TAFSIR AYAT PERADILAN CARA
HUKUM MENGAMBIL KEPUTUSAN
(Q.S An-Nur Ayat 7, Qs. An-Nur Ayat
9, Qs. Al-Maidah Ayat 107 dan Qs. Yusuf Ayat 52)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sumpah di
dalam bahasa Arab dikenal dengan lafaz halafa yang berarti mula>zamah
(keharusan), maksudnya apabila manusia telah bersumpah berarti dia telah
mengharuskan dirinya untuk melaksanakan sumpahnya itu.
Sumpah
dalam bahasa Arab juga, biasa dikenal dengan lafaz aiman jamak dari yamin. Dan
asal dari yamin adalah tangan dan diistilahkan dengan sumpah, karena kebiasaan
orang Arab apabila bersumpah dia memukul tangan kanan saudaranya dengan tangan
kanannya.
Pada
dasarnya sumpah yang digunakan oleh umat muslim, yang terikat dengan hukum,
terbagi kepada dua bentuk, yaitu: 1) Al-Qasam, yaitu sumpah dengan maksud
mengagumkan Al-Muqsim bihi, bentuk sumpah ini, tidak boleh kecuali hanya untuk
Allah swt. yang berhak untuk diagungkan dengan ZatNya; 2) Al-Syar wa al Jaza’,
yaitu sumpah mengandung makna larangan dan keawajiban. Contoh dari bentuk ini
adalah sumpah nazar, sumpah alaq, sumpah aram, sumpah ihar dan lainnya.
Adapun
bentuk sumpah Qasamiyah, terbagi kedalam tiga bagian, yaitu: Pertama: Sumpah
laghwi, adalah sumpah yang diucapkan oleh lidah tanpa ada maksud untuk
bersumpah, seperti perkataan seseorang والله لا tidak, demi Allah atau demi
Allah, diucapkan disaat menyambung perkataan atau karena marah, apakah itu
berbicara pada masa lampau, sekarang, atau yang akan datang. Sebagaimana
perkataan Aisyah R.A : sumpah laghwi
adalah sumpah yang diucapkan disaat bercanda, berdebat, dan berselisih,
sumpah yang tidak diyakini oleh hati.
Sebagian
ulama berpendapat bahwa sumpah laghwi adalah sumpah atas sesuatu yang diyakini
kebenarannya, akan tetapi pada kenyataannya berbeda. Sebagaimana Zurarah bin
Awfi R.A berkata: sumpah laghwi adalah sumpah seorang laki-laki yang
dianggapanya benar, akan tetapi berbeda dengan kenyataannya. Kedua: Sumpah
Gamus, adalah sumpah mengenai perkara masa lampau yang sengaja berbohong untuk
mengambil ak saudaranya, dinamakan juga الفاجرة ،الزورة, dan dinamakan dalam
adi , الصبر یمین (dirinya bersabar atas pengakuannya dengan sumpah palsu) dan المصبورة
یمین . Disebutkan didalam kitab al- Nihayah: اًسْوُمَغ, karena orang yang
bersumpah seperti ini, tercelup dalam dosa dan akan dicelupkan kedalam api
neraka.[1]
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
keputusan hakum berdasarkan sumpah
bersandar pada Qs. An-Nur ayat 7?
2.
Bagaimana
keputusan hakum berdasarkan sumpah
bersandar pada Qs. An-Nur ayat 9?
3.
Bagaimana
keputusan hakum berdasarkan sumpah
bersandar pada Qs. Al- Maidah ayat 107?
4.
Bagaimana
Keputusan hukum berdasarkan pengakuan bersandar pada Qs. Yusuf ayat 52?
5.
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui keputusan hakum berdasarkan
sumpah bersandar pada Qs. An-Nur ayat ?
2.
Untuk
memahami keputusan hakum
berdasarkan sumpah bersandar pada Qs.
An-Nur ayat 9.
3.
Untuk memahami keputusan hakum berdasarkan sumpah bersandar pada Qs. Al- Maidah ayat
107.
4.
Untuk memahami Keputusan hukum berdasarkan pengakuan
bersandar pada Qs. Yusuf ayat 52.
BAB II
PEMBAHASAN
Cara Hakim Mengambil
Keputusan
Pengambilan keputusan
adalah suatu proses untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan cara memilih salah satu dari berbagai
alternative yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan yang
menghasilkan suatu keputusan yang baik untuk mengatasi suatu masalah.[2]
Pengambilan keputusan melibatkan proses kognitif, dimulai dari mengenali masalah,
mengidentifikasi alternative pemecahan masalah, menilai, memilih, hingga
memutuskan. Pengambilan keputusan sangat diperlukan oleh hakim dalam menentukan
putusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Hakim harus dapat mengelola dan
memproses data-data yang diperoleh selama proses persidangan dalam hal ini
bukti0bukti, keterangan saksi, pembelaan terdakwa, serta tuntutan jaksa maupun
muatan psikologis.
Dalam mengambil
putusan, masing-masing hakim mempunyai hak yang sama dalam melakukan tiga tahap
yang mesti dilakukan yaitu :
1.
Tahap Konstatir, yaitu mengonstatir peristiwa hukum
yang diajukan oleh pihak kepadanya dengan melihat, mengakui atau membenarkan
telah terjadinay peristiwa yang telah diajukan tersebut.
2.
Tahap Kualifisir, yaitu mengkualifisir peristiwa yang
diajukan pihak-pihak kepadanya . maksudnya adalah menilai peristiwa yang
dianggap benar-benar terjadi itu termasuk hubungan hukum mana dan hubungan
hukum apa terhadap dalil/peristiwa tang terjadi.
3.
Tahap Konstitur, yaitu menetapkan hukumnya atau memberikan
keadilan pada pihak yang berperkara.[3]
A. Keputusan Hukum Berdasarkan Sumpah ( Qs.
An-Nur Ayat 7 )
وَٱلْخَٰمِسَةُ أَنَّ لَعْنَتَ ٱللَّهِ عَلَيْهِ إِن كَانَ مِنَ
ٱلْكَٰذِبِينَ
“Dan
(sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang
yang berdusta.”
Mufrodat perayat surah An-Nur ayat 7
وَٱلْخَٰمِسَةُ |
Kelima |
أَنَّ |
Sesungguhnya |
لَعْنَتَ ٱللَّهِ |
Laknat Allah |
عَلَيْهِ |
Atasnya |
إِن كَانَ |
Jika dia |
مِن |
Termasuk |
ٱلْكَٰذِبِين |
Orang-orang dusta |
Dan suami-suami yang melontarkan tuduhan zina kepada istri-istri
mereka, akan tetapi mereka tidak memiliki saksi-saksi yang mendukung tuduhan
mereka, kecuali mereka sendiri, maka suami harus bersaksi di hadapan hakim
sebanyak empat kali dengan mengatakan, ”Saya bersaksi dengan Nama Allah bahwa
sesungguhnya saya benar dalam tuduhan zina yang saya alamatkan kepadanya.” Dan
pada persaksian kelima, dia menambahkan doa buruk pada dirinya untuk
mendapatkan laknat Allah, jika dia dusta dalam ucapannya itu.[4]
Dengan cara seperti ini, si penuduh terlepas dari had qadzaf (menuduh). Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah ditegakkan had terhadap wanita itu karena li’an dari suaminya dan si wanita mundur dari persaksiannya atau cukup dipenjarakan? Dalam masalah ini ada dua pendapat ulama, namun yang ditunjukkan oleh dalil adalah bahwa kepada wanita itu ditegakkan had (jika mundur).
B. Keputusan Hukum
Berdasarkan Sumpah ( Qs. An-Nur Ayat 9 )
وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ
مِنَ الصَّادِقِينَ
“Dan
(sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk
orang-orang yang benar.”
Mufrodat perkata surah An-Nur ayat 9
وَٱلْخَٰمِسَةُ |
Kelima |
أَنَّ |
Sesungguhnya |
غَضَبَ ٱللَّهِ |
Laknat Allah |
عَلَيْهَآ |
Atasnya |
إِن كَانَ |
Jika dia |
مِن |
Termasuk |
ٱلصَّٰدِقِينَ |
Orang-orang benar |
Dengan persaksian sang
suami itu, seorang istri terkena hukuman pidana atas tindakan perzinaan, yaitu
hukum razam hingga mati. Dan tidak ada yang bisa membatalkan vonis hukuman ini,
kecuali wanita itu bersaksi empat kali dengan Nama Allah untuk melawan
(menolak) persaksian suaminya, bahwa suaminya benar-benar bohong dalam
tuduhannya kepada dirinya dengan perbuatan zina.[5] Dan pada persaksian kelima, si istri menambahkan doa keburukan pada
dirinya untuk mendapatkan kemurkaan Allah, bila suaminya ternyata berkata benar
dalam tuduhannya dan dalam kondisi demikian, mereka dipisahkan dari hubungan
pernikahan mereka.
Contoh redaksi sumpah sebagai berikut: (Murka Allah ditimpakan atasku apabila suamiku itu benar) Kalau suami istri telah mengucapkan sumpah dan sudah saling melaknat (mulaanah) seperti itu, maka terjadilah perceraian paksa dan perceraian itu selama-lamanya, artinya suami istri itu tidak dibenarkan lagi rujuk kembali sebagai suami istri untuk selama-lamanya, sebagaimana dijelaskan oleh Ali dan Ibnu Mas`ud dengan katanya: (Telah berlaku Sunnah (Nabi saw) bahwa dua (suami istri) yang telah saling melaknat, bahwa mereka tidak boleh berkumpul lagi sebagai suami istri untuk selama-lamanya) Ini, didasarkan hadis: Dua orang (suami istri) yang saling melaknat apabila telah bercerai keduanya tidak boleh lagi berkumpul sebagai suami istri untuk selama-lamanya. (Riwayat ad-Daruquthni dari Ibnu 'Umar) Istri diberi oleh Allah hak untuk membela diri dari tuduhan suaminya menunjukkan bahwa Allah menutup aib seseorang. Tetapi perlu diingat bahwa seandainya sang istri memang telah berzina, namun ia membantahnya maka ia memang terlepas dari hukuman di dunia, tetapi tidak akan terlepas dari azab di akhirat yang tentunya lebih keras dan pedih. Oleh karena itu, ia perlu bertobat maka Allah akan menerimanya sebagaimana dimaksud ayat berikutnya
C.
Keputusan Hakim Berdasarkan Sumpah ( Qs. Al-Maidah
Ayat 107 )
فَإِنْ عُثِرَ عَلَىٰ أَنَّهُمَا
اسْتَحَقَّا إِثْمًا فَآخَرَانِ يَقُومَانِ مَقَامَهُمَا مِنَ الَّذِينَ
اسْتَحَقَّ عَلَيْهِمُ
الْأَوْلَيَانِ فَيُقْسِمَانِ
بِاللَّهِ لَشَهَادَتُنَا أَحَقُّ مِنْ شَهَادَتِهِمَا وَمَا اعْتَدَيْنَا إِنَّا إِذًا
لَمِنَ الظَّالِمِينَ
“Jika diketahui bahwa kedua (saksi itu) membuat dosa, maka dua
orang yang lain di antara ahli waris yang berhak yang lebih dekat kepada orang
yang meninggal (memajukan tuntutan) untuk menggantikannya, lalu keduanya
bersumpah dengan nama Allah: "Sesungguhnya persaksian kami labih layak
diterima daripada persaksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas,
sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang yang menganiaya diri
sendiri".
Mufrodat perkata surah Al-Maidah Ayat 107
َإِنْ
عُثِرَ |
Jika terbukti |
َلَىٰ
أَنَّهُمَا اسْتَحَقَّا |
kedua
saksi itu berbuat |
إِثْمًا |
Dosa |
فَآخَرَانِ |
Maka
dua orang yang lain |
يَقُومَانِ |
Menggantikan |
َقَامَهُمَا |
Kedudukannya |
مِنَ
الَّذِينَ اسْتَحَقّ |
Yaitu
diantara ahli waris yang berhak |
عَلَيْهِمُ
الْأَوْلَيَانِ |
Dan lebih dekat dengan orang yang mati |
فَيُقْسِمَانِ
بِاللَّهِ |
Lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah |
لَشَهَادَتُنَا
أَحَقُّ |
Sungguh kesaksian kami lebih layak diterima |
مِنْ
شَهَادَتِهِمَا |
Daripada kesaksian dua saksi itu |
وَمَا
اعْتَدَيْنَا إِنَّا إِذًا |
Dan kami tidak melanggar batas sungguh jika
demikian tentu kami |
لَمِنَ
الظَّالِمِين |
Termasuk orang-orang dzalim |
Apabila wali-waki mayit mendapati dua
saksi yang disebutkan itu telah berbuat dosa dengan melakukan pengkhianatan
dalam persaksian atau wasiat. Maka hendaknya ada dua orang wali-wali mayit yang
menggantikan posisi mereka berdua, lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah
dan mengatakan “persaksian kami yang jujur ini lebih pantas untuk diterima
daripada persaksian dusta mereka berdua, dan kami tidaklah melanggar garis
kebenaran dalam persaksian kami.”
Dalam asbabun nuzul ayat ini, apabila
mereka telah bersumpah sebegitu, maka barang yang hilang dari senarai simati
itu diserahkan kepada mereka. Apabila
saksi yang asal telah menipu dalam sumpah mereka, maka kena pakai saksi yang
lain. Dalam kes ini, kena ambil sumpah dari keluarga yang lebih mempunyai hak
dari dua saksi yang asal. Dalam kes ini, dinaikkan saksi pula dari
keluarga waris yang telah dizalimi. Ini adalah kerana mereka yang paling dekat
dengan simati.
Hukum yang boleh diambil: dalil kena
ada pada orang yang mendakwa dan sumpah ada pada orang yang membela. Yang
mendakwa kena bawa dalil dan yang membela kalau tidak ada bukti, dia pakai
sumpah; inilah kaedah yang boleh dipakai sampai ke hari ini. kita kena tahu
tentang perkara ini.
Suppletoir, Aestimatoire,
dan Decisoir merupakan tiga istilah yang dapat kita temukan
dalam Hukum Acara Perdata. Ketiga istilah ini merupakan klasifikasi sumpah
sebagai salah satu alat bukti:
1. Decisoir/sumpah
pemutus yaitu sumpah yang oleh pihak satu (boleh
penggugat atau tergugat) diperintahkan kepada pihak yang lain untuk
menggantungkan pemutusan perkara atas pengucapan atau pengangkatan sumpah.
2. Suppletoir/sumpah
tambahan yaitu sumpah tambahan atas perintah hakim kepada
salah satu pihak yang berperkara supaya dengan sumpah itu dapat diputuskan
perkara itu atau dapat ditentukan jumlah uang yang dikabulkan.
3. Aestimatoire/sumpah
penaksir adalah sumpah yang diterapkan untuk menentukan
jumlah ganti rugi atau harga barang yang digugat.[6]
D. Keputusan
Hukum Berdasarkan Pengakuan ( Qs. Yusuf Ayat 52 )
ذٰ لِكَ لِيَـعۡلَمَ اَنِّىۡ لَمۡ
اَخُنۡهُ بِالۡغَيۡبِ وَاَنَّ اللّٰهَ لَا يَهۡدِىۡ كَيۡدَ الۡخَـآٮِٕنِيۡنَ
Zaalika
liya'lama annii lam akhunhu bilghaibi wa annal laaha laa yahdii kaidal
khaaa'iniin
“(Yusuf
berkata), ‘Yang demikian itu agar dia (Al-Aziz) mengetahui bahwa aku
benar-benar tidak mengkhianatinya ketika dia tidak ada (di rumah), dan bahwa
Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat.’’
Mufrodat
perkata Qs. Yusuf Ayat 52
ذٰ لِكَ |
Yusuf Berkata yang Demikian itu |
لِيَـعۡلَمَ |
Agar Dia (Al-azizi) mengetahui |
نِّىۡ لَمۡ اَخُنۡهُ |
Bahwa aku, benar-benar tidak mengkhianatinya |
بِالۡغَيۡبِ |
Ketika dia tidak ada (di Rumah) |
وَاَنَّ اللّٰهَ |
Dan bahwa Allah |
لَا يَهۡدِىۡ |
Tidak Meridhai |
كَيۡدَ الۡخَـآٮِٕنِيۡنَ |
Tipu daya orang-orang yang berkhianat |
Ayat ini menerangkan pengakuan istri al-Aziz yang terus-terang
mengatakan bahwa dialah yang bersalah, dialah yang menggoda, tetapi Yusuf tetap
enggan dan berpaling, karena takut kepada Tuhannya. Semuanya itu menjadi bukti
tentang kejujurannya. Ia tidak mau berdusta terhadap Yusuf walaupun Yusuf dalam
penjara. Juga supaya diketahui oleh suaminya, bahwa dia berterus-terang seperti
itu menunjukkan bahwa dia bersih, terpelihara dari perbuatan keji, karena
kekuatan iman Yusuf. Istrinya tidak mau dituduh pengkhianat, sebab Allah swt
tidak akan memberi petunjuk kepada setiap pengkhianatan.
Kemudian istri al-Aziz mengatakan, "Yang demikian itu, yakni pengakuan bahwa akulah yang menggoda Yusuf dan dia menolaknya, adalah agar dia, suamiku, mengetahui bahwa aku benar-benar tidak mengkhianatinya dan berselingkuh dengan orang lain ketika dia tidak ada bersamaku, dan agar Yusuf bebas dari segala tuduhan. Dan aku menyadari bahwa sesungguhnya Allah tidak meridai tipu daya orang-orang yang berkhianat. Allah pasti akan mengungkap kejadian yang sebenarnya, meski hal itu sudah ditutup-tutupi bertahun-tahun."[7]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Hakim sebagai penegak
hukum harus memperhatikan dan mengikuti dinamika masyarakat, sebab dalam
kenyataannya hukum yang tertuang dalam peraturan sering tidak mampu menjangkau
kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Setiap putusan hukum harus berorientasi
kepada rasa keadilan masyarakat sehingga masyarakat akan merasa terpelihara dan
terlindungi kepentingannya. Peranan hakim semata-mata bukan hanya sebagai
corong peraturan yang memutus perkara hanya mendasarkan kepada pertimbangan
tekstual sebuah peratuaran, melainkan harus mengutamakan rasa keadilan
masyarakat. Hakim jangan samapai mengambil keputusan yang salah sehingga
terdakwa yang sebenarnya tidak bersalah harus menjalani hukuman atau terdakwa
yang sebenarnya bersalah tapi dibebaskan.
B.
Saran
Dalam penyusunan
makalah ini masih memerlukan kritikan dan saran bagi pembahasan materi
tersebut. Selanjutnya kami berharap makalah yang kami buat dapat membantu
pembaca agar dapat
memahami.
DAFTAR PUSTAKA
Tarebbi Suardi. 2017.
Hadits tentang Larangan Bersumpah Selain dari Nama Allah swt. Makassar, UIN
Alauddin. Pdf: http://repositori.uin-alauddin.ac.id/4746/1/SUARDI%20TAREBBI.PDF
Harun,Nurlaila. 2017.
Proses Peradilan dan Arti sebuah Keyakinan hakim dalam Memutus sebuah Perkara
di Pengadilan agama Manado. Sulawesi Utara. Vol; 15
Pratiwi, Hana
Indah. 2008. Proses Pengambilan putusan
Hakim dakam Perkara Pidana. Surakarta.
Referensi: https://tafsirweb.com/6135-quran-surat-an-nur-ayat-7.html
Referensi:https://tafsirweb.com/6137-quran-surat-an-nur-ayat-9.
Pa.padang.go.id
Mahkamah Agung Replubik Indonesia
Referensi:
https://tafsirweb.com/6135-quran-surat-an-nur-ayat-7.html
[1] Tarebbi Suardi.
2017. Hadits tentang Larangan Bersumpah Selain dari Nama Allah swt. Makassar,
UIN Alauddin. Pdf:
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/4746/1/SUARDI%20TAREBBI.PDF
[2] Harun,Nurlaila.
2017. Proses Peradilan dan Arti sebuah Keyakinan hakim dalam Memutus sebuah
Perkara di Pengadilan agama Manado. Sulawesi Utara. Vol; 15
[3] Pratiwi, Hana
Indah. 2008. Proses Pengambilan putusan
Hakim dakam Perkara Pidana. Surakarta.
[4] Referensi:
https://tafsirweb.com/6135-quran-surat-an-nur-ayat-7.html
[5] Referensi:https://tafsirweb.com/6137-quran-surat-an-nur-ayat-9.html
[6] https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5899301425dee/arti-sumpah-idecisoir-i--isuppletoir-i--dan-iaestimatoire-i/)
[7] Pa.padang.go.id Mahkamah
Agung Replubik Indonesia