Term, Proposisi dan Penalaran Hukum

 

Term, Proposisi dan Penalaran Hukum
(Lafadz, Qodhiyyah dan Pembuatan Natijah Hukum dalam Ilmu Mantiq)


A.    Term

Definisi term ialah pernyataan verbal tentang suatu gagasan. Term adalah bunyi yang diartikulasikan dan berfungsi sebagai tanda gagasan, yang dinyatakan dalam wujud kata-kata.[1] Akan tetapi tidak semua kata dapat disebut term sebab ada kata-kata yang tidak semua memiliki referent (hal yang menjadi obyeknya) misalnya kata-kata: jika, dalam, oleh, dan, akan dan lain-lain.

a.       Konotasi dan denotasi

Sebuah term memberikan konotasi tentang sesuatu sejauh term itu dimaksudkan untuk menyebutkan sesuatu tersebut. Term dapat juga menandai sesuatu jika term itu memberikan gambaran tentang suatu hal. Sebuah term disamping bermakna, sekaligus mempunyai objek.

Dari keterangan tersebut maka term dapat didefinisikan sebagai unsur hakiki atau unsur hakiki dari pemikiran yang diperlukan untuk membentuk sebuah term. Konotasi adalah sejumlah kualitas yang dapat membentuk sebuah gagasan atau idea. Sehingga konotasi bersangkutan dengan isi pengertian. Contoh, ciri yang membentuk gagasan ibu adalah seorang wanita dengan seorang anak kandungnya sendiri.

Sedangkan denotasi adalah semua hal yang dapat diwujudkan dalam sebuah term. Sehingga denotasi terkait dengan luar pengertian. Contoh, individu, yang secara umum memiliki ciri hakiki yang membentuk konotasi term ibu, yang juga membentuk denotasi term. Misalnya, bu Tut, bu Ian, bu Tir. Bagaimana hubungan antara keduanya? Konotasi dan denotasi berhubungan secara berbanding terbalik. Artinya, semakin padat isi pengertian (konotasi), maka semakin sempit denotasinya dan sebaliknya. Dengan kata lain semakin abstrak atau universal suatu hal, maka semakin tidak kongkret dan sulit diterangkan atau dicari contoh objeknya. Sebaliknya, semakin kongkret sesuatu maka semakin dangkal isi pengertiannya.

b.      Jenis-jenis Term

Term dapat diklasifikasikan menurut kuantitas objeknya, asas perlawanan gagasan dasarnya, ketetapan maknanya dan kodrat referent-nya (objek pendukungnya).[2]

1.      Jenis term menurut kuantitas objeknya

·         Term singular: term yang hanya menyebut satu objek individu. Contoh: mahasiswa itu, Pak Budi.

·         Term partikular: term yang menyebut sebagian dari sejumlah atau sekelompok objek. Contoh: beberapa karyawan IAIN.

·         Term universal: term yang menyebut kelompok objek tertentu sebagai sebuah konsep keseluruhan yang mencakup masing-masing individu objek sebagai anggota tau bagiannya. Contoh: manusia, dosen, mahasiswa.

·         Term kolektif: term yang menggambarkan sekelompok objek atau koleksi objek sebagai sebuah unit. Contoh: Himpunan Mahasiswa Jurusan, keluarga.

2.      Jenis term menurut asas perlawanan gagasan dasarnya

·         Term kontradiktoris: pasangan term yang term yang satu mempertegas makna term yang lain melalui pengingkarannya, disini term yang satu mengingkari konotasi term yang lainnya.

Contoh: hidup-mati, benar-salah, baik-buruk.

·         Term kontraris: pasangan term yang menunjukkan sudut-sudut ekstrem diantara objek-objek yang tersusun dalam satu kelas tertentu.

Contoh: panas-dingin, hitam-putih.

·         Term relatif: pasangan term dimana yang satu tidak mungkin dimengerti tanpa adanya yang lain sebagai lawannya.

Contoh: ibu-anak, guru-murid, suami-istri.

3.      Jenis term menurut ketepatan maknanya

·         Term univok: term yang hanya menerangkan satu objek tertentu atau dalam arti yang persis sama. Contoh: rokok, pohon, rumah.

·         Term ekuivok: term yang memungkinkan terbentuknya makna ganda, atau term-tem yang mempunyai bunyi yang persis sama, tetapi arti yang terkandung di dalam masing-masing berbeda satu sama lain. Contoh: halaman dapat berarti: tanah kosong disekitar rumah, lembar-lembar sebuah buku.

·         Term analog: term yang dapat menerangkan dua hal atau lebih dalam arti yang berbeda satu sama lain, namun kadang-kadang ada kesamaannya juga. Contoh: kaki dapat berarti: bagian tubuh (arti sebenarnya), bagian benda yang berfungsi seperti kaki (analogi).

4.      Jenis term menurut kodrat referent-nya

·         Term konkret: term yang memiliki objek yang mudah diamati. Contoh: kacamata, bolpoint.

·         Term abstrak: term yang memiliki objek yang baru dapat dimengerti setelah melalui proses abstraksi. Contoh: keadilan, kebenaran.

·         Term nihil: term yang tidak memiliki referent sama sekali, sebab objek-objek term ini bersifat imajinatif, fiktif dan sebagainya. Contoh: mobil bersayap, manusia bersayap.

·         Suposisi term

Suposisi term adalah ketepatan makna yang dimiliki oleh sebuah term dalam sebuah proposisi atau pernyataan. Berikut ini penganalisaan terhadap jenis-jenis suposisi term dan terhadap perbedaan-perbedaan yang muncul.

Ø  Suposisi material

Suposisi material adalah penggunaan term dengan makna sebagaimana term itu diucapkan atau ditulis. Suposisi ini semata-mata hanya menerangkan sebuah term apa adanya, terlepas dari makna yang terkandung di dalamnya. Contoh: cinta adalah kata yang tersusun dari lima huruf c-i-n-t-a.

Ø  Suposisi formal

Suposisi formal ialah penggunaan ter, sesuai dengan apa yang dimaksudkan. Jadi term merujuk pada bentuk atau forma objek yang dimaksud.            Contoh: manusia adalah animal rationale.

Ø  Suposisi logis

Suposisi logis adalah penggunaan term dalam sebuah konsep dengan maksud untuk menentukan akal budi atau pikiran kepada konsep yang bersifat abstrak dan selalu bersifat rasional. Contoh: kemanusiaan adalah sebuah konsep universal.

Ø  Suposisi riil

Suposisi riil adalah penggunaan term untuk menyebutkan hal atau sesuatu yang di dalam realitasnya memang benar-benar ada. Contoh: manusia mempunyai mulut, anjing mempunyai moncong.

Ø  Suposisi metaforis

Suposisi metaforis adalah penggunaan term dalam konotasi logis. Contoh: ombak di Pantai bergulung dan berkejar-kejaran.

B.     Proposisi

          Dalam bahasa yang sederhana proposisi adalah “pernyataan yang dapat diberi nilai benar atau salah”.Perlu ditegaskan bahwa proposisi merupakan “pernyataan” bukan pertanyaan.[3]Proposisi merujuk pada suatu fakta.Dapat dirumuskan proposisi adalah pernyataan atau ekspresi verbal sebuah keputusan dengan mengakui atau mengingkari suatu hal.

          Berkaitan dengan sifat proposisi yang merupakan sebuah pernyataan maka proposisi senantiasa selalu dapat diberi nilai apakah benar (B) atau salah (S). Contoh: Seorang Raja berkata “manusia adalah dapat hidup apabila tidak makan selamanya”. Sekalipun itu adalah proposisi dari sang raja namun pernyataan tersebut bernilai “S”. Proposisi si pemulung yang menyatakan “Setiap orang adalah perlu makan” merupakan pernyataan yang diberi nilai “B”.

          Proposisi memiliki 3 (tiga) komponen pokok, yaitu:

1.      Ts (term subjek)

2.      Kopula (penghubung

3.      Tp (term predikat)

Catatan:

·        K (Kopula) selalu berada di tengah (diantara Ts dan Tp)

·        Ts selalu berada disebelah kiri Kopula

·        Tp selalu berada disebelah kanan Kopula.

Ts maupun Tp selalu memiliki kuantitas,apakah “Universal” (untuk selanjutnya diberi symbol “U”) ataukah “Partikular” (untuk selanjutnya diberi simbol “P”). Ketiga unsur tersebut hanya terdapat di dalam proposisi kategoris standar. Adapun proposisi disebut proposisi kategoris jika apa yang menjadi term predikat diakui atau diingkari secara mutlak (tanpa syarat) tentang apa yang menjadi term subjek.

1.      Jenis-jenis proposisi

            Pada umumnya di dalam logika dibedakan tiga jenis proposisi, yaitu proposisi kategoris, hipotesis dan modalitas.[4]

a.       Proposisi kategoris

Proposisi kategoris adalah proposisi yang menyatakan secara langsung tentang cocok tidaknya hubungan yang ada dintara term subjek dan term predikat. Setiap proposisi kategoris mengandung tiga, yaitu unsur subjek, predikat, kopula.

·        Kuantitas dan kualitas proposisi kategoris

Kualitas atau ciri karakteristik sebuah proposisi kategoris terkandung di dalam hakikat proposisi itu sendiri, yaitu afirmatif atau negative. Disebut jika kopula berfungsi menghubungkan atau mempersatukan S dengan P, sehingga keseluruhan proposisi adalah afirmatif. Termasuk apabila proposisi afirmatif tersebut mempunyai subjek atau predikat yang negatif. Contoh:

Tidak ada manusia yang tidak dapat mati.

S. Negative                        P. Negative

Tidak semua manusiamemahami logika

                  S.Negative

     Dalam memahami proposisi harus memahami empat unsur yaitu: 1. Quantifier: kata yang menunjukkan banyaknya satuan yang diikat oleh term subjek, 2. Term subjek, 3. Kopula, dan 4. Term predikat.

·        Kombinasi kualitas dan kuantitas proposisi

Kombinasi antara kualitas dan kuantitas proposisi menghasilkan empat baku proposisi kategoris, yaitu:

1.      Proposisi afirmatif-universal disebut proposisi A. Contoh: semua mahasiswa wajib mengikuti Ujian Akhir Semester.

2.      Proposisi negative-universal disebut proposisi E. Contoh: pembeli bukan penjual.

3.      Proposisi afirmatif-particular disebut proposisi I. Contoh: beberapa orang menjadi saksi kunci kasus penculikan aktivis.

4.      Proposisi negative-particular disebut proposisi O. Contoh: beberapa mahasiswa tidak memakai sepatu saat kuliah.

b.      Proposisi hipotesis

                  Proposisi hipotesis mernyatakan hubungan ketergantungan antara dua gagasan, baik dalam bentuk oposisi dalam bentuk kemiripan.Proposisi hipotesis merupakan proposisi yang di dalamnya memuat afirmasi ataupun negatif yang bersifat kondisiaonal. Proposisi hipotesis terdiri dari tiga macam proposisi, yaitu:

·        Proposisi kondisional

Proposisi kondisional adalah proposisi yang menyatakan suatu kondisi atau hubungan ketergantungan antara dua proposisi. Rumusannya adalah

“jika....maka....”. Dengan demikian proposisi kondisional memiliki dua bagian, yaitu antesedens dan konsekuens.

·        Proposisi disjungtif

Proposisi disjungtif adalah proposisi yang subjek atau predikat terdiri dari bagian-bagian yang saling terkait. Proposisi ini mempunyai rumusan, yaitu “atau...maka...”. proposisi disjungtif disebut sempurna apabila masing-masing bagian yang berhubungan tersebut secara timbal balik bersifat ekslusif (tidak mungkin keduanya benar atau salah)

·        Proposisi konjungtif

Proposisi konjungtif ialah proposisi yang menolak gagasan, bahwa dua predikat yang bersifat kontraris (term yang menunjukkan sudut-sudut ekstren dalam satu kelas tertentu) dapat menjadi benar bagi subjek yang sama dan pada waktu yang sama pula. Proposisi konjungtif dapat diterapkan pada proposisi hipotesis atau gabungan antara proposisi hipotesis dan kategoris. Contoh: jika saudara telah memprogram mata kuliah logika hari rabu jam 1, maka tidak mungkin saudara juga memprogram mata kuliah lain di jam dan hari yang sama.

c.       Proposisi modalitas

      Proposisi modalitas merupakan proposisi yang tidak hanya meneguhkan atau mengingkari predikat stas subjek, melainkan juga menetapkan cara atau modus dimana predikat dinyatakan identik (pengertiannya), atau dipisahkan dengan subjek. Proposisi modalitas terdiri dari empat modus yang penting, yaitu mutlak (necessary), tergantung (contigent), mungkin (possible), tidak mungkin (impossible).

·        Proposisi modalitas mutlak, merupakan proposisi dimana predikat tidak dapat berfungsi lain kecuali menjadi bagian dari subjek. Contoh: lingkaran itu bulat.

·        Proposisi modalitas kontingen, merupakan proposisi yang predikatnya dapat berfungsi lain. Contoh: mahasiswa tidak boleh malas.

·        Proposisi modalitas yang mungkin, merupakan proposisi yang menyatakan aspek kemungkinan sesuainya hubungan antara subjek dan predikat. Contoh: pasien itu dapat meninggal dunia sewaktu-waktu.

·        Proposisi modalitas yang mustahil, merupakan proposisi yang menunjukkan bbahwa predikat merupakan sesuatu yang mustahil bagi subjek. Contoh: engkau tidak mungkin terbang sendiri ke bulan.

C. Penalaran Hukum

Penalaran pada dasarnya adalah sebuah proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Penalaran dapat menghasilkan sebuah pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir atau bahkan dengan perasaan. Dalam hal ini, budi atau perasaan memikirkan hal yang sudah ada untuk mendapatkan pengetahuan lain yang sebelumnya tidak ada. Maka dengan demikian, penalaran adalah sebuah aktivitas berpikir yang penting artinya untuk kepentingan perkembangan pengetahuan.Berpikir sendiri dalam hal ini berarti kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar.

Menurut R. G Soekadijo dalam penalaran proposisi-proposisi atau pernyataan yang menjadi dasar penyimpulan disebut dengan antesedens atau premis, sedangkan kesimpulannya bersifat konklusi (konsekuens).Di antara premis dan konklusi ada hubungan tertentu, hubungan itu disebut dengan konsekuensi. Jadi penalaran adalah kegiatan atau proses yang mempersatukan anteseden dan konsekuen. Keseluruhan proposisi-proposisi asnteseden dan konsekuen itu dinamakan argumentasi atau argumen.Istilah penalaran menunjukan kepada akal budinya, sedangkan istilah argumen menunjukan kepada hasil atau kegiatan penalaran.[5]

Penalaran adalah sebuah proses berpikir dalam merumuskan pengetahuan. Secara teoritis, satu-satunya makhluk yang memiliki kemampuan untuk melakukan penalaran adalah manusia.Maka oleh karena itu, kegiatan penalaran ini hanya dapat dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan kegiatan perasaan yang juga berlaku bagi manusia.

Kegiatan penalaran ini tersusun atas dua tahap.Pertama pemahaman berada dalam tahap pemahaman sebuah proposisi atau sejumlah proposisi dan hubungan diantara proposisi-proposisi tersebut.Tahap kedua adalah tahap tindakan akal budi yang memunculkan sebuah proposisi yang disebut dengan kesimpulan.Tindakan akal budi yang memunculkan kesimpulan itu disebut dengan istilah inferensi. Inferensi adalah sebuah tindakan akal budi yang memunculkan sebuah proposisi yang dinamakan kesimpulan dari atau berdasarkan proposisi (proposi-proposisi) anteseden (premis atau premis-premis) sebagai sebuah kegiatan berpikir: Kegiatan penalaran itu merupakan suatu kegiatan berpikir secara logis, kegiatan berpikir ini harus dilakukan menurut pola tertentu atau dengan logika tertentu, dan kegiatan ini harus dilakukan dengan secara analitis. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir secara logis dan analitis, maka kegiatan yang kita lakukan itu harus diisi dengan materi pengetahuan yang berasal dari sumber kebenaran Apabila materi untuk kegiatan penalaran bersumber pada rasio atau fakta, maka kemudian dikenal dengan istilah rasionalisme.Sedangkan apabila fakta-fakta itu bersumber dari pengalaman manusia, maka paham ini disebut dengan emperisme. Perlunya ada pembedaan antara cara-cara berpikir logis, analitis dengan berpikir biasa, sebab tidak semua kegiatan berpikir bersifat logis dan analitis, atau dapat kita katakan bahwa cara berpikir yang tidak termasuk ke dalam penalaran, bersifat tidak logis dan analitis. Oleh karena itu, kita dapat membedakannya misalnya dengan perasaan, dalam hal ini perasaan merupakan suatu penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran.Selain perasan misalnya intuisi, kedua bentuk berpikir ini adalah non analitis yang tidak mendasarkan diri pada pola berpikir tertentu.

Penalaran hukum sebagai kegiatan berpikir problematis tersistematis mempunyai ciri-ciri khas[6]. Menurut Berman ciri khas penalaran hukum adalah:

1.      Penalaran hukum berupaya mewujudkan konsistensi dalam aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum. Dasar berpikirnya adalah asas (keyakinan) bahwa hukum harus berlaku sama bagi semua orang yang termasuk dalam yuridiksinya.

2.      Penalaran hukum berupaya memelihara kontinuitas dalam waktu (konsistensi historikal). Penalaran hukum akan mengacu pada aturan-aturan hukum yang sudah terbentuk sebelumnya dan putusan- putusan hukum terdahulu sehingga menjamin stabilitas dan prediktabilitas;

3.      Dalam penalaran hukum terjadi penalaran dialektikal, yakni menimbang-nimbang klaim-klaim yang berlawanan, baik dalam perdebatan pada pembentukan hukum maupun dalam proses mempertimbangkan pandangan dan fakta yang diajukan para pihak dalam proses peradilan dan dalam proses negosiasi.

 

Kenneth J. Vandevelde menyebutkan lima langkah penalaran hukum, yaitu:

1.      Mengidentifikasi sumber hukum yang mungkin, biasanya berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan (identify the applicable sources of law),

2.      Menganalisis sumber hukum tersebut untuk menetapkan aturan hukum yang mungkin dan kebijakan dalam aturan tersebut (analyze the sources of law),

3.      Mensintesiskan aturan hukum tersebut ke dalam struktur yang koheren, yakni struktur yang mengelompokkan aturan- aturan khusus di bawah aturan umum (synthesize the applicable rules of law into a coherent structure),

4.      Menelaah fakta-fakta yang tersedia (research the available facts),

5.      Menerapkan struktur aturan tersebut kepada fakta-fakta untuk memastikan hak atau kewajiban yang timbul dari fakta- fakta itu, dengan menggunakan kebijakan yang terletak dalam aturan-aturan hukum dalam hal memecahkan kasus-kasus sulit (apply the structure of rules to the facts).[7]

            Ruang Lingkup Logika dan Penalaran Hukum

Ada dua cara berpikir yang dapat kita gunakan untuk mendapatkan kebenaran yaitu melalui metode induksi dan deduksi.

a.       Induksi

Induksi adalah cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual.

b.      Deduksi

Deduksi adalah kegiatan berpikir yang merupakan kebalikan dari induksi.

Prinsip Dasar Logika Dalam Penalaran Hukum

       Asas identitas atau principium identitatis atau law of identity.

       Asas kontradiksi atau principium contradictoris atau law of contradiction.

       Asas penolakan kemungkinan ketiga atau principium exclusi tertii atau law of excluded middle.

       Principium rationis sufficientis atau law of sufficient reason.[8]

Unsur-unsur Dalam Penalaran Hukum

Unsur-unsur penalaran yang dimaksudkan adalah tentang pengertian, karena pengertian ini merupakan dasar dari semua bentuk penalaran.Untuk mendapatkan pengertian sesuatu dengan baik sering juga dibutuhkan suatu analisa dalam bentuk pemecah-belahan sesuatu pengertian umum ke pengertian yang menyusunnya, hal ini secara teknis disebut dengan istilah pembagian.

Jenis-jenis Penalaran Hukum

Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika atau dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis di mana berpikir logis di sini harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu.

Adanya sifat analitik dari proses berpikir manusia. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika.

Manfaat Penalaran Hukum

  1. Bagi para hakim legal reasoning ini berguna dalam mengambil pertimbangan untuk memutuskan suatu kasus.
  2. bagi para praktisi hukum legal reasoning ini berguna untuk mencari dasar bagi suatu peristiwa atau perbuatan hukum dengan tujuan untuk menghindari terjadinya pelanggaran hukum di kemudian hari dan untuk menjadi bahan argumentasi apabila terjadi sengketa mengenai peristiwa perbuatan hukum tersebut.
  3. Bagi para penyusun undang-undang dan peraturan, legal reasoning ini berguna untuk mencari dasar mengapa suatu undang-undang disusun dan mengapa suatu peraturan perlu dikeluarkan.
  4. bagi pelaksana, legal reasoning ini berguna untuk mencari pengertian yang mendalam tentang suatu undang-undang atau peraturan agar tidak hanya menjalankan tanpa mengerti maksud dan tujuannya yang hakiki.[9]

 

D. Pembahasan Lafadz

Ilmu mantiq ditinjau dari keberadaannya sebagai ilmu logika objek pembahasan didalamnya terbatas pada aspek makna saja. Sebagaimana pembahasan tentang qaul syarikh, hujjah, dan tata cara penyusunan keduanya. Pembahsan-pembahasan ini tidak terikat dengan keberadaan sebuah lafadz, karena sebagaimana dalam usaha mendapatkan tashawwur, perantara yang digunakan bukanlah lafadz fashal dan jenis, melainkan kandungan makna dalam keduanya. Namun dikarenakan pemahaman makna membutuhkan adanya lafadz, maka dalam hal ini para pakar ilmu mantiq membuatkan bab khusus mengulas tentang permasalahan lafadz.

Lafadz adalah suara yang bertumpu pada beberapa makhroj. Versi lain mengatakan, lafadz adalah suara yang memuat huruf-huruf hijaiyyah.

Lafadz dikelompokkan dua macam:

a.      Lafadz muhmal, yaitu lafadz yang tidak memiliki arti. Seperti nama-nama huruf hijaiyyah (ا, ب, ت,ث).

b.      Lafadz musta’mal, yaitu lafadz yang memiliki arti. Lafadz mustamal diklasifikasikan menjadi dua macam;

1)  Lafadz murakab (majmuk/compound), yaitu lafadz yang bagian-bagian penyusunnya menunjukan pada bagian dari makna lafadz tersebut.

2)  Lafadz mufrad (kata tunggal/singular), yaitu lafadz yang bagian-bagian penyusunnya tidak menunjukan pada bagian maknanya. Lafadz mufrad terbagi menjadi dua macam;

A.           Mufrad kulliy (kata tunggal universal), adalah suatu lafadz yang pemahaman maknanya tidak menghindarkan terjadinya syirkah (persamaan antar individu makna) didalamnya. Dipandang dari segi hubungannya dengan hakikat arfadnya, mufrad kulliy terbagi menjadi 2 macam;

Ø  Kulliy dzatiy ( universal zat/esensial), yakni apabila lafadz kulliy masuk kedalam cakupan makna hakikat dari afrad (individunya).

Ø Kulliy ‘aradziy (universal sifat/aksidental), yakni apabila lafadz kulliy tersebut keluar dari makna hakikat individu-individunya.

                             Pakar mantiq sebelum masa Ibnu Sina (Al-aqdamun) membagi lafadz kulliy menjadi 3 macam;

1.      Lafadz kulliy yang darinya tidak ditemukan sesuatu (afrad) dalam kenyataan (kenyataan diluar hati).

2.      Lafadz kulliy yang darinya hanya ditemukan satu afrad (individu) saja.

3.      Lafadz kulliy yang darinya ditemukan banyak afrad (individu).

Selanjutnya pakar mantiq dibawah kurun Ibnu Sina (Muta’akhirin) memilah masing-masing dari ketiga macam lafadz kulliy diatas menjadi tiga bagian;

1.      Lafadz kulliy yang tidak dijumpai afradnya, terbagi 2 macam;

a.    Kulliy yang mustahil wujudnya.

b.    Kulliy yang kemungkinan wujudnya.

2.      Lafadz kulliy yang memiliki satu afrad (individu) terbagi menjadi 2;

a.    Kulliy yang keberadaan perkara lain mustahil menyertainya.

b.    Kulliy yang keberadaan perkara lain mungkin menyertainya.

3.      Lafadz kulliy yang memiliki banyak afrad terbagi menjadi dua;

a.    Kulliy yang jumlah individunya terbatas.

b.     Kulliy yang jumlah individunya tidak terbatas.

 

B.            Mufrad juz’iy, adalah lafadz yang pemahaman maknanya menghindarkan terjadinya syirkah (persamaan antar individu makna) didalamnya.

 

E. Pembahasaan Qadhiyah

Apabila diperhatikan contoh-contoh ini, api panas, hawa sejuk, minuman segar, pintu terbuka dan sebagainya, maka akan didapati pada setiap contoh tersebut susunan kalimat berita (خبرى مركب (yang dimengerti dengan sempurna, dan hukum berita tersebut boleh dikatakan benar kalau sesuai dengan bukti, dan bohong kalau tidak sesuai dengan bukti. Dengan demikian, maka berita itu bisa mengandung benar dan bohong dan setiap susunan kalimat berita menurut contoh-contoh tersebut dalam ilmu mantiq disebut qadhiyyah.

Kadang-kadang qadhiyyah itu bersumber dari orang yang membawa beritanya tidak mengandung kebohongan, sehingga dianggap beritanya benar sama sekali, tetapi ketiadaan mengandung beritanya itu bohong adalah ditinjau dari segi orang yang mengatakannya dan bukan dari dzatnya

berita tersebut, sebagaimana qadhiyyah itu juga kadangkadang timbul dari orang yang tidak membawa beritanya benar, sehingga dikatakannya bohong melihat kepada yang mengatakannya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka ta’rif qadhiyah dapat dikemukakan sebagai berikut.“Suatu perkataan yang dimengerti, yang mengandung kemungkinan benar dan salah, dengan melihat perkataan itu sendiri”. (artinya tidak dilihat dari siapa yang mengatakannya).

Sebagaimana yang telah kita ketahui, tashdiqi adalah penilaian dan penghukuman atas sesuatu dengan sesuatu yang lain (seperti: gunung itu indah; manusia itu bukan kera dan lain sebagainya). Atas dasar itu, tashdiq berkaitan dengan dua hal: maudhu' dan mahmul ("gunung" sebagai maudhu' dan "indah" sebagai mahmul). Gabungan dari dua sesuatu itu disebut qadhiyyah (proposisi).

Macam-macam Qadhiyyah

Setiap qadhiyyah terdiri dari tiga unsur:

1) mawdhu',

2) mahmul dan

3) rabithah (hubungan antara mawdhu' dan mahmul).

Berdasarkan masing-masing unsur itu, qadhiyyah dibagi menjadi beberapa bagian.

Berdasarkan rabithah-nya, qadhiyyah dibagi menjadi dua:

a. hamliyyah (proposisi kategoris) dan

b. syarthiyyah (proposisi hipotesis).

Qadhiyyah hamliyyah adalah qadhiyyah yang terdiri dari mawdhu', mahmul dan rabithah.

Lebih jelasnya, ketika kita membayangkan sesuatu, lalu kita menilai atau menetapkan atasnya sesuatu yang lain, maka sesuatu yang pertama disebut mawdhu' dan sesuatu yang kedua dinamakan mahmul dan yang menyatukan antara keduanya adalah rabithah. Misalnya: "gunung itu indah". "Gunung" adalah mawdhu', "indah" adalah mahmul dan "itu" adalah rabithah (Qadhiyyah hamliyyah, proposisi kategorik)

Terkadang kita menafikan mahmul dari mawdhu'.Misalnya, "gunung itu tidak indah".Yang pertama disebut qadhiyyah hamliyyah mujabah (afirmatif) dan yang kedua disebut qadhiyyah hamliyyah salibah (negatif).

Qadhiyyah syarthiyyah terbentuk dari dua qadhiyyah hamliyah yang dihubungkan dengan huruf syarat seperti, "jika" dan "setiap kali".Contoh: jika Tuhan itu banyak, maka bumi akan hancur. "Tuhan itu banyak" adalah qadhiyyah hamliyah; demikian pula "bumi akan hancur" sebuah qadhiyyah hamliyah.Kemudian keduanya dihubungkan dengan kata "jika". Qadhiyyah yang pertama (dalam contoh, Tuhan itu banyak) disebut muqaddam dan qadhiyyah yang kedua (dalam contoh, bumi akan hancur) disebut tali.

Qadhiyyah syarthiyyah dibagi menjadi dua: muttasilah dan munfasilah. Qadhiyyah syarthiyyah yang menggabungkan antara dua qadhiyyah seperti contoh di atas disebut muttasilah, yang maksudnya bahwa adanya "keseiringan" dan "kebersamaan" antara dua qadhiyyah. Tetapi qadhiyyah syarthiyyah yang menunjukkan adanya perbedaan dan keterpisahan antara dua qadhiyyah disebut munfasilah, seperti, Bila angka itu genap, maka ia bukan ganjil. Antara angka genap dan angka ganjil tidak mungkin kumpul.

Qadhiyyah Mahshurah dan Muhmalah

Pembagian qadhiyyah berdasarkan mawdhu'-nya dibagi menjadi dua: mahshurah dan muhmalah. Mahshurah adalah qadhiyyah yang afrad (realita) mawdhu'-nya ditentukan jumlahnya (kuantitasnya) dengan menggunakan kata "semua" dan "setiap" atau "sebagian" dan "tidak semua". Contohnya, semua manusia akan mati atau sebagian manusia pintar. Sedangkan dalam muhmalah jumlah afrad mawdhu'-nya tidak ditentukan. Contohnya, manusia akan mati, atau manusia itu pintar.

Dalam ilmu mantiq, filsafat, eksakta dan ilmu pengetahuan lainnya, qadhiyyah yang dipakai adalah qadhiyyah mahshurah.

Qadhiyyah mahshurah terkadang kulliyah (proposisi determinatif general) dan terkadang juz'iyyah (proposisi determinatif partikular) dan qadhiyyah sendiri ada yang mujabah (afirmatif) dan ada yang salibah (negatif) . Maka qadhiyyah mahshurah mempunyai empat macam:

·         Mujabah kulliyyah: Setiap manusia adalah hewan

·         Salibah kulliyyah: Tidak satupun manusia yang berupa batu.

·         Mujabah juz'iyyah: Sebagian manusia pintar

·         Salibah juz'iyyah: Sebagian manusia bukan laki-laki.

Sebenarnya masih banyak lagi pembagian qadhiyyah baik berdasarkan mahmul-nya (qadhiyyah muhassalah dan mu'addlah), atau jihat qadhiyyah (dharuriyyah, daimah dan mumkinah) dan qadhiyyah syarthiyyah muttasilah (haqiqiyyah, maani'atul jama' dan maani'atul khulw).Namun qadhiyyah yang paling banyak dibahas dalam ilmu filsafat, mantiq dan lainnya adalah qadhiyyah mahshurah.

 

 

            F.Natijah Hukum dalam Ilmu Mantiq

Natijah merupakan gabungan dari mawdhu' dan mahmul yang sudah tercantum pada dua muqaddimah, yakni, "kunci" (mawdhu') dan "akan memuai jika dipanaskan" (mahmul). Sedangkan "besi" sebagai had awshat.

Yang paling berperan dalam qiyas adalah penghubung antara mawdhu' muqadimah shugra dengan mahmul muqaddimah kubra. Penghubung itu disebut had awsath. Had awsath harus berada pada kedua muqaddimah (shugra dan kubra) tetapi tidak tecantum dalam natijah.

Berikut contoh Natijah dalam ilmu mantiq yang sering kita dengar mengenai sebuah redaksi pada hadits nabi  yaitu:

فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Hadis ini menjadi perdebatan dikalangan para ulama, Bukan karena haditsnya yang salah, Akan tetapi karena pemahaman yang berbeda dalam memaknai sebuah teks. Ada yang memaknai bahwa semua bidah itu sesat tampa pengecualian, dan adapula yang memaknai kebanyakan bidah itu sesat dengan beberapa yang ter kecualikan.

Dilihat dari teks hadits tersebut yang mencantumka kalimat kull. Pada buku ini kull diklasifikasikan menjadi dua bagian,yakni:

  1. kull majmu’: kull yang menghukumi kumpulan dari individu atau kumpulan dari sebagian individu. Dalam arti, hukum ditetapkan pada saat individu-individu tersebut berkumpul. Cotohnya seperti “lima orang tentara dapat mengangkat batu besar”, yang artinya, batu itu akan terangkat oleh lima orang tentara bukan oleh perorangan dari kelima orang tersebut.
  1. kull jami’: kull yang menghukumi sebagian individu. Dalam arti, hukum ditetapkan untuk sebagian saja bukan keseluruhan dari sebuah kelompok. Contohnya “Penduduk desa ini adalah ulama” , yang artinya hukum ulama ditetapkan untuk sebagian penduduk saja.

Berdasarkan pengklasifikasian tersebut, maka penetapan hukum dlolalah (sesat) pada redaksi hadits diatas lebih rasional ketika menggunakan kull jami’, karena adanya beberapa bid’ah yang yang hasanah (baik). Sebagaimana bid’ah ketika umat muslim mengerjakan shalat tarawih berjamah.

Contoh penerapan kull diatas merupakan kajian kesastraan, yang berhubungan dengan Aqidah (keyakinan) dalam segi makna dan pemahaman.Yang harus kita terapkan ketika mengkaji sebuah redaksi, karna bisa berakibati fatal ketika salah dalam menafsirkan sebuah teks apalagi yang berhubungan dengan Al-Quran maupun hadits.

Selain penerapan kull, dalam buku ini terdapat bahasan mengenai natijah (konklusi).Natijah secara etimologi yaitu buah, sedangkan secara terminologi yaitu, kesimpulan yang tercetus akibat diterimanya kombinasi dua pernyataan, Kita bisa lebih bijak dalam memutuskan suatu perkara, dikarenakan penerapannya yang sistematis dan strukturalis. Dengan mengkombinasikan dua bagian pernyataan, yaitu:

  1. Muqodimah Sughro (premis minor): Merupakan sebuah bahan kecil untuk terbentuknya simpulan.
  2. Muqodimah Kubro (premis mayor): Merupakan sebuah bahan besar untuk terbentukya simpulan.

Contoh penerapan natijah:

  • Premis Minor: Alam semesta adalah sesuatu yang berubah-
  • Premis Mayor: Setiap hal yang berubah ubah adalah makhluk.
  • Konklusi: Alam semesta adalah makhluk.

 Sumber :

Rahman Hidayat, Ainur. Filsafat Berpikir Teknik-teknik Berpikir Logis Kontra Kesesatan Berpikir. (Pamekasan: Duta Media Publishing, 2017).

            Rakhmat, Muhammad. Pengantar Logika Dasar,  2013.

Ura Weruin, Urbanus. Logika Penalaran dan Argumentasi Hukum, Jurnal Konstitusi, Volume 14, Nomor 2, Juni 2017.

Umam Taqiuddin, Habibul.  Penalaran Hukum (Legal Reasoning) Dalam Putusan Hakim, JISIP, Vol. 1 No. 2.

 Indra Tektona, Rahmadi.  Modul Logika dan Argumentasi Hukum.

Bisyri, Cholil. 1893. Ilmu Manthiq. Rembang: Al-Ma’arif offset.

Sambas, Sukriadi. 2009. Mantiq Kaidah Berfikir. Bandung: Remaja Rosdakarya.

 Al-Kaff, Husain.1999. Pengantar Menuju Filsafat Islam“.Al-Jawad.

(Makalah Ust. Husein Al-Kaff dalam Kuliah Logika "Pengantar Menuju Filsafat Islam" di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad pada tanggal 25 Oktober -1 November 1999 M)

 



[1] Ainur Rahman Hidayat, Filsafat Berpikir Teknik-teknik Berpikir Logis Kontra Kesesatan Berpikir, (Pamekasan: Duta Media Publishing, 2017), hal. 87

[2]Ainur Rahman Hidayat, Filsafat Berpikir Teknik-teknik Berpikir Logis Kontra Kesesatan Berpikir, (Pamekasan: Duta Media Publishing, 2017), hal. 89

 

[3]Muhammad Rakhmat, Pengantar Logika Dasar,  2013, hlm. 66

[4]Ainur Rahman Hidayat, Filsafat Berpikir Teknik-teknik Berpikir Logis Kontra Kesesatan Berpikir, (Pamekasan: Duta Media Publishing, 2017), hlm. 95-101

[5]Habibul Umam Taqiuddin, Penalaran Hukum (Legal Reasoning) Dalam Putusan Hakim, JISIP, Vol. 1 No. 2 hlm. 192

[6] Urbanus Ura Weruin, Logika Penalaran dan Argumentasi Hukum, Jurnal Konstitusi, Volume 14, Nomor 2, Juni 2017, hlm. 381

[7]Habibul Umam Taqiuddin, Penalaran Hukum (Legal Reasoning) Dalam Putusan Hakim, JISIP, Vol. 1 No. 2 hlm. 193

[8]Dr. Rahmadi Indra Tektona, Modul Logika dan Argumentasi Hukum.

[9]Dr. Rahmadi Indra Tektona, Modul Logika dan Argumentasi Hukum.

Lebih baru Lebih lama