI tentang pengertian benda wakaf adalah : Segala benda baik bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam 

b) Menurut UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 1 ayat (1) 

    menyatakan bahwa : Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah

c) Menurut PP No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 

    tentang wakaf Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa : Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syari’ah.

B. Dalil dan dasar hukum Wakaf

    Dalil yang menjadi dasar disyari’atkannya ajaran wakaf bersumber dari pemahaman teks ayat Al-Qur’an dan juga As-Sunnah. Tidak ada dalam ayat Al-Qur’an yang secara tegas menjelaskan tentang ajaran wakaf. Yang ada adalah pemahaman konteks terhadap ayat Al-Qur’an yang dikategorikan sebagai amal kebaikan. Demikian ditemukan petunjuk umum tentang wakaf walaupun secara implisit . Misalnya Firman Allah :

1. Surat Ali Imran ayat 92

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

Artinya; Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui.

2. Surat Al-Baqarah ayat 261

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.

    Selain dalam Al-Qur’an di dalam beberapa Hadits juga dijelaskan tentang shadaqah secara umum yang dapat dipahami sebagai wakaf. Diantaranya Sabda Nadi SAW :

عن ابي هريرة ان رسول االله صلى االله عليه وسلم قال اذا: مات الانسان انقطع عنه عمله لاا من ثلاثة الا : من صدقة جارية, اوعلم ينتفع او, به ولد صالح يدعوله.  رواه مسلم

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Apabila manusia mati, putuslah amalnya kecuali tiga (perkara): Shadaqah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak saleh yang berdoa untuk orang tuanya. (HR. Muslim)

    Dasar Hukum Wakaf Menurut Hukum Indonesia diatur dalam berbagai peraturan dalam perundang-undangan, yaitu :

 a. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.

 b. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Tata Cara Perwakafan Tanah Milik.

c. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Perincian Terhadap PP No. 28 Tahun 1977 tentang Tata Cara Perwakafan Tanah Milik.

 d. Instruksi Bersama Menteri Agama Republik Indonesia dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1990, Nomor 24 Tahun 1990 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf.

 e. Badan Pertanahan Nasional Nomor 630.1-2782 Tentang Pelaksanaan Penyertifikatan Tanah Wakaf.

 f. Instruksi Presidan Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.

 g. Undang-Undang Nomor. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

h. Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

C.     Rukun dan Syarat Wakaf

    Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun wakaf ada empat (4), yaitu :

1. Wakif (orang yang mewakafkan harta);

2. Mauquf bih (barang atau benda yang diwakafkan);

3. Mauquf ‘Alaih (pihak yang diberi wakaf/peruntukan wakaf);

4. Shighat (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan sebagian harta bendanya) 

    Para Ulama’ berbeda pendapat dalam menentukan rukun wakaf. Perbedaan tersebut merupakan implikasi dari perbedaan mereka memandang substansi wakaf. Jika pengikut Malikiyah, Syafi’iyah, Zaidiyah dan Hanabilah memandang bahwa rukun wakaf terdiri dari waqif, mauquf alaih, mauquf bih dan sighat, maka hal ini berbeda dengan pandangan pengikut Hanafi yang mengungkapkan bahwa rukun wakaf hanyalah sebatas sighat (lafal) yang menunjukkan makna/ substansi wakaf. 

    Sedangkan dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yaitu Pasal 6 menyatakan bahwa Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

a. Wakif;

b. Nadzir;

c. Harta benda wakaf;

d. Ikrar wakaf;

e. Peruntukan harta benda wakaf; 

f. Jangka waktu wakaf

 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

    Kata Wakaf atau waqf berasal dari bahasa Arab Waqafa. Asal kata “Waqafa” berarti menahan atau berhenti atau diam di tempat atau tetap berdiri. Kata “Waqafa-Yuqifu-Waqfan” sama artinya dengan “HabasaYahbisu-Tahbisan”.

    Dalil yang menjadi dasar disyari’atkannya ajaran wakaf bersumber dari pemahaman teks ayat Al-Qur’an dan juga As-Sunnah. Tidak ada dalam ayat Al-Qur’an yang secara tegas menjelaskan tentang ajaran wakaf. Yang ada adalah pemahaman konteks terhadap ayat Al-Qur’an yang dikategorikan sebagai amal kebaikan, seperti Surat Ali Imran ayat 92, Surat Al-Baqarah ayat 261, dan Hadits Nabi, Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, 

    Rukun wakaf, Wakif (orang yang mewakafkan harta), Mauquf bih (barang atau benda yang diwakafkan), Mauquf ‘Alaih (pihak yang diberi wakaf/peruntukan wakaf), Shighat (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan sebagian harta bendanya


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Kasdi, Pergeseran mankna dan pemberdayaan wakaf dari konsumtif ke produktif, Jurnal Zakat dan Wakaf, ZISWAF, Vol.3 No.1, Juni.

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Terj Masykur A.B, Afif Muhammad & Idrus Al-Kaff, Jakarta : Penerbit Lentera, 2007.

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Nawawi, Ar-Raudhah, (Bairut : Dar al-Kutub al-Ilmiah), IV, dikutip oleh Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006.

Juhaya S. Pradja dan Mukhlisin Muzarie, Pranata Ekonomi Islam Wakaf, Yogyakarta: Dinamika, 2009.

Lebih baru Lebih lama