AYAT
TENTANG KESAKSIAN DALAM PERADILAN
A.
Mencari Bukti
1.
Q.S
Al Baqarah 282
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ج
وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ج
وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ج
فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ
وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ج
فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا
يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ج
وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ
فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ
الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ج
وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ج
وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ج
ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا
تَرْتَابُوا ۖ
إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ
وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ج
وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ج
وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ
وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis
menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka
hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan,
dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi
sedikit pun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau
lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah
walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi
laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka
(boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang
kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang
seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila
dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik
(utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah,
lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada
ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu
jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak
menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah
penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian),
maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah,
Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ayat ini merupakan ayat yang paling panjang di dalam
al-Qur‟an. Ayat ini merupakan nasihat dan bimbingan dari Allah bagi
hamba-hambaNya yang beriman jika mereka melakukan muamalah secara tidak tunai,
hendaklah mereka menulisnya supaya lebih dapat menjaga jumlah dan batas
muamalah tersebut, serta lebih menguatkan bagi saksi.[1]
Wahai orang-orang yang
beriman kepada Allah dan mengikuti RasulNya, Muhammad sholallohu alaihi
wasalam, bila kalian mengadakan transaksi hutang piutang sampai waktu tempo
tertentu, maka lakukanlah pencatatan demi menjaga harta orang lain dan
menghindari pertikaian. Dan hendaknya yang melakukan pencatatan itu adalah
seorang yang terpercaya lagi memiliki ingatan kuat, dan hendaknya orang yang
telah mendapatkan pelajaran tulis menulis dari Allah tidak menolaknya, dan
orang yang berhutang mendiktekan nominal hutang yang menjadi tanggungannya, dan
hendaklah dia menyadari bahwa dia diawasi oleh Allah serta tidak mengurangi
jumlah hutangnya sedikit pun. Apabila penghutang termasuk orang yang diputuskan
tidak boleh bertransaksi dikarenakan suka berbuat mubadzir dan pemborosan, atau
dia masih anak-anak atau hilang akal, atau dia tidak bisa berbicara lantaran
bisu atau tidak mempunyai kemampuan normal untuk berkomunikasi, maka hendaklah
orang yang bertanggung jawab atas dirinya mengambil alih untuk mendiktekannya.
Dan carilah persaksian dari
dua orang lelaki beragama islam, baligh lagi berakal dari orang-orang yang
shalih. Apabila tidak ditemukan dua orang lelaki, maka cari persaksian satu
orang lelaki ditambah dengan dua perempuan yang kalian terima persaksian
mereka. Tujuannya, supaya bila salah seorang dari wanita itu lupa, yang lain
dapat mengingatkannya. Dan para
saksi harus datang ketika diminta untuk bersaksi, dan mereka wajib
melaksanakannya kapan saja dia diminta untuk itu. Dan janganlah kalian merasa
jemu untuk mencatat hutang piutang, walaupun berjumlah sedikit atau banyak
hingga temponya yang telah ditentukan. Tindakan itu lebih sejalan dengan
syariat Allat dan petunjukNya, dan menjadi faktor pendukung paling besar untuk
menegakkan persaksian dan menjalankannya, serta cara paling efektif untuk
menepis keraguan-keraguan terkait jenis hutang, kadar dan temponya. Akan
tetapi, apabila transaksinya berbentuk akad jual beli, dengan menerima barang
dan menyodorkan harga secara langsung, maka tidak dibutuhkan pencatatan, dan
disunahkan mengadakan persaksian terhadap akad tersebut guna mengeliminasi
adanya pertikaian dan pertentangan antara dua belah pihak.
Kewajiban saksi dan pencatat
untuk melaksanakan persaksian dan pencatatan ssebagaimana yang diperintahkan
oleh Allah. Dan tidak boleh bagi pemilik piutang dan penghutang melancarkan
hal-hal buruk terhadap para pencatat dan para saksi. Begitu juga tidak
diperbolehkan bagi para pencatat dan para saksi berbuat keburukan kepada orang
yang membutuhkan catatan dan persaksian mereka. Apabila kalian melakukan
perkara yang kalian dilarang melakukannya, maka sesungguhnya tindakan itu
merupakan bentuk penyimpangan dari ketaatan kepada Allah, dan efek buruknya
akan menipa kalian sendiri. Dan takutlah kepada Allah dalam seluruh perkara
yang diperintahkanNya kepada kalian dan perkara yang kalian dilarangNya untu
melakukannya. Dan Allah mengajarkan kepada kalian semua apa-apa yang menjadi
urusan dunia dan akhirat kalian. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, maka
tidak ada satupun dari urusan-urusan kalian yang tersembunyi bagiNya, dan Dia
akan memberikan balasan kepada kalian sesuai dengan perbuatan-perbuatan itu.[2]
Asbabun Nuzul
Mengenai firman Allah Ta’ala
ini juga, Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, ayat
tersebut diturunkan berkenaan dengan pemberian utang salam dalam batas waktu
yang ditentukan. Utang salam adalah uang pembayaran lebih dulu, dan barangnya
diterima kemudian. Sedangkan Qatadah menceritakan, dari Abu Hasan Al-A’raj,
dari Ibnu Abbas, aku bersaksi bahwa pemberian hutang yang dijamin untuk
diselesaikan pada tempo tertentu, telah dihalalkan dan diizinkan Allah Ta’ala
Kemudian ia membacakan ayat ini, demikian riwayat Al-Bukhari. Dan disebutkan di
dalam Kitab Shahihain (Al-Bukhari dan Muslim), dari Ibnu Abbas, ia
menceritakan: “Bahwa Nabi pernah datang di Madinah sedang masyarakat di sana
biasa mengutangkan buah untuk tempo satu, dua, atau tiga tahun. Lalu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"مَنْ أَسْلَفَ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ
مَعْلُومٍ، ووزن معلوم، إلى أجل معلوم"
Artinya: “Barangsiapa meminjamkan sesuatu,
maka hendaklah ia melakukannya dengan takaran dan timbangan yang disepakati
sampai batas waktu yang ditentukan.” (HR. Al-Bukhari 2240 dan Muslim 1604)
Kalimat-kalimat Penting
Sebagian ulama mengatakan:
Ayat yang paling besar diharapakan dalam al-qur'an adalah ayat-ayat yang
membahas perkara hutang piutang; karena di dalamnya Allah membahas cara-cara
yang menjamin terjaganya hutang itu dari ketidak pastian, walaupun jumlah hutang
itu sedikit, mereka mengatakan: dan dengan ayat ini harta kaum muslimin akan
terjaga, hal ini merupakan maslahat yang sangat besar bagi umat islam.
a.
وَلْيَكْتُب
بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِ dalam
ayat disebutkanبَّيْنَكُمْ "diantara
kalian" dan bukanأحدكم "salah seorang dari
kalian", karena tatkala pemberi hutang yang berperan sebagai penulis untuk
penerima hutang ataupun sebaliknya; Allah kemudian menetapkan syari'at-Nya
dalam perkara ini dengan menjadikan seorang penulis hutang selain dari keduanya
agar keadilan ditegakkan, sehingga tidak terjadi pada hati atau pena penulis
kecendrungan terhadap salah satu dari keduanya.
b.
وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ Bahwasanya pencatatan itu di antara
nikmat-nikmat Allah terhadap hamba-hambaNya, di mana urusan-urusan agama dan
urusan-urusan duniawi mereka tidak akan lurus kecuali dengannya. Dana
bahwasanya barangsiapa yang diajarkan oleh Allah penulisan, sesungguhnya Allah
mengaruniakan kepadanya keutamaan yang besar, dan menjadi kesempurnaan
syukurnya terhadap nikmat Allah itu, agar dia memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hamba dengan pencatatan yang dilakukannya dan tidak dia boleh menolak untuk
menulis.
c.
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ "Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu", Ibnu Taimiyah
mengajarkan bahwa pengaruh tazkiyah dan taqwa dalam menuntut ilmu sangatlah
besar, dan merupakan makna qur'ani yang sebagian besar umat islam lalai
darinya.
Kesimpulan ayat
a.
Kewajiban
menuliskan utang piutang baik terjadi karena ada transaksi jual beli atau
pinjam meminjam, sebagaimana ditetapkan oleh Ibnu jarir. Namun pendapat ini
dibantah bahwa perintah ini sifatnya berupa himbauan dan hukumnya sunnah.
b.
Menjaga
nikmat Allah dengan cara mensyukurinya berdasarkan firman Allah kepada penulis
transaksi,”Sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis”. Dimana Allah mengajarkannya kepada
manusia bukan kepada makhluk yang lain. Bolehnya mewakilkan saat mendiktekan jumlah
utang-piutang, apabila yang bersangkutan tidak mampu melakukannya sendiri.
c.
Kewajiban
berbuat jujur dan adil dalam setiap urusan, di antaranya dalam menuliskan
utang-piutang yang tertunda pembayarannya.
d.
Kewajiban untuk mendatangkan saksi ketika
mencatat transaksi utang-piutang untuk lebih menguatkan, dan tidak melupakan
jumlah utang dan waktu pembayarannya.
e.
Saksi
dalam perkara harta benda tidak kurang dari dua orang lelaki yang adil dari
kalangan orang muslim dan merdeka bukan yang lain. Dan dua orang wanita
muslimah dapat menggantikan kedudukan persaksian satu lelaki muslim.
f.
Memperhatikan
penulisan utang piutang dan bertekad untuk menuliskannya walaupun nilai
utangnya kecil dan tidak bernilai.
g.
Kewajiban
mendatangkan saksi pada jual beli property (tanah dan bangunan), pertanian, dan
pabrik yang mana termasuk sesuatu yang berharga. Takwa kepada Allah Ta’ala
merupakan jalan mendapatkan ilmu, dan memperoleh pengetahuan dengan izin Allah
Ta’ala.
2.
QS. Al-Anbiya'
61
قَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَىٰ أَعْيُنِ
النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ
Artinya: Mereka berkata: "(Kalau
demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka
menyaksikan”.
Tatkala
mereka telah memastikan pekakunya adalah Ibrahim, “mereka berkata, ‘(Kalau
demikian), bawalah dia’,” yaitu Ibrahim “dengan cara yang dapat dilihat orang
banyak,” maksudnya di hadapan mata dan pendengaran mereka “agar mereka
menyaksikan,” maksudnya menghadiri hukuman yang ditimpakan kepada orang yang
menghancurkan tuuhan-tuhan mereka. Inilah yang diinginkan dan dikehendaki Ibrahim, yaitu hasrat
menjelaskan kebenaran dilakukan di hadapan orang banyak. Agar mereka dapat
menyaksikan kebenaran dan terbantahkanlah alasan-alasan mereka. Sebagaimana
dikatakan oleh Musa ketika mengikat perjanjian untuk bertemu Fir’aun.[3]
Asbabun Nuzul
Kemudian bersumpahlah
Ibrahim, bahwa dia akan melakukan sesuatu terhadap berhala-berhala itu, bila
kaumnya keluar meninggalkan kota pada hari raya tertentu mereka. Maka takkala
hari itu tiba dan kota itu kosong ditinggalkan penduduk-penduduknya, terutama disekitar
tempat berhala-berhala itu, pergilah Ibrahim dengan membawa sebuah beliung
menuju ke tempat berhala-berhala itu untuk melaksanakan sumpahnya menghancurkan
berhala-berhala itu menjadi berpotong-potong,
kemudian menggantungkannya beliungnya pada leher berhala yang terbesar,
induk dari berhala-berhala itu yang sengaja ditinggalkan utuh, untuk member
kesan seakan-akan dialah yang menghancurkan semua berhala itu.
Maka ributlah kaum Ibrahim
ketika mereka kembali dari pesta hari raya mereka dan melihat tuhan-tuhan
mereka hancur menjadi berpotong-potong. Bertanya-tanya mereka satu dengan yang
lain. “gerangan siapakah yang berani melakukan perbuatan keji ini terhadap tuhan-tuhan
kami?” berkatalah seorang yang pernah mendengar sumpah Ibrahim, “kami mendengar
seorang pemuda yang sering mencela dan mencemoohkan tuhan kami ini, ia bernama
Ibrahim, mungkin sekali dialah yang melakukannya”. “jika demikian hadapkanlah
dia kemari!” kata pemuka-pemuka kaum Ibrahim. Dan ketika Ibrahim ditanya
didepan orang banyak, “siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan
kami, engkaukah wahai Ibrahim?” Ibrahim menjawab, “sebenarnya berhala yang
besar itulah yang melakukannya, tanyakan saja kepadanya jika ia dapat
berbicara”.[4]
Kalimat-Kalimat penting
a. قَالُوا فَأْتُوا بِهِۦ عَلَىٰٓ أَعْيُنِ النَّاس (Mereka
berkata: “(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang
banyak) Agar ini menjadi alasan bagi mereka untuk dapat memperlakukan Ibrahim
sesuai apa yang mereka kehendaki.
b. لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ (agar mereka menyaksikan) Agar mereka datang
menyaksikan penyiksaan terhadap Ibrahim. Atau agar mereka menjadi saksi atas
Ibrahim
Kesimpulan Ayat
Ayat
ini menjelaskan bahwa setelah mereka mendapat jawaban bahwa yang merusakkan
patung-patung itu adalah seorang pemuda yang bernama Ibrahim, maka mereka
menyuruh agar pemuda itu dihadapkan kepada orang banyak, dengan harapan
kalau-kalau ada orang lain yang melihat pemuda tersebut melakukan perusakan
itu, sehingga persaksian itu akan dapat dijadikan bukti.
Hal ini memberikan
bukti pengertian bahwa di kalangan mereka masa itu sudah berlaku suatu
peraturan, bahwa mereka tidak akan menindak secara langsung seseorang yang
dituduh sebelum ada bukti-bukti, baik berupa persaksian dari seseorang, maupun
berupa pengakuan dari pihak yang bersangkutan.
3.
QS. Al-Hujurat 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Artinya: “Allah memerintahkan kepada kita untuk
bertabayyun:”jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita”, yang dimaksud dengan Al-Fisqu
adalah Al Khuruju (keluar), ulama kita mengatakan:”Keimanan itu merupakan penghalang yang jika seseorang
keluar dari ketaatan maka ia akan pecah dan keluarlah keimanan itu darinya”.
Secara umum kefasikan adalah ketika seseorang keluar dari ketaatan kepada
Allah Subhanahu wata’ala. Di
zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika
Allah menyebut tentang kefasikan maka yang dimaksudkan adalah kekufuran, jadi
ada kefasikan yang dimaksudkan adalah kekufuran (seseorang keluar dari
agamanya)”
Allah memperingatkan orang-orang beriman dari kabar yang
dibawa oleh orang fasik, mereka harus memastikan kebenaran kabar itu sebelum
mempercayai dan menyebarkannya, agar kabar ini tidak menjerumuskan mereka ke
dalam perbuatan zalim terhadap orang yang tidak bersalah, sehingga mereka
menjadi menyesal akibat sifat terburu-buru.
Asbabun Nuzul
Imam Ahmad meriwayatkan dari
al-Harits bin Dhirar al-Khuza’i, ia mengatakan: Aku datang ke tempat Rasulullah
SAW. Lalu aku diajak masuk islam, maka aku pun menyambut ajakan itu, dan aku
menyatakan ikrar. Lalu aku diseru untuk mengeluarkan zakat, maka akupun
berikrar untuk menunaikan. Dan aku juga berkata: “Ya Rasulullah! Aku akan
kembali ke kaumku, untuk mengajak mereka masuk islam dan menunaikan zakat, maka
siapa yang menyambut ajakkanku ini, zakatnya akan kumpulkan dan mungkin juga
akan dikirim kepadaku yang selanjutnya hasil yang kukumpulkan itu akan kubawa
kepadamu, ya Rasulullah”.
Setelah al-Harits menghimpun zakat
dari orang-orang yang menerima seruannya itu, dan waktu yang ditetapkan untuk
dikirim kepada Rasulullah SAW pun telah tiba, tiba-tiba utusan yang akan
mengambil itu tertahan, tidak bisa datang, sehingga al-Harits menduga terjadi
sesuatu hal yang menyebabkan Allah dan Rasul-Nya marah, lalu ia memanggil
tokoh-tokohkaumnya seraya berkata pada mereka: Rasulullah SAW memberikan waktu
kepadaku, bahwa utusannya akan datang ketempat kita buat mengambil harta zakat,
dan Rasulullah tidak mungkin bedusta, sedang aku yakin, bahwa tertahnnya utusan
itu pasti karena Allah dan Rasul-Nya murka kepadaku. Oleh karena itu marilah
kita pergi bersama-sama ketempat Rasulullah SAW.
Cerita lenkapnya sebagai berikut:
Rasulullah SAW mengutus al-Walid bin ‘Uqbah ke tempat al-Harits untuk mengambil
zakat yang telah dikumpulkannya. Tetapi setelah al-Walid pergi, tiba-tiba di
tengah jalan ia merasa takut lalu kembali. Dalam keterrangannya kepada
Rasulullah SAW, al-Walid mengatakan, bahwa ia kembali karena dia
dihalang-halangi oleh al-Harits untuk memungut zakat tersebut, dan dia diancam
akan dibunuh. Lalu Rasulullah SAW mengirimkan sepasukan tempur ketempat
al-Harits. Ditengah perjalanan pasukan ini bertemu dengan golongan Harist yang
tadi telah bergerak meninggalkan tempatnya. Mereka mengatakan: Ini, kan Harits.
Harits pun kemudian bertanya: “Kalian hendak kemana?” Mereka menjawab: “Ke
tempatmu”. Harits bertanya lagi: “Untuk keperluan apa”?Mereka menjawab: “Nabi
SAW telah mengutus al-Walid bin ‘Uqbah ketempatmu untuk mengambil zakat yang
engaku himpun, tetapi dia merasa bahwa engkau menghalanginya, bahkan engkau
hendak membunuhnya”. Maka jawab al-Harits: “Tidak, demi Dzat yang mengutus
Muhammad dengan benar, sungguh aku tidak melihat al-Walid dan ia pun tidak
pernah datang ketempatku. Setelah Harits masukke tempay Nabi SAW, beliau pun
segera bertanya: Betul engkau telah menghalang-halangi al-Walid untuk memungut
zakat dan engkau hendak membunhnya?” Harits menjawab: “Tidak, demi Dzat yang
mengutusmu dengan benar, aku tidak melihatnya dan ia pun tidak pernah datang
ketempatku. Kini aku datang adalah karena utusanmu itu tidak datang ketempatku,
dan aku khawatir kalau-kalau hal itu memang karena murka Allah dan Rasul-Nya
kepadaku”.[5]
Kalimat-Kalimat penting
a. إِن
جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ ( jika datang
kepadamu orang fasik) Orang fasik adalah orang yang banyak berbuat dosa. Sebab
mereka tidak mempedulikan lagi kebohongan yang mereka lakukan. بِنَبَإٍ
(membawa
suatu berita) Yakni berita yang mengandung mudharat bagi seseorang.
b. فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن
تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا
بِجَهٰلَةٍ (maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya) Yakni pastikanlah kebenarannya. Dan termasuk dari memastikan adalah
bersikap tenang tanpa tergesa-gesa, dan memperhatikan urusan yang terjadi dan
berita yang ada, sehingga dapat jelas kebenarannya.
c.
فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ (sehingga atas
perbuatanmu itu) Agar kalian tidak menimpakan mudharat kepada mereka yang tidak
harus mereka dapatkan. نٰدِمِينَ(kamu menjadi menyesal) Atas apa yang
kalian timpakan dengan salah.[6]
B. Perselisihan Antara Saksi
1. QS. Al-Maidah 107
فَإِنْ
عُثِرَ عَلَىٰ أَنَّهُمَا اسْتَحَقَّا إِثْمًا فَآخَرَانِ يَقُومَانِ مَقَامَهُمَا
مِنَ الَّذِينَ اسْتَحَقَّ عَلَيْهِمُ الْأَوْلَيَانِ فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ
لَشَهَادَتُنَا أَحَقُّ مِنْ شَهَادَتِهِمَا وَمَا اعْتَدَيْنَا إِنَّا إِذًا
لَمِنَ الظَّالِمِينَ
Artinya: “Jika diketahui bahwa kedua (saksi
itu) membuat dosa, maka dua orang yang lain di antara ahli waris yang berhak
yang lebih dekat kepada orang yang meninggal (memajukan tuntutan) untuk
menggantikannya, lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah: "Sesungguhnya persaksian
kami labih layak diterima daripada persaksian kedua saksi itu, dan kami tidak
melanggar batas, sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang yang
menganiaya diri sendiri".
Jika
diketahui terbukti sesudah keduanya bersumpah bahwa kedua saksi itu melakukan
dosa artinya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dosa, seperti berkhianat
atau berdusta dalam kesaksiannya dan hal ini diperkuat dengan adanya bukti
bahwa keduanya hanya mengaku telah membeli barang yang diwasiatkan itu dari si
mayat atau mereka mengaku bahwa si mayat telah mewasiatkan untuk mereka (maka
dua orang yang lain mengganti kedudukan mereka berdua) untuk mengajukan
tuntutan kepada mereka berdua (dari orang-orang yang berhak) menerima wasiat.
Dan mereka ialah para ahli waris dari si mayat kemudian keduanya diganti (yang
keduanya lebih dekat) kepada orang yang mati, artinya dua orang yang
kekerabatannya dekat dengan si mayat.
Di dalam
suatu qiraat dibaca al-awwaliin, jamak dari kata awwal sebagai sifat atau badal
dari kata alladziina (kemudian keduanya melakukan sumpah dengan nama Allah)
mengenai khianat yang dilakukan oleh kedua saksi pertama, lalu mengucapkan:
“Sesungguhnya persaksian kami) sumpah kami ini (lebih berhak) lebih diakui
(daripada persaksian kedua saksi itu) sumpah keduanya (dan kami tidak melanggar
batas) melewati garis-garis kebenaran dalam sumpah (sesungguhnya kami kalau
demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa”.
Makna
ayat secara ringkasnya ialah: Hendaklah orang yang sedang menghadapi kematian
mempersaksikan wasiatnya itu di hadapan dua orang saksi. Atau ia berwasiat
kepada dua orang yang seagama atau berlainan agama jika kamu jauh dari ahli
warismu oleh karena kamu sedang mengadakan perjalanan atau karena ada keperluan
lainnya. Apabila para ahli waris merasa ragu terhadap kejujuran kedua saksi
itu, maka mereka diperbolehkan mengajukan tuntutan terhadap kedua saksi itu,
bahwa mereka berdua telah berkhianat dengan mengambil sesuatu dari wasiat itu.
Atau kedua saksi itu memberikan wasiat si mayat kepada orang lain yang mereka
duga bahwa si mayat berwasiat kepada mereka untuk orang itu, kemudian hendaknya
kedua saksi itu bersumpah untuk membela dirinya. Jika sang hakim melihat
tanda-tanda kedustaan kedua orang saksi itu, maka hendaknya kesaksian mereka berdua
ditolak dengan sumpah para ahli waris si mayat yang terdekat yang membuktikan
kedustaan mereka dan membenarkan apa yang didakwakan oleh para ahli waris itu.
Hukum yang menetapkan hak orang-orang yang
diberi wasiat telah dinasakh oleh kesaksian para saksi dari ahli waris demikian
pula kesaksian orang-orang yang bukan seagama dinasakh olehnya. Penuturan salat
asar di sini hanyalah untuk memperberat sanksi; dan pengkhususan penyebutan dua
orang saksi dari kalangan ahli waris terdekat si mayat adalah karena melihat
kekhususan peristiwa yang menyangkut turunnya ayat ini[7].
Asbabun Nuzul
Adapun
yang menyebabkan turunnya ayat ini ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari, bahwa seorang lelaki dari kalangan Bani Sahm keluar bersama Tamim
Ad-Dariy dan Addiy bin Badda yang keduanya adalah pemeluk agama Nasrani.
Kemudian dalam perjalanan Sahmiy -lelaki dari Bani Sahm itu-meninggal di tanah
suatu kaum yang penduduknya tidak ada seorang muslim pun. Tatkala keduanya tiba
di Madinah seraya membawa harta harta peninggalan Sahmiy, para ahli warisnya
merasa kehilangan sebuah piala yang terbuat dari perak dilapisi dengan emas
milik pribadi Sahmiy. Maka permasalahan kedua saksi itu dilaporkan kepada Nabi
SAW., kemudian turunlah ayat pertama. Nabi SAW. menyumpah kedua saksi itu,
kemudian ternyata piala itu ditemukan, lalu mereka berkata, "Kami telah
membelinya dari Tamim dan Addiy." Setelah itu turun pula ayat yang kedua
lalu dua orang lelaki dari kalangan keluarga Sahmiy berdiri mengucapkan sumpahnya.
Di dalam riwayat Tirmizi disebutkan, bahwa Amr bin Ash dan seorang lelaki dari
kalangan mereka bangkit kemudian mengucapkan sumpah mengingat Amr bin Ash lebih
dekat kepadanya. Di dalam riwayat lain disebutkan, bahwa Sahmiy dalam
perjalanannya itu mengalami sakit keras, lalu ia berwasiat kepada kedua
temannya itu agar keduanya menyampaikan harta peninggalannya kepada keluarga
yang akan mewarisinya. Tatkala Sahmiy meninggal dunia kedua orang temannya itu
mengambil piala tersebut kemudian mereka menyerahkan sisanya kepada ahli
warisnya.
Kalimat-kalimat Penting[8]
a.
فَإِنْ عُثِرَ عَلَىٰٓ أَنَّهُمَا
اسْتَحَقَّآ إِثْمًا Jika diketahui bahwa kedua (saksi itu) membuat dosa) Yakni
apabila diketahui setelah persaksian dua saksi tersebut bahwa keduanya berbuat
dosa dengan berbohong saat bersaksi atau bersumpah, atau terdapat
pengkhianatan.
b.
فَـَٔاخَرَانِ يَقُومَانِ
مَقَامَهُمَا (maka dua orang yang lain menggantikannya)
Maka dua orang lain menggantikan posisi dua orang sebelumnya untuk bersaksi
atau bersumpah sesuai dengan kebenaran.
c.
مِنَ الَّذِينَ اسْتَحَقَّ
عَلَيْهِمُ الْأَوْلَيٰن (dari ahli waris yang berhak
yang lebih dekat kepada orang yang meninggal (memajukan tuntutan) Yakni dari
orang terdekat si mayit.
d.
فَيُقْسِمَانِ بِاللهِ (Lalu keduanya bersumpah dengan
nama Allah) Yakni bersumpah atas dua saksi dari orang kafir tersebut bahwa dua
orang ini telah berbohong dan berkhianat.
e.
أحق من شهادتهما (lebih benar daripada persaksian
mereka berdua) Yang mengaku bahwa keduanya benar dan amanah.
f.
وَمَا اعْتَدَيْنَآ (dan kami tidak melanggar batas)
Yakni kami tidak melakukan sumpah ini untuk berbohong atas mereka.
2. QS. Al-Maidah Ayat 108
ذَٰلِكَ
أَدْنَىٰ أَنْ يَأْتُوا بِالشَّهَادَةِ عَلَىٰ وَجْهِهَا أَوْ يَخَافُوا أَنْ
تُرَدَّ أَيْمَانٌ بَعْدَ أَيْمَانِهِمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاسْمَعُواوَاللَّهُ لَا
يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Artinya: “Itu lebih dekat untuk (menjadikan
para saksi) mengemukakan persaksiannya menurut apa yang sebenarnya, dan (lebih
dekat untuk menjadikan mereka) merasa takut akan dikembalikan sumpahnya (kepada
ahli waris) sesudah mereka bersumpah. Dan bertakwalah kepada Allah dan
dengarkanlah (perintah-Nya). Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang fasik”.
(Hal itu) hukum yang telah disebutkan itu,
yaitu yang menyangkut perpindahan sumpah kepada para ahli waris (lebih dekat)
lebih mendekati untuk (menjadikan mereka mau mengemukakan) artinya para saksi
itu atau orang-orang yang diwasiatkan (persaksiannya menurut apa yang
sebenarnya) yang mendorong mereka untuk mengemukakan persaksian tanpa
diubah-ubah dan juga tanpa khianat (atau) lebih dekat untuk menjadikan mereka
(merasa takut akan dikembalikan sumpahnya sesudah mereka bersumpah) kepada para
ahli waris yang mengajukan tuntutan, maka ahli waris si mayat melakukan sumpah
yang menyatakan khianat mereka dan kedustaan yang mereka lakukan yang akibatnya
mereka akan ditelanjangi kejelekannya hingga mereka harus mengganti kerugian
kepada ahli waris mayat, oleh karena itu janganlah kamu berdusta. (Dan
bertakwalah kamu kepadaAllah) dengan cara meninggalkan perbuatan khianat dan
dusta (dan dengarkanlah olehmu) dengan pendengaran yang insaf akan hal-hal yang
kamu diperintahkan melakukannya (dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik) orang-orang yang keluar dari garis ketaatan
terhadap-Nya atau orang-orang yang menyimpang dari jalan yang baik.
Kalimat- Kalimat Penting[9]
a.
ذٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يَأْتُوا بِالشَّهٰدَةِ
عَلَىٰ وَجْهِهَآ (Itu lebih dekat untuk
(menjadikan para saksi) mengemukakan persaksiannya menurut apa yang sebenarnya)
Yakni lebih dekat bagi para saksi yang menanggung persaksian tentang wasiat
untuk bersaksi sesuai dengan yang seharusnya. Maka janganlah kalian mengganti
wasiat itu dan jangan berkhianat.
b.
وْ يَخَافُوٓا أَن تُرَدَّ أَيْمٰنٌ
بَعْدَ أَيْمٰنِهِمْ (dan (lebih dekat untuk menjadikan mereka)
merasa takut akan dikembalikan sumpahnya (kepada ahli waris) sesudah mereka
bersumpah) Yakni ahli waris diberi hak
untuk bersumpah, sehingga dapat bersumpah dengan sumpah yang menyelisihi apa
yang dipersaksikan oleh para saksi, maka ketika itu keburukan para saksi bisa
terbongkar. Kesimpulan dari hal ini bahwa orang yang telah didatangi sakaratul
maut namun tidak mendapati dua saksi muslim maka ia boleh meminta persaksian
dua orang kafir untuk wasiatnya. Apabila para ahli waris merasa ragu terhadap
keduanya maka keduanya harus bersumpah bahwa mereka telah bersaksi dengan
sebenar-benarnya, tidak menyembunyikan persaksian sedikitpun, dan tidak
berkhianat terhadap peninggalan si mayit sesuatu apapun. Dan apabila setelah
itu terbongkar apa yang tidak sesuai dengan sumpah mereka berdua atau
terbongkar bahwa ada peninggalan mayit yang mereka berdua akui telah menjadi
milik mereka, maka dua orang dari ahli waris harus bersumpah bahwa itu adalah
hak ahli warisan dan isi sumpah ini harus dijalankan.[10]
Secara ringkas, para ulama
menyimpulkan beberapa faedah dan hukum dari ayat ini antara lain:
1) Penjelasan bahwa pokok
mengenai dua orang saksi atas wasiat itu adalah dua orang mukmin, yang
keadilannya terpercaya.
2) Kesaksian dua orang bukan
muslim adalah boleh menurut syara’. Sebab maksud syar’i jika
pelaksanaannya secara sempurna tidak mungkin, maka tidak boleh ditinggalkan
sama sekali.
3) Menekan orang yang bersumpah
dengan kata-kata sumpah yang keras, seperti mengatakan di dalam sumpah itu
kata-kata yang dapat menghindarkannya dari dusta
4) Yang menjadi pokok di dalam
berita-berita dan kesaksian manusia adalah benar dan dapat diterima karena itu
disyaratkan di dalam menyumpah dua orang saksi adanya kesangsian terhadap
berita keduanya
5) Disyari’atkan menyumpah para
saksi, jika para hakim dan lawan bersengketa meragukan kesaksian mereka. Hal
ini dipraktekkan oleh kebanyakan bangsa pada masa sekarang. Bahkan
perundang-undangan manusia telah mewajibkannya, karena banyaknya kesaksian
palsu.
C. Pengundian di saat yang sulit
1.
QS. Ali
Imran Ayat 44
ذَٰلِكَ
مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ
أَقْلَامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ
يَخْتَصِمُون
Artinya:
“Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami
wahyukan kepada kamu (Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka,
ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di
antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka
ketika mereka bersengketa”.
(Demikian
itu) yakni apa yang telah disebutkan mengenai Zakaria dan Maryam (adalah sebagian
dari berita-berita gaib) berita-berita yang kamu tidak ketahui (yang Kami
wahyukan kepadamu) hai Muhammad (padahal kamu tidak hadir bersama mereka ketika
mereka lemparkan anak-anak panah mereka) ke dalam air untuk mengundi (siapakah
di antara mereka yang akan mengasuh) atau mendidik (Maryam. Dan kamu juga tidak
hadir bersama mereka ketika mereka bersengketa) tentang pengasuhannya sehingga
bagaimana kamu akan dapat mengetahui dan menceritakan kisahnya padahal kamu
mengetahuinya hanyalah dengan perantaraan wahyu.
Para
ahli tafsir menjelaskan bahwa undian itu dilakukan dengan cara melemparkan anak
– anak panah milik mereka yang bersengketa itu, sehinga dapat diketahui
hasilnya pada tahap selanjutnya. Mereka mengambil dan membawa anak panah itu ke
suatu tempat. Selanjutnya, mereka memerintahkan anak yang belum mencapai akil
balig untuk mengeluarkan atau mengambil satu panah di antara anak-anak panah
itu. Ternyata anak panah yang diambil adalah milik Zakariya. Akan tetapi mereka
tidak puas dan menuntut pengundian ualang untuk yang kedua kalinya. Undian yang
kedua ini dilakukan dengan melempar anak panah mereka masing-masing ke dalam
sungai. Barang siapa yang anak panah nya melawan arus air, maka dialah
pemenangnya. Maka anak panah zakariyalah yang melawan arus air, sedangkan yang
lain terbawa arus air. Kemudian mereka menuntut diadakannya undian yang ketiga
yaitu barang siapa yang anak panahnya terbawa arus, maka dialah pemenangnya.
Maka anak Zakariya yang terbawa arus namun yang lainnya melawan arus. Maka zakariyalah
pemenangnya. Dan dialah yang berhak memelihara Maryam baik secara syariat
maupun takdir.[11]
Kalimat-kalimat Penting
a.
ذٰلِكَ ( Yang demikian itu) Yakni hal-hal yang yang telah dikabarkan
oleh Allah sebelumnya.
b.
مِنْ أَنبَآءِ الْغَيْبِ (adalah
sebagian dari berita-berita ghaib ) Yakni kabar-kabar berita yang kamu tidak
berada disana waktu kejadiannya Wahai Muhammad.
c. وَمَا كُنتَ لَدَيْهِمْ
( padahal kamu tidak hadir beserta mereka) Yakni ketika mereka berselisih dalam
pengasuhan Maryam. Akan tetapi Allah mewahyukan kepadamu kisah mereka. Dan kita semua setuju bahwa Rasulullah tidak pernah
membaca Injil, tidak pula bergaul dengan orang-orang Nasrani, dan ini semua
menguatkan kebanarannya.
d.
إِذْ يُلْقُونَ أَقْلٰمَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ ( ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk
mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam) Yakni siapa yang
dapat merangkul kepangkuannya. Ikrimah berkata: mereka mengundi anak panah
mereka dengan meletakkannya di air yang mengalir, dan barangsiapa yang anak
panahnya tidak terbawa arus maka ia adalah yang berhak mengasuhnya; dan anak
panah mereka terbawa arus kecuali milik Zakariya.
2.
QS. As Saffat Ayat 141
فَسَاهَمَ
فَكَانَ مِنَ ٱلْمُدْحَضِينَ
Artinya:
“Kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam
undian”.
Allah mengabarkan bahwa Dia memilih Yunus dan menjadikan utusan-Nya.
Ia adalah Yunus bin Matta yang Allah utus kepada penduduk Nainawa, yang ia
adalah desa di pinggiran (Dijalah) sungai Tigris di Irak. Yunus menyeru kaumnya
untuk beriman kepada Allah dan mereka mendustakan dan mengolok-olok Yunus. Maka
ketika yunus putus asa akan keimanan mereka, dan meyakini bahwa adzab cocok
untuk mereka, Yunus meninggalkan mereka dan melarikan diri dan tidak menunggu
perintah Allah; Ketika Yunus sampai di lautan, ia mendapati kapal, ia
menaikinya yang kemudian kapal tersebut terhempas ombak yang kemudian Yunus
terhempas ke lautan dan ditelah ikan paus besar, sebagai hukuman dari Allah
karena sebab meninggalkan kaumnya dan pergi dengan tanpa izin dari Allah.
Kalimat-kalimat Penting
a.
فَسَاهَمَ (kemudian ia ikut
berundi) Yakni para penumpang kapal mengadakan undian untuk menentukan siapa
yang akan dilemparkan ke laut agar kapal itu tidak tenggelam.
b. فَكَانَ مِنَ الْمُدْحَضِينَ
(lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian) Sehingga ia
dilempar ke laut.
Undian
Undian
disebut juga dengan qur’ah yang berarti upaya memilih sebagai pilihan dan
keseluruhan pilihan yang tersedia itu memiliki kemungkinan yang sama besarnya
untuk pilihan. Undian merupakan upaya yang paling mampu menjauhkan unsur
keberpihakan dalam memilih dan dapat dilakukan untuk maksud-maksud yang beragam
dan luas, bisa untuk maksud perjudian dan bisa pula untuk maksud-maksud yang
jauh sekali dari perjudian.
Undian
yang mengandung kerusakan dan kemudharatan, kategori seperti ini dikelompokan
pula dalam beberapa sebagai berikut:[12]
1) Undian yang mengakibatkan kerugian finansial
pihak-pihak yang terlibat dalam udian tersebut. Secara faktual biasanya antara
para pihak yang diundi terdapat unsur untung rugi. Apabila satu pihak
memperoleh keuntungan, sebaiknya pihak lain menderita kerugian, bahkan dapat
mengalami penderitaan berupa mental
2) Undian hanya menimbulkan kerusakan atau
kerugian kepada pelakunya sendiri, terutama kerusakan mental. Biasanya orang
yang terlibat dalam undian ini akan menggantungkan nasib, rencana, pilihan dan
aktifitasnya ada para pengundian nasib atau peramal. Hal ini mengakibatkan akal
pikirannya kurang berfungsi dalam menentukan sika dan pilihannya. Akibatnya
lebih lanjutnya, mental yang bersangkutan menjadi labil, hilang kepercayaan diri
dan selalu tidak berfikir realistis.
Hukum
asal undian adalah mubah atau boleh menurut kesepakatan fuqaha (ahli Fikih)
berdasarkan Alquran. Sebagaimana Firman-Nya QS. Ali Imran ayat 44. Ada yang
mengartikan anak panah sebagai undian yang dilakukan dengan melempar anak
panah. Menurut Imam Syafi’i saat menafsirkan ayat ini mengatakan asal mula
terjadinya undian untuk menetapkan siapa yang memelihara Maryam. Dalam QS. As
Saffat ayat 141 ini jelas menunjukkan bolehnya undian Undian diadakan karena
muatan kapal yang sangat penuh, kalau tidak dikurangi mungkin akan tenggelam.
Oleh sebab itu diadakan undian, siapa yang kalah dalam undian itu dilemparkan
ke laut. Nabi Yunus AS. termasuk orang-orang yang kalah dalam undian tersebut,
sehingga dia dilemparkan ke laut. Hukum asal undian yang awalnya mubah atau
boleh tersebut akan berubah menjadi haram apabila di dalam undian itu
terkandung unsur-unsur yang bertentangan dengan syariat, misalnya mengandung
unsur judi atau maisir dan tipuan (gharar). Alquran telah menegaskan bahwa judi
(maisir) itu adalah dosa besar dan termasuk pekerjaan setan.[13]
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Hafiz Ibnu
Katsir. 2007. Kisah Para Nabi dan Rasul. Cet. I Jakarta: Pustaka
As-Sunnah.
Ali Ash Shabuni 1987. Terjemah Tafsir Ahkam. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Bahreisy Salim. 1998. Terjemahan
Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 5. Surabaya; PT.
Bina Rmu.
Ibn Katsir. 2009. Tafsir Ibn
Katsir Jilid I, ter. M. Abdul
Ghoffar E.M. Jakarta: Pustaka Imam.
Jalaludin
As-Suyuthi.
Jalaluddin
Al-Mahalli. (Surabaya:
Imaratullah, 2003). Diakses
melalui https://cssmoraits.com pada
tanggal 19 Maret 2021 pada pukul 14.18.
Rahmatul Hebby Utamy. Firdaus.
“Menunaikan Ibadah Haji Dengan Biaya Hasil Undian”, Internasional Conference
on Humanity, Law and Sharia (ICHLaSh). November 2018. (diakses pada tanggal
17 Maret 2021 pukul 19.43) http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id
Tafsir Quran Surat Al Maidah Aayat 108. Diakses melalui https://tafsirweb.com/1992-quran-surat-al-maidah-ayat-108.html pada 19 maret 2021 pada pukul 13.00.
Tim Riels Grafika. 2012. Al-Qur’anulkarim
Al-Kalimah Tafsir Perkata. Cet. I Surakarta: Pustaka Al-Hanan.
[1] Ibn Katsir, Tafsir Ibn
Katsir Jilid I, ter. M. „Abdul Ghoffar E.M (Jakarta: Pustaka Imam Syafi‟i,
2009), 562.
[2] https://tafsirweb.com/1048-quran-surat-al-baqarah-ayat-282.html(diakses
pada tanggal 19 Maret 2021 pada pukul 13.50)
[3] https://tafsirweb.com/5573-quran-surat-al-anbiya-ayat-61.html(diakses
pada tanggal 19 Maret 2021 pada pukul 14.10)
[4] Bahreisy Salim,
Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 5. Surabaya; PT. Bina Rmu, 1998.
Hal 316-319
[5] Ali Ash Shabuni, Terjemah Tafsir Ahkam (Surabaya:
PT Bina Ilmu, 1987), hal 104. Lihat pula M Quraish Shihab dalam Tafsir
Al Azhar hal 237, dan Q Saleh, A.A Dahlan, dan H.M.D Dahlan, Asbabun
Nuzul hal 470-471
[6]https://tafsirweb.com/9776-quran-surat-al-hujurat-ayat-6.html(diakses pada tanggal 19
Maret 2021 pada pukul 14.40)
[7] Jalaludin As-Suyuthi, Jalaluddin Al-Mahalli, (Surabaya: Imaratullah, 2003), https://cssmoraits.com (diakses pada tanggal 19 Maret 2021 pada pukul
14.18)
[8] https://tafsirweb.com/1992-quran-surat-al-maidah-ayat-108.html (diakses pada tanggak 19 maret 2021 pada
pukul 13.00)
[9] https://tafsirweb.com/1991-quran-surat-al-maidah-ayat-107.html
(diakses pada tanggal 19 Maret 2021 pada pukul 12.50)
[10] Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Al-Mahalli (Surabaya: Imaratullah, 2003), https://cssmoraits.com
(diakses pada tanggal 3
Maret
2021 pada pukul 14.18)
[11]
Al-Hafiz Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi dan Rasul, (Jakarta: Pustaka
As-Sunnah, 2007), hlm. 804-805.
[12] Hebby Rahmatul Utamy, “Firdaus, Menunaikan Ibadah Haji
Dengan Biaya Hasil Undian”, Internasional Conference on
Humanity, Law and Sharia (ICHLaSh). November 14-15. 2018, hlm. 233-234
(diakses pada tanggal 17 Maret 2021 pukul 19.43) http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id
[13] Tim Riels Grafika, Al-Qur’anulkarim
Al-Kalimah Tafsir Perkata, (Surakarta: Pustaka Al-Hanan, cet. 1, 2012),
hlm. 55.