Praktek Argumentasi Hukum: Dalam Pembuatan Dokumen Legal Hukum

 

Praktek Argumentasi Hukum: Dalam Pembuatan Dokumen Legal Hukum (Legal Opinion), Pendapat Ahli (expertiseknowledge), dan Fatwa Hukum Islam 




A. Dokumen Legal Opinion

 Sampai saat ini tidak ada definisi yang baku mengenai legal opinion di Indonesia. Akan tetapi jika mengacu pada literatur yang telah ada sebelumnya dan yang sudah berlaku secara internasional. Menurut Henry Campbell Black dalam

Edisi ketujuh Black’s Dictionary legal opinion diartikan sebagai sekumpulan dokumen tertulis yang dijadikan padanan aplikasi bagi para pengacara atau pengertian pendapat hukum yang berkaitan dengan berbagai masalah hukum dari para pihak terkait dengan fakta-fakta yang ada. Pengertian di atas memberikan penjelasan bahwa objek dari suatu legal opinion itu timbul dari adanya suatu fenomena atau polemik yang sangat dilematis yang disebabkan dari implikasi hukum itu sendiri. Bahwa pada umumnya seorang advokat mempergunakan hampir sebagian besar dari waktunya untuk memberikan nasihat hukum, baik secara lisan maupun tertulis dalam membantu klien nya, guna untuk menghindari sengketasengketa maupun untuk penyelesaian sengketa. Salah satu bentuk dari nasehat hukum yang diberikan oleh seorang advokat bagi klien nya adalah melalui pendapat hukum legal opinion. [1]

 Legal opinion adalah istilah yang dikenal dalam sistem hukum Common Law (Anglo Saxon) sedangkan dalam sistem hukum Civil Law (Eropa Continental) dikenal sebagai Legal Critics yang dipelopori oleh aliran kritikus hukum. Legal opinion mulai dikenal dalam praktek hukum penasehat hukum di Indonesia yang terlibat dalam transaksi komersial internasional dan berhadapan dengan penasehat hukum asing. Seorang penasihat hukum tidaklah boleh gegabah dalam memberikan legal opinion nya, apalagi bila berkaitan dengan dimensi internasional. Agar seseorang penasehat hukum dapat memberikan legal opinion yang baik, maka ia haruslah mengerti dan memahami mengenai masalah hukum yang ada dan mengapa hal tersebut bisa terjadi.[2]

Ø  Fungsi Legal Opinion

 Sesuai dengan pengertian yang telah diulas sebelumnya maka legal opinion biasanya digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan klien tentang suatu permasalahan hukum tertentu. Legal opinion ini memang dimaksudkan untuk memberikan keterangan kepada klien yang ingin mengetahui segala hal yang berkenaan dengan permasalahan yang sedang dihadapinya, maka isinya juga harus dapat memenuhi harapan si klien tersebut. [3] Berdasarkan pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi dari legal opinion ini memberikan pendapat hukum atas suatu persoalan hukum agar didapat suatu keputusan atau tindakan yang tepat atas persoalan hukum tersebut. Pada tatanan praktis, seorang hakim tidak boleh hanya menjadi corong Undang-Undang, namun ia juga harus melakukan penemuan hukum yang dituangkan dalam setiap putusannya, dalam proses penemuan hukum tersebut hakim harus berpegang pada prinsip bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Sehingga hakim harus mengedepankan nilai keadilan alam masyarakat dan menyesuaikan dengan perubahan masyarakat. Artinya apa seorang hakim juga memberikan pendapat hukum dalam setiap putusannya, sehingga legal opinion juga berfungsi sebagai penemuan hukum oleh hakim.

 Bila ditinjau dari sumber-sumber hukumnya. Sumber hukum legal opinion pada hakikatnya adalah tempat kita dapat menemukan atau menggali hukumnya.[4] Undang-Undang adalah perjanjian internasional dan Yurisprudenis adalah sumber hukum. Tidak mustahil ketiga sumber hukum itu tidak bisa langsung diaplikasikan terhadap permasalahan konkretnya sehingga dibutuhkan penapat hukum dari sarjana hukum atau pakar hukum. Doktrin merupakan pendapat dari para pakar yang dirangkum untuk dijadikan suatu acuan baru bagi perkembangan hukum. Sebagai contoh seperti pada abad sembilan belas dengan teori hukum kontrak klasiknya sebagai reaksi dan kritik terhadap tradisi abad pertengahan mengenai substantive justice, kritik yang dikemukan oleh para sarjana dan ahli hukum merupakan suatu pendapat hukum atau legal opinion.

 Akan tetapi agar suatu legal opinion ini mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, pendapat hukum ini harus memenuhi syarat tertentu yaitu pendapat hukum yang telah menjadi putusan hakim, dengan demikian legal opinion berperan penting dalam pembangunan hukum bukan hanya dalam aspek perjanjian melainkan dapat lebih luas daripada itu. Legal opinion juga dijadikan suatu kritikan terhadap suatu masukan yang positif demi mendorong perubahan kebijakan ke arah yang lebih baik.

Ø  Prinsip-Prinsip Dalam Pembuatan Legal Opinion

Prinsip yang harus dipegang dalam menyusun legal opinion, adalah sebagai berikut:

a.       Legal opinion dibuat dengan mendasarkan pada hukum indonesia. Advokat yang berpraktek dalam wilayah republik indonesia dimana hukum yang dikuasai adalah hukum indonesia.

b.      Legal opinion disampaikan secara lugas, jelas dan tegas dengan tata bahasa yang benar dan sistematis.

c.       Legal opinion tidak memberikan jaminan terjadinya suatu keadaan dalam legal opinio, advokat tidak boleh memberikan jaminan atau kepastian akan kondisi suatu penyelesaian persoalan dalam praktek. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam ketentuan Pasal 4 butir c mengenai kode etik advokat yang berbunyi : “Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada klien nya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang”.

d.      Legal opinion harus diberikan secara jujur dan lengkap. Jujur artinya legal opinion harus disampaikan kepada klien sebagaimana adanya, tidak dibuat-buat dan tidak semata-mata memberikan pendapat hanya untuk mengakomodir keinginan klien.

e.       Legal opinion tidak mengikat bagi advokat dan bagi klien. Advokat bertanggung jawab atas isi dan juga bertangung jawab atas kebenaran dari legal opinion yang dibuat, tetapi advokat tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kerugian yang timbul akibat klien mengambil tindakan berdasarkan legal opinion tersebut.

 

B. Pengetahuan (Expertise Knowledge)

 Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan juga dapat didefinisikan penggabungan data dan informasi. Dalam arti lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan manusia diperoleh melalui akal pengamatan. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan kecerdasan untuk mengenali obyek atau peristiwa tertentu yang tidak pernah melihat atau rasakan sebelumnya.Pengetahuan adalah infomasi yang bernilai relevan secara kontekstual dan dapat dikerjakan. Sumber pengetahuan berasal dari literature, pakar dan contoh. Dasar pengetahuan adalah hokum ilmiah, pengalaman dan model. Pengetahuan terdiri dari fakta, prosedur dan aturan penilaian. Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki yang kemudian tertanam dalam benak seseorang. Contoh pengetahuan adalah ketika seseorang mencicipi masakan yang baru, ia mendapatkan pengetahuan berupa bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut5

 Pengetahuan berkembang seiring waktu disesuaikan dengan pengalaman yang membuat hubungan antara situasi dan peristiwa yang baru secara kontekstual.

Pengetahuan terdiri dari beberapa komponen antara lain:

1.  Ground truth, Kebenaran yang didapat dari pengalaman bukan teori.

2.  Complexity, Situasi yang kompleks mengindikasikan pendekatan yang kompleks dalam penyelesaiannya. Masalah akan menjadi kompleks jika pengetahuan yang dibutuhkan tidak mencukupi.

3.  Judgement, Pengetahuan berkembang dan tidak mungkin lagi diterapkan dalam situasi aslinya.

4.  Heuristic (Rules of Thumb) and Intuition, Panduan dalam memudahkan pemecahan masalah.

5.  Values and beliefs, Setiap manusia memiliki cara dalam memecahkan setiap masalah.

Menurut para ahli di Indonesia seperti menurut Moh. Hatta bahwa pengetahuan adalah studi yang teratur tentang pekerjaan hokum umum, sebab akibat dalam suatu kelompok masalah yang sifatnya sama baik dilihat dari kedudukannya

                                                          

5 Maier, R. (2007). Knowledge Management Systems Information and Communication Technologies for Knowledge Management. In Springer (3rd ed.). maupun hubungannya. Jadi pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusanrumusan yang pasti. pengetahuan memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian pengetahuan diperoleh dari keterbatasannya.

Ø  Ciri-Ciri Pengetahuan pengetahuan menurut The Liang Gie (1987) (dalam Surajiyo, 2010) mempunyai lima ciri pokok antara lain:

1.      Empiris, pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.

2.      Sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur;

3.      Objektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi;

4.      Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya kedala bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu;

5.      Verifikatif, dapat diperiksa kebenaranya oleh siapapun juga.

Ø  Jenis – Jenis Pengetahuan

Pada umumnya pengetahuan dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya:

1.      Pengetahuan langsung (immediate)

 Pengetahuan immediate adalah pengetahuan langsung yang hadir dalam jiwa tanpa melalui proses penafsiran dan pikiran. Kaum realis (penganut paham Realisme) mendefinisikan pengetahuan seperti itu. Umumnya dibayangkan bahwa kita mengetahui sesuatu itu sebagaimana adanya, khususnya perasaan ini berkaitan dengan realitas-realitas yang telah dikenal sebelumnya seperti pengetahuan tentang pohon, rumah, binatang, dan beberapa individu manusia.

 Namun, apakah perasaan ini juga berlaku pada realitas-realitas yang sama sekali belum pernah dikenal dimana untuk sekali meilhat kita langsung mengenalnya sebagaimana hakikatnya?. Apabila kita sedikit mencermatinya, maka akan nampak dengan jelas bahwa hal itu tidaklah demikian adanya.

2.      Pengetahuan tak langsung (mediated)

 Pengetahuan mediated adalah hasil dari pengaruh interpretasi dan proses berpikir sertapengalaman-pengalaman yang lalu. Apa yang kita ketahui dari bendabenda ekstenrnal banyak berhubungan dengan penafsiran dan pencerapan pikiran kita.

3.      Pengetahuan indrawi (perceptual)

 Pengetahuan indrawi adalah sesuatu yang dicapai dan diraih melalui indra-indra lahiriah. Sebagai contoh, kita menyaksikan satu pohon, batu, atau kursi, dan objekobjek ini yang masuk ke alam pikiran melalui indra penglihatan akan membentuk pengetahuan kita. Tanpa diragukan bahwa hubungan kita dengan alam eksternal melalui media indra-indra lahiriah ini, akan tetapi pikiran kita tidak seperti klise foto dimana gambar-gambar dari apa yang diketahui lewat indra-indra tersimpan didalamnya.

 Pada pengetahuan indrawi terdapat beberapa faktor yang berpengaruh, seperti adanya cahaya yang menerangi objek-objek eksternal, sehatnya anggota-angota indra badan (seperti mata, telinga, dan lain-lain), dan pikiran yang mengubah benda-benda partikular menjadi konsepsi universal, serta faktor-faktor sosial (seperti adat istiadat). Dengan faktor-faktor tersebut tidak bisa dikatakan bahwa pengetahuan indrawi hanya akan dihasilkan melalui indra-indra lahiriah.

4.      Pengetahuan konseptual (conceptual)

 Pengetahuan konseptual juga tidak terpisah dari pengetahuan indrawi. Pikiran manusia secara langsung tidak dapat membentuk suatu konsepsi-konsepsi tentang objek-objek dan perkara-perkara eksternal tanpa berhubungan dengan alam eksternal. Alam luar dan konsepsi saling berpengaruh satu dengan lainnya dan pemisahan di antara keduanya merupakan aktivitas pikiran..

5.      Pengetahuan partikular (particular)

 Pengetahuan partikular berkaitan dengan satu individu, objek-objek tertentu, atau realitas-realitas khusus. Misalnya ketika kita membicarakan satu kitab atau individu tertentu, maka hal ini berhubungan dengan pengetahuan partikular itu sendiri.

6.      Pengetahuan universal (universal)

 Pengetahuan yang meliputi keseluruhan yang ada, seluruh hidup manusian misalnya; agama dan filsafat.

Ø  Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya :

  Pendidikan

 Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan kode etik dari seseorang atau sekelompok orang bisnis yang matang dan juga melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas kita dapat kerucutkan visi pendidikan yang mendidik manusia. • Media

 Media yang secara khusus dirancang untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa adalah televisi, radio, surat kabar, dan majalah.

  Informasi

 Definisi informasi menurut Oxford English Dictionary, adalah “”that of which one is apprised or told: intelligence, news”. Kamus lain menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada juga yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan.

 Selain informasi jangka juga memiliki arti lain seperti yang didefinisikan oleh tagihan teknologi informasi yang mengartikannya sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mempublikasikan, menganalisis, dan menyebarkan informasi untuk tujuan tertentu.

 Sementara informasi itu sendiri meliputi data, teks, gambar, suara, kode, program komputer, basis data. Perbedaan besar dalam definisi informasi karena pada dasarnya informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan pengamatan dari dunia di sekitar kita dan diteruskan melalui komunikasi.

C. Fatwa Hukum Islam

 Secara etimologi kata fatwa berasal dari bahasa Arab al-Fatwa, menurut Ibnu Manshur kata fatwa ini merupakan bentuk mashdar dari kata fata, yaftu, fatwan, yang bermakna muda, baru, penjelasan, penerangan. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat al-Fayumi yang mengartikan sebagai pemuda yang kuat. Sehingga orang yang mengeluarkan fatwa dikatakan sebagai mufti, karena orang tersebut diyakini mempunyai kekuatan dalam memberikan penjelasan dan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapinya sebagai mana kekuatan yang dimiliki oleh seorang pemuda.  

 Sedangkan secara terminologi, sebagaimana dikemukakan oleh Zamakhsyri (w. 538 H) fatwa adalah penjelasan hukum syara’ tentang suatu masalah atas pernyataan seseorang atau sekelompok. Menurut as-Syatibi, fatwa dalam arti alIfta berarti keterangan-keterangan tentang hukum syara’ yang tidak mengikat untuk diikuti.[5]

Ø  Metode-Metode Fatwa

 Fatwa mempunyai kedudukan yang tinggi dalam agama Islam. Fatwa dipandang menjadi salah satu alternatif yang bisa memecahkan kebekuan dalam perkembangan hukum Islam. Hukum Islam yang dalam penetapannya tidak bisa terlepas dari dalil-dalil keagamaan (an-nushush as-syari‟iyah) menghadapi persoalan serius ketika berhadapan dengan permasalahan yang semakin berkembang yang tidak tercover dalam nash-nash keagamaan. Nash-nash keagamaan telah berhenti secara kuantitasnya, akan tetapi secara diametral permasalahan dan kasus semakin berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman. Sebagaimana ungkapan para ulama “Sesungguhnya nash itu terbatas, sedangkan persoalan-persoalan yang timbul tidak terbatas. Atau karena sesungguhnya nash itu telah berhenti sedangkan permasalahan akan senantiasa muncul dan tidak pernah berhenti”. Dalam kondisi seperti inilah fatwa menjadi salah satu alternatif jalan keluar mengurai permasalahan dan peristiwa yang muncul tersebut. Salah satu syarat menetapkan fatwa adalah harus memenuhi metodologi (manhaj) dalam berfatwa, karena menetapkan fatwa tanpa mengindahkan manhaj termasuk yang dilarang oleh agama. Menetapkan fatwa yang didasarkan semata karena adanya kebutuhan (li al-hajah), atau karena adanya kemaslahatan (li almashlahah), atau karena intisari ajaran agama (li maqashid as-syari‟ah), dengan tanpa berpegang pada nushus syar‟iyah, termasuk kelompok yang kebablasan (ifrathi). Sebaliknya, kelompok yang rigid memegang teks keagamaan (an-nushus as-syar‟iyah) dengan tanpa memperhatikan kemaslahatan (al-mashlahah) dan intisari ajaran agama (maqashid as-syari‟ah), sehingga banyak permasalahan yang tidak bisa dijawab, maka kelompok seperti ini termasuk kategori gegabah (tafrithi). Oleh karenanya, dalam berfatwa harus tetap menjaga keseimbangan, antara harus tetap memakai manhaj yang telah disepakati para ulama, sebagai upaya untuk tidak terjerumus dalam kategori memberikan fatwa tanpa pertimbangan dalil hukum yang jelas. Tapi di sisi lain juga harus memperhatikan unsur kemaslahatan dari fatwa tersebut, sebagai upaya untuk mempertahankan posisi fatwa sebagai salah satu alternatif pemecah kebekuan dalam perkembangan hukum Islam adapun kaidah istinbat yang dijadikan pedoman dalam penetapan fatwa sebagaii berikut :

1. Metode Bayani

 Metode ini dipergunakan untuk menjelaskan teks al-Quran dan asSunnah dalam menetapkan hukum dengan menggunakan analisis kebahasaan. Pembahasan metode bayani ini dalam kajian ushul fiqh mencakup:

a.   Analisa bedasarkan segi makna lafaz  

b.  Analisa bedasarkan segi pemakaian makna  

c.   Analisa bedasarkan segi terang dan samarnya makna  

d.  Analisa bedasarkan segi penunjukan lafaz kepada makna menurut maksud pencipta nash.

2.      Metode Ta‟lili

 Metode ini digunakan untuk menggali dan menetapkan hukum terhadap suatu kejadian yang tidak ditemukan dalilnya secara tersurat. Istinbat ini ditunjukan untuk menetapkan hukum suatu peristiwa dengan merujuk kepada kejadian yang sudah ada hukumnya karena adanya kesamaan illat.

3.      Metode Istishlahi

 Metode ini dipergunakan untuk menggali, menemukan, dan merumuskan hukum syara‟ dengan cara menerapkan hukum kulli untuk peristiwa yang ketentuan hukumnya tidak terdapat dalam nash, belum diputuskan dengan ijma‟ dan tidak memungkinan dengan qiyas atau istihsan.[6]

Ø  Bentuk-Bentuk Fatwa

Secara umum bentuk-bentuk fatwa dibagi kepada: Pertama, fatwa dilihat dari asalusul lahirnya fatwa. Kedua, fatwa dilihat dari segi prosesnya fatwa. Fatwa dalam perspektif asal usulnya fatwa dibagi kepada :

a.     Fatwa Kolektif (al-Fatwa al-Ijma’i)

Fatwa kolektif adalah fatwa yang dirumuskan dan ditetapkan oleh sekelompok atau lembaga yang memiliki kemampuan dalam ushul fikih dan fikih dan berbagai disiplin ilmu lainnya sebagai penunjang, sehingga akhir kesimpulan hukum yang diputuskan mendekati kebenaran. Kedudukan fatwa kolektif ini harus mampu menetapkan hukum dengan berani dan bebas dari pengaruh dan tekanan politik, sosial dan budaya yang berkembang.

Di Indonesia yang dikategorikan dalam kelompok fatwa kolektif ini seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Lembaga Penelitian UIN, Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam Departemen Agama, Komisi Fatwa Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Majelis Tarjih Muhammadiyah, Lembaga Bahsu al-Masail nahdlatul Ulama dan lainnya.

b.    Fatwa Personal (al-Fatwa al-Fardi)

Fatwa personal adalah fatwa yang dihasilkan dari penelitian dan penelaahan yang dilakukan oleh seseorang. Biasanya hasil ijtihad seseorang lebih banyak memberi warna terhadap fatwa kolektif. Fatwa personal selalu dilandasai studi yang dalam terhadap suatu masalah yang akan dikeluarkan fatwanya, sehingga proses lahirnya fatwa kolektif diawali dengan kegiatan perorangan.

Kemudian fatwa dilihat dari segi prosesnya fatwa, dibagi kepada fatwa tarjih dan fatwa al-insya’i (fatwa kreatif). Kedua bentuk fatwa diuraikan sebagai berikut; 

Pertama, fatwa Tarjih adalah adalah fatwa kolektif yang dihasilkan oleh sekelompok orang atau lembaga tertentu dengan memilah-milah berbagai pendapat, kemudian memilih pendapat yang terkuat dari berbagai pendapat tersebut.

Kedua, fatwa al-insya’i adalah fatwa yang mengambil konklusi hukum baru dalam suatu permasalahan yang belum pernah dikemukakan oleh ulama terdahulu, baik masalah baru maupun masalah lama. Menurut Yusuf al-

Qaradawi bentuk fatwa al-Insya’i merupakan bentuk baru, belum pernah dilakukan oleh ulama terdahulu.[7]

 

 

 

 

 



[1] Hamzah Halim, Cara Praktis Memahami dan Menyusun Legal Audit & Legal Opinion, ( Jakarta : Kencana, 2015), hlm. 201-202.

[2] D. Didik Saputra, Pendapat Hukum Dalam Transaksi Komersial, ( Jurnal : Hukum dan Pembangunan, 2005), hlm. 135-143.

[3] Paulus Hadisuprapto, Pendapat Hukum (Legal Opinion), ( Semarang : Universitas Diponegoro, 2017), hlm. 3-4.

[4] D. Didik Saputra, Pendapat Hukum Dalam Transaksi Komersial, ( Jurnal : Hukum dan Pembangunan, 2005), hlm. 146.

[5] Akhmad Mukhlishin, dkk, “Metode Penetapan Hukum dalam Berfatwa”, (Bengkulu: Al Istinbath, Jurnal Hukum Islam Vol. 3, No.2, 2018), Hlm. 170

[6] Ibid, Hlm. 174-175

[7] H. Khairuddin, “Kedudukan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Mui) Dalam Perspektif Tata Hukum Indonesia”, (Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat: UIN Raden Intan Lampung, 2017), Hlm. 30-32

Lebih baru Lebih lama