HAK KEWARISAN SAUDARA
KETIKA BERSAMA
ANAK/CUCU PEREMPUAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sitem kewarisan Islam di
Indonesia sebelum lahirnya KHI, menganut sistem kewarisan Jumhur yang oleh
Hazairin dipandang sebagai sistem kewarisan patrilineal, sementara sistem
kewarisan al-Quran menurutnya berbentuk bilateral. Hazairin melalui penafsirannya terhadap
beberapa ayat a-Qur‟an menetapkan dua garis hukum dalam menentukan ahli waris,
yaitu garis pokok keutamaan dan garis pokok penggantian.
Garis pokok keutamaan
adalah suatu garis hukum yang menentukan perikutan keutamaan antara
golongan-golongan dalam keluarga pewaris atau yang menentukan urut-urutan
keutamaan di antara keluarga pewaris. Sedangkan garis pokok penggantian adalah
setiap orang dalam sekelompok keutamaan di mana antara dia dengan si pewaris
tidak ada penghubung atau tidak ada lagi penghubung yang masih hidup atau telah
meninggal lebih dahulu dari pewaris. atau yang disebut dengan ahli waris
pengganti.
Sistem kewarisan Hazairin ini banyak mengilhami ketentuan hukum waris dengan sistem kewarisan Jumhur maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI), antara lain tentang keahliwarisan saudara. Tulisan ini membahasa tentang kedudukan saudara ketika bersama anak/cucu perempuan.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa Dasar Hukum Bagian Waris Untuk Saudara?
2. Bagaimanakah Hak Kewarisan Saudara Ketika Bersama Anak/Cucu Perempuan
C. Tujuan
Masalah
1. Untuk
Dasar Hukum Bagian Waris Untuk Saudara.
2. Untuk
Hak Kewarisan Saudara
Ketika Bersama Anak/Cucu Perepmpuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum Kedudukan dan Bagian Saudara
Dasar
hukum waris Islam yang berasal dari Al-Qur'an, diantaranya dari ayat-ayat
berikut :
1. Al-Qur'an
Surah An-Nisa ayat 7[1]
لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ
وَٱلْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ
مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا
Artinya : “Bagi laki-laki ada hak bagian
dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian
(pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau
banyak menurut bagian yang telah ditetapkan"
2. Al-Qur'an Surah An-Nisa ayat 11-12[2]
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ
لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ
ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأبَوَيْهِ لِكُلِّ
وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ
لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ
فَلأمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ
لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ
كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (١١) وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ
يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ
إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا
تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ
يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا
السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ
بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ
وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ ١٢
Artinya : “Allah mensyari'atkan bagimu
tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak
laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; jika anak perempuan itu
seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak,
bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak
dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika
yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.
Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. (11)
Dan bagimu (suami-suami)
seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat
seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat
harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan
sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan sesudah dibayar hutangmu. Jika
seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan
tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja
atau seorang saudara perempuan seibu saja maka masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat kepada ahli waris. Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syari'at
yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun". (12)
3. Al-Qur'an
Surah An-Nisa ayat 176[3]
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ ٱللَّهُ
يُفْتِيكُمْ فِى ٱلْكَلَٰلَةِ ۚ إِنِ ٱمْرُؤٌا۟ هَلَكَ لَيْسَ لَهُۥ وَلَدٌ وَلَهُۥٓ
أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ
ۚ فَإِن كَانَتَا ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا ٱلثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِن كَانُوٓا۟
إِخْوَةً رِّجَالًا وَنِسَآءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ
ٱللَّهُ لَكُمْ أَن تَضِلُّوا۟ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌۢ
Artinya : “Mereka meminta fatwa kepadamu
(tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang
kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan
mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua
dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai
(seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika
saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari)
saudara saudara
laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian
dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya
kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
B. Hak Kewarisan Saudara Ketika Bersama Anak/Cucu
Perepmpuan.
Saudara-saudara,
baik kandung, seayah atau seibu, baik laki-laki maupun perempuan adalah ahli
waris. Hak kewarisan saudara dijelaskan dalam al- Qur’an, surah al-Nisa’ ayat
12 dan 176. Para ahli tafsir menjelaskan bahwa kewarisan saudara seibu, baik
laki-laki maupun perempuan diatur dalam ayat 12 dan saudara kandung maupun
seayah, baik laki-laki maupun perempuan diatur dalam ayat 176.[4]
Dalam
pewarisan kepada saudara-saudara kandung, seayah, atau seibu, baik laki-laki
maupun perempuan terjadi bila tidak ahli waris anak, cucu laki-laki dan cucu
perempuan dari anak laki-laki dan ayah, biasanya disebut dengan kalalah. Kalalah
ini ada 2 macam yaitu kalalah saudara kandung dijelaskan di dalam surah
An-Nisa’ ayat 176 dan kalalah saudara seibu dijelaskan di dalam surah An-Nisa’
ayat 12.
Semua
ulama sepakat bahwa saudara tidak menerima warisan bila pewaris meninggalkan
anak laki-laki. Perbedaan pendapat berlaku bila pewaris hanya meninggalkan anak
perempuan. Golongan Syia’ah yang menyamakan kedudukan anak perempuan dengan
anak laki-laki, tidak menempatkan saudara sebagai ahli waris bila pewaris ada
meninggalkan anak laki-laki atau anak perempuan.
Syariat
Islam menetapkan jumlah furudhul muqaddarah bagian bagian yang sudah ditentukan
ada 6 enam macam, yaitu sebagai berikut.
1. Dua
pertiga (2/3)
2. Sepertriga
(1/3)
3. Seperenam
(1/6)
4. Seperdua
(1/2)
5. Seperempat
(1/4)
6. Seperdelapan
(1/8)
Ahli
waris yang memiliki furudhul Muqaddarah berdasarkan Surah An-Nisaa’ ayat 11,12,
dan 176 sebagai berikut:
1. Para
ahli waris yang memperoleh fardh 2/3 (dua pertiga) ada 4 (empat) orang , yaitu:
a. Dua
anak perempuan atau lebih, dengan ketentuan apabila di mayit tidak menuggalkan
anak laki-laki atau dengan kata lain mereka tidak bersama-sama dengan
mu’ashshib-nya (orang yang menjadikan ashabah).
b. Dua
cucu perempuan pancar laki-laki atau lebih, dengan ketentuan apabila si mayit
tidak meninggalkan:
a) Anak, dan
b) Cucu laki-lai.
c. Dua
orang saudari sekandung atau lebih, dengan ketentuan apabila si mayit tidak
meninggalkan:
a) Anak
b) Cucu
c) Bapak
d) Kakek,dan
e) Saudara laki-laki
sekandung.
d. Dua
orang saudari seayah atau lebih, dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan:
a) Anak perempuan
kandung,
b) Cucu perempuan pancar
laki-laki
c) Saudari kandung,
d) Bapak,
e) Kakek, dan
f) Saudara seayah.
Adapun
saudara-saudari tunggal ibu tidak termasuk ahli waris yang memiliki bagian dua
pertiga, andaikata ia seorang diri ia tidak menerima ½ (seperdua) fardh
(bagian).
2. Para
ahli waris yang memiliki fardh 1/3 (sepertiga) ada 2 (dua) orang
a. Ibu,
dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan:
1) Anak,
2) Cucu,
dan
3) Saudara-saudara
lebih dari seorang, sekandung atau seayah atau seibu saja.
b. Anak-anak
ibu ( saudara seibu/saudara tiri bagi si mayit) laki-laki, maupun perempuan,
dua orang atau lebih, dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan:
1) Anak,
2) Cucu,
3) Bapak,
dan
4) Kakek.
3. Para
ahli waris yang mendapat fardh 1/6 (seperenam) ada 7 (tujuh) orang
a. Ayah,
dengan ketentuan apabila si mayit meninggalkan:
1) Anak,
dan
2) Cucu.
b. Ibu,
dengan ketentuan apabila si mayit meninggalkan:
1) Anak
2) Cucu,
dan
3) Saudara
lebih dari seorang.
c. Kakek
shahih, apabila si mayit meninggalkan:
1) Anak,
dan
2) Cucu.
d. Nenek
shahihah, apabila si mayit tidak meninggalkan (tidak bersama-sama) dengan ibu.
e. Seorang saudara seibu, laki-laki maupun
perempuan apabila si mayit tidak meninggalkan:
1) Anak,
2) Cucu,
3) Bapak,
dan
4) Kakek.
f.
Cucu perempuan pancar
laki-laki seorang atau lebih, apabila si mayit meninggalkan (bersama-sama)
dengan seorang anak perempuan kandung.
g. Seorang saudari seayah atau lebih, apabila si
mayit meninggalkan seorang saudara perempuan sekandung, tidak lebih, dan tidak
meninggalkan:
1)
Anak laki-laki,
2)
Cucu laki-laki,
3)
Bapak,
4)
Saudara laki-laki
sekandung, dan
5)
Saudara laki-laki seayah.
4. Para ahli waris yang mendapat 1/2 (seperdua)
ada 5 (lima) orang, yaitu:
a. Seorang
anak perempuan, dengan ketentuan apabila ia tidak bersama dengan anak laki-laki
yang menjadi mu’ ashshib-nya (tidak ada anak laki-laki).
b. Seorang
cucu perempuan pancar laki-laki, dengan ketentuan apabila ia tidak bersama-sama
dengan anak perempuan atau cucu laki-laki yang menjadi mu’ashshib-nya.
c. Suami,
dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan:
1) Anak
dan
2) Cucu
d. Seorang
saudari sekandung, dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan:
1) Anak
laki-laki,
2) Cucu
laki-laki,
3) Anak
perempuan lebih dari seorang,
4) Cucu
perempuan lebih dari seorang,
5) Saudara
laki-laki sekandung,
6) Bapak,
dan
7) Kakek.
e. Seorang
saudari seayah, dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan:
1) Anak
laki-laki,
2) Cucu
laki-laki,
3) Anak
perempuan, lebih dari seorang,
4) Cucu
perempuan, lebih dari seorang,
5) Bapak,
6) Kakek,
7) Saudara
laki-laki sekandung,
8) Saudara
perempuan sekandung, dan
9) Saudara
laki-laki sebapak.
5. Para ahli waris yang mendapat 1/4 (sepermpat)
ada 2(dua) orang, yaitu:
a. Suami,
dengan ketentuan apabila si mayit meninggalkan: Anak dan Cucu.
b. istri,
dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan: Anak dan Cucu.
6. Ahli
waris yang mendapat fardh 1/8 (seperdalapan) 1 (satu) orang, yaitu:
a. Istri,
seorang atau lebih dengan ketentuan apabila si mayit meninggalkan: Anak dan Cucu
7. Adapun
fardh 1/3 (sepertiga) ada 2 (dua) orang, yaitu
a. Ibu,
dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan:
1) Anak,
2) Cucu,
dan
3) Saudara
lebih dari seorang.
b. Saudara
seibu (saudara tiri) lebih dari seorang, dengan ketentuan apabila si mayit
tidak meninggalkan:
1) Anak,
2) Cucu,
3) Bapak,
dan
4) Kakek.
Di
samping furudhul muqaddarah hasil itjihad para jumhur fuqaha, yaitu sepertiga
sisa harta peninggalan. Ahli waris dengan bagian tertentu yang telah ada
ketetapannya di al-Qur’an disebut ahli waris ashabul furudh (dzawill Furudh).
Bagian tertentu itu dalam bentuk pecahan 1/2, 1/4, 1/8, 1/6, 1/3, dan 2/3.
Adapun
hadis (hadits) yang menyebutkan :
عن إبن عباس رض ال عنه عن النبي صنلى ال عنليه و
سنلم : ألحقففوا الفففراءض بأهنلهففا فمففا بقيففا فهو لولى رجل ذكر
Artinya
: Dari Ibnu Abbas r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda : “Berikanlah faraidh
(bagian-bagian yang telah ditentukan) kepada yang berhak, dan selebihnya berikanlah
kepada laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Ashabah jamak dari kata tunggal ‘Aashib
yaitu kerabat si pewaris yang mewarisi harta warisannya dengan bagian yang
tidak ditentukan. Jika sendiri maka dia mengambil semua harta warisan, jika
bersama dengan ahli waris yang bagiannya ditentukan maka dia mengambil sisa
pembagian harta warisan setelahnya, sedangkan jika para ahli waris yang
bagiannya ditentukan telah mengambil bagiannya dari harta warisan sehingga tidak
ada yang tersisa maka gugurlah bagiannya.
Ashabah terbagi menjadi tiga macam yaitu
ashabah disebabkan dirinya (ashabah bin nafsi), ashabah disebabkan yang lain
(ashabah bil ghair) dan ashabah ketika bersama yang lain (ashabah ma’al ghair).
a. Ashabah
bin Nafsi
1) Semua ahli waris
laki-laki dari kalangan induk si pewaris, keturunannya dan hawasyi-nya kecuali
beberapa saudara laki-laki dari ibu.
2) Yang mewarisi dengan
sebab wala’ baik dari kalangan laki laki
atau perempuan seperti seorang laki-laki yang memerdekakan budak dan seorang
wanita yang memerdekakan budak.
b. Ashabah
bil Ghair Ashabah bil ghair ialah anak-anak perempuannya anak laki-laki,
saudara-saudara perempuan sekandung dan saudara-saudara perempuan
sebapak ketika bersama ahli waris dari jenis laki-laki yang derajatnya dan
sifatnya sama dengan merekan, atau yang di bawah mereka derajatnya khususnya
untuk anak-anak perempuannya anak laki-laki, jika ahli waris yang derajatnya di
atas mereka telah mengambil bagian dua pertiga (2/3) secara sempurna, maka
empat ahli waris ini bersama ahli waris yang menjadikan mereka mendapatkan
bagian ashabah mengambil bagian ashabah-nya, dan seorang laki-laki mendapat
bagian sebagaimana bagian dua orang perempuan.
c. Ashabah
Ma’al Ghair Ashabah Ma’al Ghair yaitu saudara-saudara perempuan sekandung dan
saudara-saudara perempuan sebapak ketika keturunan-keturunan si pewaris dari
kalangan wanita. Maka kedudukan saudara-saudara laki-laki sekandung, dan kedudukan
saudara-saudara perempuan sebapak dijadikan seperti kedudukan saudara-saudara
laki-laki sebapak.[5]
Dengan adanya hadis “selebihnya berikanlah
kepada laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat” ini membuat saudara
laki-laki sekandung, dua orang atau lebih dapat menghalangi (sebagai hajib)
saudara laki-laki Seayah. Saudara perempuan sekandung, dua orang atau lebih
dapat menghalangi (sebagai hajib) saudara perempuan apabila saudara perempuan
seayah tidak bersama saudara laki-laki seayah.
Saudara
seibu adalah saudara yang hanya memiliki hubungan nasab atau hubungan darah
berasal dari Ibu saja. Saudara seibu sendiri memiliki bagian-bagian tertentu
yang telah ada di dalam al-Qur’an. Dalam al-Qur’an Saudara seibu baik laki-laki
maupun perempuan berhak memiliki warisan 1/6 dari warisan jika sendiri dan 1/3
dari warisan jika dua orang atau lebih.
Saudara
sekandung dan saudara seayah kedudukannya sama tapi kekuatannya berbeda.
Saudara sekandung itu kalau laki-laki dia masuk ashabah karena tidak ada dalam
al-qur’an dia hanya mendapatkan sisa, sedangkan saudara kandung perempuan dia
ashabul furudh ada bagiannya 1/2 atau 2/3 dari warisan. Saudara laki-laki
seayah sama dengan saudara laki-laki sekandung ashabah dia mendapat sisa
sedangkan saudara perempuan seayah di ashabul furudh tapi ada bedanya dia
kemungkinan dapat 1/6. Adapun saudara seibu baik laki-laki maupun perempuan dia
ashabul furudh tidak ada ashabah bagiannya 1/6 atau 1/3 dari warisan.
Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad Saw, beliau
mengatakan berikan bagiannya pada ahli warisan yang sudah ada penetapannya.
Jadi untuk menyelesaikan kasus warisan di data dulu ahli waris ashabul furudh.
Kemudian Nabi mengatakan adapun sisanya maka diberikan kepada laki-laki yang
paling berhak saja. Jadi aturan ashabah cuman satu saja tidak ada akan ada dua
ashabah sehingga jika ada saudara kandung dengan saudara seayah harus dipilih
salah satunya saja. Dilihat yang paling aula atau yang paling kuat, saudara
kandung lebih kuat nasabnya daripada saudara seayah. Maka saudara kandung
mendapatkan sisa sedangkan saudara seayah menjadi mahjub. Sedangkan saudara
seibu tetap mendapatkan warisan karena ashabul furudh. Jika ada kasus dimana
saudara seayah dengan saudara seibu, bagian dari saudara seayah sama banyaknya
dengan saudara sekandung.
Ashabah
itu salalu terakhir, jika ada sisa selalu lihat siapa yang paling berhak dalam
syariat hukum waris Islam. Pada umumnya yang paling berhak anak. Biasanya
umumnya anak laki-laki yang menjadi ashabah, juga anak perempuan bisa jadi ashbah
jika pewaris bersama dengan anak laki-laki. Contoh kasusnya adanya pewaris yang
meninggalkan anak laki-laki dengan anak perempuan seharusnya anak perempuan
dalam al Qur’an seperdua (1/2) bagiannya kalau sendiri masuk kategori ahli
waris ashabul furudh tapi karena adanya anak laki-laki sehingga mereka
bergabung dan membuat anak perempuan ini berubah status ahli waris ashabah.
Istilah ashabah bil ghair jika anak perempuan bersama anak laki-laki.
Jika
ada kasus pewaris hanya meninggalkan ahli waris istri, saudara perempuan
sekandung, dan saudara perempuan seibu. Bagian warisan untuk istri seperempat
(1/4) karena tidak meninggalkan anak, saudara perempuan sekandung mendapatkan
seperdua (1/2) karena seorang diri sedangkan saudara seibu mendapatkan seperenam
(1/6) karena seorang diri. Melihat dari ahli warisnya bisa jadi adanya sisa
(1/4+1/2+1/6)=(3/12+6/12+2/12)=11/12. Dalam perhitungan adanya sisa 1/12.
Sisanya ini biasanya dikasih saudara sekandung sama saudara seibu. Ada pendapat
bahwa 1/12 atau sisa dari harta ini dibagi rata oleh saudara sekandung dan
saudara seibu ada juga yang pendapat sisa harta tersebut dibagi sesuai dangan
porsinya. Jadi saudara sekandung lebih banyak porsinya karena awalnya mendapat
1/2 daripada saudara seibu yang hanya mendapatkan 1/6.
Jika
ada kasus pewaris meninggalkan ahli waris istri, saudara laki laki sekandung, saudara
perempuan seibu. Bagian istri 1/4 karena tidak ada anak, saudara seibu 1/6 jika
seorang diri, dan sisa harta warisan untuk saudara laki-laki sekandung. Sisa yang
di dapat saudara laki sekandung (1/4+1/6)= (3/12+2/12)= (5/12) maka yang
didapat saudara laki-laki 7/12 bagian dari harta.
Istri tidak pernah mendapatkan sisa harta dia
hanya mendapatkan bagiannya saja. Di hukum Indonesia adanya harta bersama
sehingga pembagian warisan harus dibagi seperdua (1/2), setelah itu harta murni
ini yang dibagi oleh ahli warisnya. Sehingga istri atau suami setelah
mendapatkan harta bersama juga mendapatkan bagian dari harta murni. Sebaiknya
harta bersama ini dibagi sesuai porsi penghasilan yang di dapat istri atau
suami, yang lebih banyak mengumpulkan harta.
Perbedaan
ahli waris saudara sekandung, saudara seayah, dan saudara seibu, ialah:
a. Saudara
kandung dan saudara sebapak hanya sebagai ashabah bukan ashabul furudh
sedangkan saudara seibu hanya sebagai ashabul furudh bukan ashabah.
b. Saudara
sekandung atau seayah jika ada laki-laki dan perempuan maka bagian laki-laki 2
kali bagian perempuan , sedangkan saudara seibu baik laki-laki maupun perempuan
mendapatkan bagian yang sama (bersekutu/ berserikat).
c. Saudara
kandung atau seayah jika seorang perempuan saja maka bagiannya 1/2 dari harta
jika lebih dari seorang maka 2/3 sedangkan saudara seibu mendapatkan 1/6 jika
seorang atau 1/3 jika lebih dari seorang.
Saudara seayah dihijab oleh saudara
sekandung karena keduanya sama-sama masuk golongan ashabah. Saudara sekandung
lebih berhak mendapatkan warisan daripada saudara seayah, sedangkan saudara
seibu adalah ashabul furudh sehingga tidak terhijab oleh saudara kandung karena
ashabul furudh lebih diutamakan dari pada ashabah.
Jadi hukum di Indonesia dalam
membagikan harta warisan harus dibagi dulu harta bersamanya jika pewaris masih
memiliki hubungan perkawinan setelah itu harta murni yang dimiliki pewaris
dibagi oleh ahli warisnya. Pembagian ahli waris diklafikasikan menjadi 3
golongan, yaitu ashabul furudh, ashabah, dan dzawil-arham. Jika ada pewaris
yang tidak meninggalkan anak dan orang tua maka kasus ini disebut dengan
kalalah. Kasus kalalah ini yang membuat saudara-saudari pewaris mendapatkan
bagian dari warisan. Saudara yang dimaksud ini ialah saudara sekandung, saudara
seayah, dan saudara seibu.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Saudara perempuan
kandung Berdasarkan HR Muaz bin Jabal yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
Bukhari, apabila pewaris meninggalkan saudara perempuan sekandung dan seorang
anak perempuan, maka saudara perempuan kandung ini mendapatkan sisa setelah
dikurangi bagian seorang anak perempuan, yaitu seperdua (1/2) sebagai ashabah
maal ghairi.
Ahli waris ashabah
maal ghairi terjadi apabila ahli waris terdiri dari perempuan saja.
Dalam kasus ini terdapat beberapa saudara perempuan kandung sehingga seperdua
sisa tersebut dibagi secara merata di antara mereka.
Apabila terdapat
dua saudara perempuan, maka bagian seperdua (1/2) tersebut dibagi dua. Apabila
terdapat tiga saudara perempuan, maka bagian seperdua tersebut dibagi tiga,
begitu seterusnya.
2.
Saudara laki-laki
kandung
Saudara laki-laki kandung berkedudukan sebagai ashabah binafsih,
yaitu ahli waris yang berhak mendapat sisa bagian warisan dengan sendirinya
atau secara otomatis apabila mewaris bersama dzawul faraidh.
Sehingga apabila
diterapkan dalam kasus ini, setelah dikurangi bagian warisan seorang anak
perempuan (dzawul faraidh) tersebut, maka beberapa saudara
laki-laki kandung ini akan mendapatkan sisa sebesar seperdua (1/2). Sisa
seperdua (1/2) ini dibagi di antara mereka secara merata.
3.
Saudara laki-laki
dan perempuan
Dalam hal ini,
saudara laki-laki berkedudukan sebagai ashabah binafsih, sedangkan
saudara perempuan sebagai ashabah bilghairi. Ashabah
bilghairi ini adalah kedudukan bagi setiap ahli waris perempuan yang
sebenarnya memiliki bagian pasti, namun berubah menjadi mendapatkan sisa ketika
mewaris bersama saudara laki-lakinya yang berkedudukan sebagai ashabah
binafsih
DAFTAR
PUSTAKA
Amir
Syarifuddin. 2008. Hukum Kewarisan Islam, Edisi pertama. Cet: 3, (Kencana Prenada Media Goup : Jakarta)
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tas-hil Al- Faraidh, Diterjemahkan oleh Abu
Najiyah Muhaimin. 2007. Ilmu Waris
Metode Praktis Menghitung Warisan dalam Syariat Islam. (Ash-Shaf Media:
Jawa Tengah)
https://tafsirweb.com/1539-quran-surat-an-nisa-ayat-7.html
(diakses pada tanggal 17 Mei 2021
pada pukul 13.50)
https://tafsirweb.com/1543-quran-surat-an-nisa-ayat-11
-12.html(diakses pada tanggal 17 Mei 2021
pada pukul 13.55)
https://tafsirweb.com/1708-quran-surat-an-nisa-ayat-176.html(diakses pada tanggal 17 Mei 2021 pada pukul 13.59)
[1] https://tafsirweb.com/1539-quran-surat-an-nisa-ayat-7.html
(diakses
pada tanggal 17 Mei 2021 pada pukul 13.50)
[2]
https://tafsirweb.com/1543-quran-surat-an-nisa-ayat-11 -12.html(diakses
pada tanggal 17 Mei 2021 pada pukul 13.55)
[3]
ttps://tafsirweb.com/1708-quran-surat-an-nisa-ayat-176.html(diakses
pada tanggal 17 Mei 2021 pada pukul 13.59)
[4] Amir Syarifuddin, 2008,
Hukum Kewarisan Islam, Edisi pertama, Cet: 3, Kencana Prenada Media Goup,
Jakarta, hlm. 215
[5] Asy-Syaikh Muhammad bin
Shaleh Al-Utsaimin, Tas-hil Al- Faraidh, Diterjemahkan oleh Abu Najiyah
Muhaimin 2007, Ilmu Waris Metode Praktis Menghitung Warisan dalam Syariat
Islam, Ash-Shaf Media, Jawa Tengah hlm. 98-99